Updates from December, 2010 Toggle Comment Threads | Keyboard Shortcuts

  • SERBUIFF 6:34 am on 31/12/2010 Permalink | Reply
    Tags:   

    Agama Sebelum Rasulullah Diutus 

    Agama Sebelum Rasulullah Diutus

    Muslim category

    <!–

    –>

    <!–

    –> <!– –>“Agama Sebelum Rasulullah Diutus” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

    1. Ayah nabi Muhammad SAW adalah Abdullah, artinya Hamba Allah. Siapakah Allah yang dimaksud? Bukankan sebelum Nabi diutus, bangsa Arab belum mengenal Islam?

    2. Nabi Muhammad SAW juga berdo’a di Gua Hira’. Berdo’a kepada siapakah beliau? Apa agama beliau nabi Muhammad SAW sebelum beliau diangkat menjadi Rasul?

    Demikian, terima kasih.

    Sudrajat, ST

    Jawaban

    Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
    Orang Arab sesungguhnya telah mengenal Allah SWT jauh sebelum kelahiran nabi Muhammad SAW. Anggapan seperti yang Anda sampaikan sebenarnya agak kurang tepat. Sebab Al-Quran sendiri yang menegaskan bahwa musyrikin Arab itu kenal betul bahwa tuhan mereka adalah Allah SWT. Dalam salah satu ayat Al-Quran digambarkan bagaimana pengakuan orang Arab jahiyah terhadap keberadaan Allah SWT.

    وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

    Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? Tentu mereka akan menjawab, Allah , maka betapakah mereka dipalingkan .

    وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاء مَاء فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

    Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya? Tentu mereka akan menjawab, Allah. Katakanlah, Segala puji bagi Allah , tetapi kebanyakan mereka tidak memahami .

    وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

    Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Tentu mereka akan menjawab, Allah. Katakanlah, Segala puji bagi Allah ; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

    وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

    Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? , niscaya mereka menjawab, Allah. Katakanlah, Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah, Cukuplah Allah bagiku. Kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri.

    وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

    Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, Allah , maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan ?

    Dari lima ayat Al-Quran di atas yang menceritakan keyakinan orang Arab musyrikin jahilyah, kita tahu bahwa mereka ternyata punya keyakinan tentang keberadaan Allah SWT. Bahkan bukan sekedar yakin atas keberadaan-Nya, mereka pun mengakui bahwa yang menciptakan langit dan bumi, memberikan rizki, menurunkan hujan, menundukkan matahari dan bulan adalah Allah SWT.

    Lalu apa tugas nabi Muhammad SAW jika demikian?

    Tugas beliau bukan mengenalkan keberadaan Allah SWT, sebab mereka sudah kenal Allah. Tigas beliau juga bukan untuk menerangkan bahwa Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan langit dan bumi, sebab mereka sudah tahu. Tugas beliau adalah memastikan bahwa ketika mereka hanya menyembah Allah SWT saja yang Esa, tanpa adanya tuhan-tuhan lainnya yang disembah bersama-Nya. Sehingga motto dakwah beliau adalah: LAA ILAAHA ILLALLAH, yaitu tidak ada tuhan yang patut disembah dengan haq kecuali hanya Allah saja.

    Walhasil, agama yang dibawa nabi Muhammad SAW memang mewajibkan penghancuran semua berhala, juga menafikan semua undang-undang, sistem, agama, ideologi dan peraturan yang bersumber dari selain Allah SWT. Seorang tidak dikatakan muslim sebelum dia mengakui tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada hukum selain hukum yang Allah turunkan.

    Adapun kenalnya orang Arab jahiliyah terhadap nama Allah SWT, karena dahulu ada nabi Ibrahim dan puteranya Ismail alaihimassalam di negeri itu. Bahkan mereka masih setia datang berhaji setiap tahun keliling baitullah. Mereka memang menyebut Ka’bah dengan istilah baitullah . Bedanya, cara manasik haji mereka sudah jauh menyimpang. Misalnya, mereka thawaf keliling ka’bah dengan bersiul dan bertepuk sambil telanjang tanpa busana.

    وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ

    Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.

    Dalam Gua Hira

    Di dalam gua Hira, Rasulullah SAW memang bukan berdoa dalam arti seperti kita sekarang ini. Sebab beliau memang belum mendapatkan penjelasan langsung dari Allah SWT tentang sosok-Nya. Juga belum ada tata aturan dalam cara beribadah dan berdoa kepada-Nya.

    Sehingga yang beliau lakukan bukan berdoa, melainkan menyepi untuk melakukan tahannus. Beliau tentu tidak berkomat-kamit mengangkat tangan ke langit. Namun yang berliau lakukan adalah merenung, berpikir, melakukan evaluasi, serta berdialog dengan diri sendiri. Hingga kemudian Allah SWT berkenan berbicara kepada-Nya lewat perantaraan malaikat Jibril ‘alaihissalam.

    Namun perlu diketahui bahwa beliau sebagai orang Arab pun sudah tahu bahwa Allah SWT adalah tuhannya. Bahwa Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan langit dan bumi, yang menurunkan hujan serta memberi rizki.

    Kekurangan aqidah bangsa Arab jahiliyah ini bukan pada rububiyah-nya, melainkan pada uluhiyah-nya. Di mana mereka belum punya informasi apa pun tentang bagaimana bertauhid kepada Allah dan bagaimana cara beribadah kepada-Nya. Mereka baru sekedar tahu bahwa tuhan itu ada, namanya Allah dan Allah itu menciptakan mereka hingga memberi rizqi.

    Kualitas mereka sedikit di bawah para ahli kitab yang sudah kenal Allah dan juga mengenal adanya kitab-kitab suci yang turun dari langit yang berisi tata cara ibadah dan juga syariah. Mereka juga mengenal sistem kenabian yang berujud manusia yang mendapatkan wahyu dari langit sebagai hukum yang harus diterapkan.

    Namun kesalahan fatal para ahli kitab itu ketika mereka tidak mau mengakui bahwa Allah SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai Nabi dan ingkar kepada Al-Quran sebagai kitab suci yang terakhir. Kesalahan ini kemudian diperparah dengan sikap ambivalen mereka terhadap agama Islam. Bahkan pada akhirnya mereka malah memerangi dan hendak membunuh Rasulullah SAW.

    Maka semua keyakinan mereka sebelumnya tentang Allah, kitab suci, para nabi dan hukum-hukum syariat yang turun kepada mereka, menjadi tidak ada gunanya lagi. Oleh Al-Quran, para ahli kitab ini diberi status sebagai orang kafir, meski mereka percaya keberadaan Allah, para nabi dan kitab-kitab suci. Hal itu karena mereka tidak mau mengakui Muhammad SAW sebagai nabi dan Al-Quran sebagai kitab suci.

    Sungguh kasihan…

    Namun sebagai penghargaan atas persamaan beberapa asas iman, laki-laki musim dibolehkan menikahi wanita ahli kitab. Demikian juga dengan sembelihan mereka, halal dimakan oleh orang-orang Islam. Meski demikian, mereka tetap masuk neraka, karena tidak menjadikan Allah sebagai satu-satunya tuhan dan karena mereka tidak mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

    Wallahu a’lam bishshawab wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Ahmad Sarwat, Lc.

    Sumber Agama Sebelum Rasulullah Diutus : http://assunnah.or.id

    http://blog.re.or.id/agama-sebelum-rasulullah-diutus.htm

     
    • pedro 5:42 pm on 25/01/2011 Permalink | Reply

      Quote:
      Sehingga yang beliau lakukan bukan berdoa, melainkan menyepi untuk melakukan tahannus. Beliau tentu tidak berkomat-kamit mengangkat tangan ke langit. Namun yang berliau lakukan adalah merenung, berpikir, melakukan evaluasi, serta berdialog dengan diri sendiri. Hingga kemudian Allah SWT berkenan berbicara kepada-Nya lewat perantaraan malaikat Jibril ‘alaihissalam.
      ———————
      Baru tau juga bahwa nabi Anda suka merenung, berpikir, evaluasi dan berbicara sendiri.
      Mohon maaf, tapi itu ciri2 orang stress (gila).
      Apakah Anda tidak ragu bahwa semua cerita yang dituliskan oleh nabi Anda adalah hasil renungan, pikiran semat yang dievaluasi sesuai kitab2 nabi sebelumnya agar seakan2 ada korelasi, dan semua perkataan yang ditulis adalah pembicaraan/dialog kepada diri sendiri.

      Sekedar ingin tau, mohon dimaafkan bila pertanyaannya kurang berkenan.

      terima kasih sebelumnya…

      note:
      org Cina kalau ditanya siapa yg ciptain dunia, alam semesta jawabnya Thien (Tuhan atau Allah), dan orang India Hindustani menjawab Sang Yang Widi. Apakah mereka juga Anda anggap mengenal Allah Swt?

      • SERBUIFF 3:36 am on 31/01/2011 Permalink | Reply

        pedro
        Submitted on 2011/01/25 at 5:42 pm

        Quote:
        Sehingga yang beliau lakukan bukan berdoa, melainkan menyepi untuk melakukan tahannus. Beliau tentu tidak berkomat-kamit mengangkat tangan ke langit. Namun yang berliau lakukan adalah merenung, berpikir, melakukan evaluasi, serta berdialog dengan diri sendiri. Hingga kemudian Allah SWT berkenan berbicara kepada-Nya lewat perantaraan malaikat Jibril ‘alaihissalam.
        ———————
        Baru tau juga bahwa nabi Anda suka merenung, berpikir, evaluasi dan berbicara sendiri.### ITU LU YG NULIS , NGGAK ADA KOK DITULIS BERBICARA SENDIRI
        Mohon maaf, tapi itu ciri2 orang stress (gila).####PERKATAAN ANDA INI SUDAH MENUNJUKAN BAHWA ADALAH YG STRESS ALIAS GILA

        Apakah Anda tidak ragu bahwa semua cerita yang dituliskan oleh nabi Anda adalah hasil renungan, pikiran semat yang dievaluasi sesuai kitab2 nabi sebelumnya agar seakan2 ada korelasi, dan semua perkataan yang ditulis adalah pembicaraan/dialog kepada diri sendiri.#### NGGAK RAGU KOK,AL QURAN ADALAH BUTAN ALLAH BUKAN BUATAN MUHAMMAD, MUHAMMAD PASTI NGGAK BISSA MEMBUAT AL QURAN. KALAU LU BISA COBA AJA LU BIKIN YG SEPERTI AL QURAN
        Sekedar ingin tau, mohon dimaafkan bila pertanyaannya kurang berkenan.
        terima kasih sebelumnya…
        note:
        org Cina kalau ditanya siapa yg ciptain dunia, alam semesta jawabnya Thien (Tuhan atau Allah), dan orang India Hindustani menjawab Sang Yang Widi. Apakah mereka juga Anda anggap mengenal Allah Swt?###### SIAPAPUN MANUSIA NYA SELAMA IA HANYA MENGAKUI DAN MENYEMBAH TUHAN YG MAHA ESA PENCIPTA ALAM SEMESTA DAN TIDAK MENSEKUTUKANNYA DENGAN TUHAN YG LAIN DIA ADALAH MANUSIA YG BERADA DI JALAN YG LURUS…SEBALIKNYA SIAPAPUN MANUSIA NYA SELAMA IA TIDAK MENGAKUI DAN MENYEMBAH SELAIN TUHAN YG MAHA ESA PENCIPTA ALAM SEMESTA DAN DIA MENSEKUTUKANNYA DENGAN TUHAN YG LAIN MAKA DIA ADALAH MANUSIA YG BERADA DI JALAN YG SESAT !…

    • pedro 6:18 pm on 06/02/2011 Permalink | Reply

      terima kasih atas jawabannya…

      Anda sendiri yg menulis bhw nabi Muhammad sering berdialog (berbicara) dgn diri sendiri. Baca sendiri tulisan Anda.

      Berarti Anda mengakui bahwa org Cina (konghucu) dan org India juga di jalan lurus, apakah Allah Swt = Sang Yang widi = Thien?

      • ady 7:10 pm on 17/08/2011 Permalink | Reply

        Allah telah Memfirmankan dlm Al-Quran ttg perbuatan org2 yg mendustakan Islam:
        “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.(QS. Al Baqarah 120)

        “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat”. (QS. Al Baqarah: 6-7)

        “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 9)

        “Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan jangan sekali2 org2 yg tdk meyakini kebenaran ayat2 Allah itu berhasil menakut-nakuti kamu” (QS Ar-Rum: 60)

        “Itulah ayat-ayat Allah yang Kami membacakannya kepadamu dengan sebenarnya; maka dengan perkataan manakah lagi mereka akan beriman sesudah (kalam) Allah dan keterangan-keterangan-Nya. Kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih”. (QS. al-Jatsiyah: 6-8)

  • SERBUIFF 4:59 am on 21/09/2010 Permalink | Reply
    Tags: Tafsir Surat An Najm   

    Tafsir Surat An Najm 

    [TAFSIR] : AN-NAJM

    Ayat [62] First Previous Next Last Balik Ke Atas Hal:1/4
    1 Demi bintang ketika terbenam,(QS. 53:1)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 1
    وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (1)
    Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa Ia bersumpah dengan makhluk Nya yang besar yakni bintang yang beredar pada porosnya, tidak saling bentrokan satu dengan yang lainnya. Bintang-bintang itu merupakan petunjuk bagi manusia dalam hutan dan padang pasir, di tempat kediaman dan dalam perjalanan, di kampung dan di kota, dan juga di lautan, bintang-bintang itu besar sekali faedahnya bagi kehidupan manusia.
    Allah SWT mengarahkan sumpah Nya kepada orang-orang Arab yang mengetahui betapa banyak manfaatnya bintang-bintang bagi mereka. Antara lain untuk mengetahui perubahan musim supaya mereka bersiap-siap untuk menggembalakan ternak mereka, kemudian setelah turun hujan mereka dapat menanam tanaman yang sesuai dengan musimnya.
    Sumpah Allah tersebut mengingatkan manusia bahwa di sana ada alam tinggi dan benda-benda yang perkasa yang harus mereka ketahui supaya mereka dapat meyakini besarnya suatu sumber kekuasaan dan indahnya ciptaan Allah SWT.
    Ilmu pengetahuan modern telah menerangkan bahwa di alam angkasa raya (tempat bintang-bintang itu) ada keajaiban-keajaiban yang dapat dilihat dari cepatnya peredaran dan bentuknya yang besar.
    Alam matahari terdiri dari matahari dan 9 buah planet yang kebanyakan dikelilingi oleh beberapa buah bulan. Matahari itu dalam alamnya adalah sebahagian dari pada alam angkasa. Di alam angkasa ada sekitar 30.000.000.000 (tiga puluh milyar) bintang-bintang. Setiap bintang adalah sebagai matahari seperti mataharinya manusia di bumi ini. Ada yang lebih besar dan ada pula yang lebih kecil dari padanya. Umur matahari adalah sekitar lima milyar tahun, umur bumi sekitar 2.000 juta tahun. Umur air di atas bumi sekitar 300 juta tahun. Dan umur manusia sekitar 300.000 tahun.
    Dan alam semesta itu mempunyai penjaga (hanya Allahlah yang mengetahuinya). Dan tidak seorang pun yang mengetahui bala tentara Tuhan kecuali Dia.
    Tetapi Al A’masy dari Mujahid mengatakan bahwa ayat ini berarti Alquran bila diturunkan seperti dalam firman Nya:

    فلا أقسم بمواقع النجوم وإنه لقسم لو تعلمون عظيم إنه لقرءان كريم في كتاب مكنون لا يمسه إلا المطهرون تنزيل من رب العالمين
    Artinya:
    Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui; sesungguhnya Alquran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lohmahfuz), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam.
    (Q.S. Al-Waqi’ah: 75-80)

    2 kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru,(QS. 53:2)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 2
    مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2)
    Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa kawan mereka itu (Muhammad) adalah benar-benar seorang Nabi. Dia tidak pernah menyimpang dari jalan yang benar. Juga tidak pernah ia melakukan kebatilan.
    Kenyataan Rasulullah saw adalah seorang Rasul yang diberi petunjuk oleh Allah, dia mengikuti kebenaran. Dia bukan seorang yang menyesatkan (dan bukanlah pula ia berjalan pada jalan yang ia sendiri tidak mengetahuinya). Dia bukan pula seorang yang sesat yang berpaling dari kebenaran dengan suatu tujuan tertentu. Keadaan beliau yang seperti itu, bukan saja setelah beliau diangkat menjadi Rasul, tetapi juga sebelumnya. Oleh sebab itulah Allah memberikan kepadanya petunjuk dan syariat untuk memberikan sinar kepada orang-orang yang sesat baik Yahudi maupun Nasrani yang sebenarnya mereka mengetahui kebenaran itu, tetapi tidak mengamalkannya.
    3 Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al quran) menurut kemauan hawa nafsunya.(QS. 53:3)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 3
    وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3)
    Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa Muhammad saw itu tidak sesat dan tidak keliru karena beliau seorang yang tidak pernah menurutkan hawa nafsunya. Orang yang mungkin keliru atau tersesat ialah orang yang menurutkan hawa nafsunya. Sebagaimana firman Allah SWT:

    ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله
    Artinya:
    Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
    (Q.S. Shad: 26)

    4 Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),(QS. 53:4)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 4

    إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)

    Dalam ayat ini, Allah SWT menguatkan ayat 3; yakni bahwa Muhammad saw hanyalah mengatakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk disampaikan kepada manusia secara sempurna, tidak ditambah-tambah dan tidak pula dikurangi menurut apa yang diwahyukan kepadanya.
    Abdullah bin ‘Amr bin ‘As menulis setiap apa yang ia dengar dari Rasulullah saw, karena ia mau menghafalkannya. Tapi orang-orang Quraisy melarangnya. Mereka mengatakan mengapa ia menulis setiap perkataan Muhammad, sedangkan Muhammad itu adalah manusia biasa yang berkata dalam keadaan marah. Maka berhentilah Abdullah bin Umar menulis. Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw, dan memberitahukan perihalnya itu. Maka bersabdalah Rasulullah saw.

    اكتب فوالذي نفسي بيده ما خرج مني إلا الحق
    Artinya:
    “Tulislah, demi Tuhan, tidak ada yang keluar dari perkataanku kecuali kebenaran”.
    (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
    Al Hafiz, Abu Bakar Al Bazzar mendapat riwayat dari Ahmad bin Mansyur, dari Abdullah bin Saleh, dari Al Lais, dari Ibnu Ajlan, dari Zaid bin Aslam, dari Abu Saleh dan dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda:

    ما أخبرتكم أنه من عند الله فهو الذي لا شك فيه
    Artinya:
    “Apa-apa yang aku katakan kepadamu bahwa ia dari Allah SWT, maka tidak ada keraguan padanya”.
    (HR. Abu Hurairah)
    Dari Yunus, Lais, Muhammad bin Said bin Abu Said, dari Abu Hurairah mereka berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:

    لا أقول إلا حقا
    Artinya:
    “tidaklah aku berkata kecuali yang benar”.
    (HR. Abu Hurairah, Lihat Tafsir Al Maragi, hl. 45, juz 27, jilid IX)

    5 yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat,(QS. 53:5)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 5
    عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى (5)
    Dalam ayat ini, selanjutnya Allah SWT menerangkan bahwa Muhammad saw (kawan mereka itu) diajari oleh Jibril as. Jibril itu sangatlah kuatnya, baik ilmunya maupun amalnya.
    Dalam firman Allah SWT dijelaskan:

    إنه لقول رسول كريم ذي قوة عند ذي العرش مكين مطاع ثم أمين
    Artinya:
    Sesungguhnya Alquran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.
    Kemudian Muhammad saw mempelajarinya dan mengamalkannya.
    Ayat ini merupakan jawaban dari perkataan mereka yang mengatakan bahwa Muhammad itu hanyalah tukang dongeng yang mendongengkan dongeng-dongengan (legenda-legenda) orang-orang dahulu.
    Jelaslah bahwa Muhammad saw itu bukan diajari oleh seorang manusia, tapi ia diajari oleh Jibril as yang sangat kuat.

    6 Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli,(QS. 53:6)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 6
    ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى (6)
    Allah SWT menerangkan lagi dalam ayat ini, bahwa Jibril itu mempunyai kecerdasan dan kekuatan yang luar biasa. Seperti dalam riwayat bahwa ia telah pernah membalikkan perkampungan Nabi Lut kemudian mereka diangkat ke langit lalu dijatuhkan ke bumi. Juga ia telah pernah menghembus kaum Samud hingga berterbanganlah mereka. Dan apabila ia turun ke bumi hanya dibutuhkan waktu sekejap mata. Lagi pula ia dapat berubah bentuk dengan berbagai rupa.
    7 sedang dia berada di ufuk yang tinggi.(QS. 53:7)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Najm 7
    وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَى (7)
    (Sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi) berada pada tempat terbitnya matahari dalam bentuk aslinya ketika ia diciptakan. Nabi saw., melihatnya sewaktu berada di gua Hira; dan ternyata tubuh malaikat Jibril menutupi cakrawala tempat terbitnya matahari hingga sampai ke cakrawala bagian timur. Lalu Nabi saw. pingsan tidak sadarkan diri setelah melihat wujud asli malaikat Jibril itu. Nabi saw. pernah meminta kepada malaikat Jibril supaya menampakkan wujud aslinya sebagaimana ketika ia diciptakan oleh Allah, lalu malaikat Jibril menjanjikan akan memenuhi hal tersebut di gua Hira. Setelah itu baru malaikat Jibril turun untuk menemuinya dalam bentuk Bani Adam.
    8 Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi,(QS. 53:8)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Maaf, Belum tersedia …atau lihat pada ayat sebelumnya…
    9 maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).(QS. 53:9)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Maaf, Belum tersedia …atau lihat pada ayat sebelumnya…
    10 Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.(QS. 53:10)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Maaf, Belum tersedia …atau lihat pada ayat sebelumnya…
    11 Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.(QS. 53:11)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 11
    مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى (11)
    Kebanyakan manusia menyangka bahwa ia telah menggambarkan apa yang dilihatnya, padahal hatinya belum yakin terhadap apa yang telah ia lihat, tidak demikian penglihatan dan keyakinan Muhammad terhadap Jibril meskipun kedatangannya kepada Muhammad kerap kali beda-beda bentuknya, karena Muhammad telah mengetahui bentuk yang aslinya.
    Oleh karena Allah SWT menguatkan keterangannya bahwa kedatangan Jibril dengan bentuk seorang sahabat yang bernama Dihyah Al-Kalbi tidaklah menghilangkan ciri-cirinya karena Muhammad saw telah pernah melihat bentuknya yang asli sebelum itu, yaitu di gua Hira ketika menerima wahyu pertama, walaupun kemudian Jibril menampakkan diri lagi dengan rupa yang lain.
    12 Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?(QS. 53:12)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Maaf, Belum tersedia …atau lihat pada ayat sebelumnya…
    13 Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,(QS. 53:13)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 13 – 14
    وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14)
    Selanjutnya dalam ayat-ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa sesungguhnya Muhammad saw sudah pernah melihat Jibril (untuk kedua kalinya) dalam rupanya yang asli pada waktu melakukan mikraj ke Sidratil Muntaha yaitu suatu tempat yang merupakan batas alam yang dapat diketahui oleh para malaikat.
    Ada yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah seperti dalam firman Allah:

    وأن إلى ربك المنتهى
    Artinya:
    Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu).
    (Q.S. An Najm: 42)
    Kita wajib mempercayai adanya Sidratil Muntaha itu sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah SWT dalam ayat Nya. Tetapi kita tidak boleh menerangkan tempatnya dan sifat-sifatnya, dengan keterangan yang melebihi daripada apa yang telah diterangkan oleh Allah SWT dalam Alquran, kecuali bila keterangan itu kita dapat dari hadis Nabi Muhammad saw yang menerangkan kepada kita dengan jelas dan pasti, karena hal itu termasuk dalam hal yang gaib yang belum diizinkan kita untuk mengetahuinya.
    Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim Tirmizi, dan lain-lainnya bahwa Sidratil Muntaha itu ada di langit yang ke tujuh.

    14 (yaitu) di Sidratil Muntaha.(QS. 53:14)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Maaf, Belum tersedia …atau lihat pada ayat sebelumnya…
    15 Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,(QS. 53:15)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 15
    عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15)
    Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa di tempat itulah (di dekat Sidratil Muntaha) letak Surga. Ia merupakan tempat tinggal bagi orang-orang yang takwa dan orang-orang yang mati syahid.
    16 (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.(QS. 53:16)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 16
    إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16)
    Selanjutnya dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwasanya Muhammad saw melihat Jibril as di Sidratil Muntaha itu ketika Sidratil Muntaha tertutup oleh suasana yang menandakan kebesaran Allah SWT berupa sinar-sinar yang indah dan malaikat-malaikat.
    Alquran tidak menerangkan dengan jelas. Bagi kita cukuplah penjelasan yang sedemikian, tidak menambahinya atau menguranginya bila tidak ada dalil yang jelas menerangkannya. Seandainya ada manfaatnya untuk dijelaskan niscaya hal itu dijelaskan oleh Allah SWT.

    Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah An Najm 16
    إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16)
    (Ketika) sewaktu (Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya) yaitu oleh burung-burung dan lain-lainnya. Lafal Idz menjadi Ma’mul dari lafal Ra-aahu.

    17 Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.(QS. 53:17)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 17
    مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17)
    Kemudian dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan lagi bahwa tatkala Rasulullah saw melihat Jibril di sana itu, ia tidak berpaling dari memandang semua keajaiban Sidratil Muntaha, sesuai dengan apa yang telah diizinkan Allah SWT kepadanya untuk dilihat. Dan ia tidak pula melampaui batas kecuali apa yang telah diizinkan kepadanya.
    18 Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.(QS. 53:18)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 18
    لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى (18)
    Ayat ini menerangkan bahwa dengan melihat Sidratil Muntaha itu, berarti Muhammad saw telah melihat sebagian tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang merupakan keajaiban-keajaiban dari kekuasaan-Nya.
    Diriwayatkan oleh Bukhari dan lain-lainnya bahwa saat itu Muhammad saw melihat suatu lambaian hijau dari surga yang memenuhi ufuk (arah pandangan). Maka hendaklah kita tidak membatasi apa yang telah dilihat oleh Muhammad saw dengan mata kepalanya, setelah diterangkan secara samar-samar dalam Alquran tentang hal itu. Yang jelas ialah bahwa ia telah melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang tidak terbatas.
    19 Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza,(QS. 53:19)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 19
    أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى (19)
    Dalam ayat ini, Allah SWT bertanya kepada orang-orang musyrik, apakah setelah mereka mendengar tanda-tanda Allah baik kesempurnaan-Nya maupun keagungan-Nya dalam kekuasaan-Nya, dan setelah mendengar keadaan malaikat dengan kedudukan dan kemampuan mereka yang tinggi, masih saja menjadikan berhala-berhala yang hina keadaannya itu sebagai sekutu bagi Allah, sedangkan mereka mengetahui kebesaran Nya?
    Pertanyaan ini merupakan cemoohan dari Tuhan sebab bagi seorang yang berakal tidak mungkin terlintas pada pikirannya untuk menyembah berhala yang mereka buat sendiri, kemudian diletakkan dalam suatu rumah yang mereka dirikan sebagai tandingan Kakbah.
    Adapun Al Lata adalah nama sebuah batu besar yang berwarna putih, di atas batu itu diukir gambar sebuah rumah. Al Lata ini terletak di daerah Taif. Rumah itu dipasangi tabir. Di sekelilingnya ada teras yang diagung-agungkan oleh orang-orang Taif, antara lain Kabilah Saqif dan pengikut-pengikutnya. Mereka tergolong orang-orang yang lebih membanggakan benda itu daripada orang-orang Arab yang lain selain Quraisy. Kata Ibnu Jarir, mereka menganggap bahwa kata Al Lata itu diambil dari lafal Allah. Mereka menganggap Al Lata (Maha suci Allah dari apa yang mereka katakan). Menurut Ibnu `Abbas, Mujahid Rabi’ bin Anas, mereka menamakan Al Lata dari nama seorang laki-laki yang menumbuk tepung untuk jemaah haji. Setelah ia mati, maka orang-orang berkerumun melakukan iktikaf di atas kuburnya yang selanjutnya mereka menyembah dan membuatkan patungnya.
    Kata Ibnu Jarir Al Uzza” berasal dari kata Aziz. Al Uzza berarti sebuah pohon yang di atasnya ada sebuah bangunan dan bertirai, bertempat di Nakhlah yaitu antara Mekan dan Taif; orang-orang Quraisy mengagungkan pohon itu.
    Diriwayatkan bahwa Abu Sufyan ketika masih musyrik berkata pada waktu peperangan Uhud bahwa merekalah yang mempunyai Uzza, sedangkan yang lain tidak. Maka bersabdalah Rasulullah saw.

    قولوا: الله مولانا ولا مولى لكم
    Artinya:
    “Katakanlah! Allah adalah Tuhan kami, dan kamu tidak mempunyai Tuhan”.
    (H.R. Abu Sufyan)

    20 dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?(QS. 53:20)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Najm 20
    وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى (20)
    Dalam ayat ini, Allah SWT melanjutkan ayat yang sebelumnya yaitu bahwa orang-orang musyrik itu juga menyembah Manah yang ketiga yakni yang terakhir sebagai anak perempuan Allah.
    Manah itu sebuah batu besar terletak di Musyallah dengan Qadid antara Mekah dan Madinah. Kabilah Khuza’ah, Al Aus dan Khazraj mengagungkan Manah ini dan dalam melakukan ibadah haji mereka mulai dari Manah sampai ke Kakbah.
    Selain benda-benda yang tiga itu, masih banyak lagi benda-benda yang sangat dimuliakan oleh orang-orang musyrik. Akan tetapi, yang paling termasyhur adalah benda yang tiga itu. Ibnu Ishak mengatakan bahwa orang-orang Arab menganggap benda-benda yang tiga itu selain Kakbah sebagai benda sembahan mereka, dibuat seperti bangunan Kakbah yang mempunyai tabir yang mereka bertawaf padanya seperti tawaf pada Kakbah dan memotong binatang kurban di sampingnya. Mereka juga mengetahui kemuliaan Kakbah yaitu bahwa Kakbah itu adalah rumah Ibrahim as dan mesjidnya.

    http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?pageno=1&SuratKe=53#9

     
  • SERBUIFF 4:41 am on 21/09/2010 Permalink | Reply
    Tags: Cara Turunnya Wahyu   

    Cara Turunnya Wahyu 

    Selasa, 30 Maret 2010

    Hadits 2: Cara Turunnya Wahyu

    عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ – رضى الله عنها – أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ – رضى الله عنه – سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْىُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَحْيَانًا يَأْتِينِى مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ – وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَىَّ – فَيُفْصَمُ عَنِّى وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ ، وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِىَ الْمَلَكُ رَجُلاً فَيُكَلِّمُنِى فَأَعِى مَا يَقُولُ » . قَالَتْ عَائِشَةُ رضى الله عنها وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْىُ فِى الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ ، فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا

    Dari Aisyah Ummul Mukminin r.a. bahwa Harits bin Hisyam r.a. bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Ya Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada Anda?” Rasulullah menjawab, “kadang-kadang wahyu itu datang kepadaku seperti bunyi lonceng. Itulah yang sangat berat bagiku. Setelah bunyi itu berhenti, aku baru mengerti apa yang disampaikannya. Kadang-kadang malaikat menjelma seperti seorang laki-laki menyampaikan kepadaku dan aku mengerti apa yang disampaikannya,” Aisyah berkata, “Aku pernah melihat Nabi ketika turunnya wahyu kepadanya pada suatu hari yang amat dingin. Setelah wahyu itu berhenti turun, kelihatan dahi Nabi bersimpah peluh.”

    Hadits di atas adalah hadits ke-2 dalam Shahih Bukhari (صحيح البخارى), di bawah Kitab Bad’il Wahyi (كتاب بدء الوحى) (Permulaan Turunnya Wahyu). Meskipun Imam Bukhari tidak memberikan bab pada hadits kedua ini, dari matannya terlihat jelas bahwa ia memuat cara turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW.

    أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ : Adalah gelar bagi istri-istri Nabi. Kata ini diambil dari firman Allah SWT, “istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka (kaum muslimin).” Artinya dalam menghormati mereka dan larangan menikahinya.

    Harits bin Hisyam adalah seorang dari bani Makhzumi, saudara kandung Abu Jahal bin Hisyam. Ia masuk Islam pada Fathu Makkah, termasuk tokoh dari kalangan sahabat. Ia meninggal pada waktu penaklukan negeri Syam.

    كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْىُ

    Pertanyaan ini dimaksudkan untuk menanyakan sifat wahyu, sifat pembawa wahyu, atau yang lebih umum dari itu. Sehingga Rasulullah menjawab pertanyaan ini dengan dua cara turunnya wahyu kepada beliau yang juga mengandung sifat wahyu dan sifat pembawanya.

    أَحْيَانًا يَأْتِينِى مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ – وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَىَّ – فَيُفْصَمُ عَنِّى وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ

    أَحْيَانًا : Bentuk jamak dari حين yang berarti waktu yang banyak atau sedikit. Seakan-akan Nabi berkata أَوْقَاتًا يَأْتِينِي (beberapa kali dia datang kepadaku).

    مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ : Shalshalah adalah suara yang dihasilkan dari benturan antara besi, kemudian kata tersebut dinisbatkan kepada semua yang menimbulkan dengung. Sedangkan Jaras adalah lonceng kecil atau kerincingan yang digantungkan pada hewan.

    وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَىَّ : Itulah yang sangat berat bagiku. Memahami perkataan dengan bunyi lonceng lebih sulit daripada memahami perkataan secara langsung. Sebagian ulama mengatakan bahwa berat atau sulitnya menerima wahyu bertujuan agar Nabi lebih konsentrasi. Ulama lain mengatakan biasanya cara seperti ini ketika wahyu yang turun membicarakan masalah adzab, namun pendapat ini diperselisihkan.

    فَيُفْصَمُ عَنِّى وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ: (Setelah bunyi itu berhenti aku baru mengerti apa yang disampaikannya). Artinya, Rasulullah SAW mengerti perkataan yang disampaikan setelah bunyi itu berhenti. Inilah yang menguatkan bahwa turunnya wahyu melalui perantaraan malaikat.

    وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِىَ الْمَلَكُ رَجُلاً فَيُكَلِّمُنِى فَأَعِى مَا يَقُولُ

    يَتَمَثَّلُ لِىَ الْمَلَكُ رَجُلاً : Malaikat menjelma seperti seorang laki-laki. Hadits ini sekaligus menjadi dalil bahwa malaikat dapat menyerupai manusia. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa perubahan ini hanyalah perubahan bentuk saja, bukan dzat malaikat. Contoh yang sangat terkenal dalam hal ini adalah ketika Jibril datang bertanya kepada Rasulullah tentang Islam, Iman, dan Ihsan. Yaitu hadits yang juga dicantumkan Imam Nawawi dalam Kitab Arbain nomor kedua.

    فَيُكَلِّمُنِى : Lafazh inilah yang banyak digunakan oleh para perawi. Karena malaikat menyerupai manusia, maka perkatannya pun sebagaimana perkataan manusia umumnya sehingga mudah dipahami begitu saja.

    يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْىُ فِى الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ ، فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا

    (ketika turun wahyu kepada Rasulullah pada suatu hari yang amat dingin, setelah wahyu itu berhenti turun, kelihatan dahi Nabi bersimpah peluh)

    Inilah kesaksian Aisyah yang menyaksikan bertanya Rasulullah dalam menerima wahyu sehingga dahi beliau penuh keringat walaupun berada di musim dingin. Lelah, dan sangat serius menerima perkara besar yang menjadi petunjuk bagi manusia demi keselamatan mereka di dunia dan akhirat.

    [Diringkas dari Fathul Baari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani]

    http://muchlisin.blogspot.com/2010/03/hadits-2-cara-turunnya-wahyu.html

    ========================================================

    Selasa, 27 April 2010

    Hadits 3: Wahyu yang Turun Pertama Kali


    Kali ini kita membahas hadits yang ke-3. Yakni hadits ke-3 dalam Shahih Bukhari (صحيح البخارى), di bawah Kitab Bad’il Wahyi (كتاب بدء الوحى) (Permulaan Turunnya Wahyu). Hadits ini cukup panjang. Meskipun Imam Bukhari tidak memberikan judul bab pada hadits ketiga ini, dari matan-nya terlihat jelas bahwa ia memuat wahyu yang turun pertama kali kepada Rasulullah SAW.

    Berikut ini adalah matan hadits tersebut:

    عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مِنَ الْوَحْىِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِى النَّوْمِ ، فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَا إِلاَّ جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ، ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلاَءُ ، وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ – وَهُوَ التَّعَبُّدُ – اللَّيَالِىَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ ، وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ ، فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا ، حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِى غَارِ حِرَاءٍ ، فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ . قَالَ « مَا أَنَا بِقَارِئٍ » . قَالَ « فَأَخَذَنِى فَغَطَّنِى حَتَّى بَلَغَ مِنِّى الْجَهْدَ ، ثُمَّ أَرْسَلَنِى فَقَالَ اقْرَأْ . قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ . فَأَخَذَنِى فَغَطَّنِى الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّى الْجَهْدَ ، ثُمَّ أَرْسَلَنِى فَقَالَ اقْرَأْ . فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ . فَأَخَذَنِى فَغَطَّنِى الثَّالِثَةَ ، ثُمَّ أَرْسَلَنِى فَقَالَ ( اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ * خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ * اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ ) » . فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَرْجُفُ فُؤَادُهُ ، فَدَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ رضى الله عنها فَقَالَ « زَمِّلُونِى زَمِّلُونِى » . فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ ، فَقَالَ لِخَدِيجَةَ وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ « لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِى » . فَقَالَتْ خَدِيجَةُ كَلاَّ وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا ، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ ، وَتَقْرِى الضَّيْفَ ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ . فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ – وَكَانَ امْرَأً تَنَصَّرَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِىَّ ، فَيَكْتُبُ مِنَ الإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ ، وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِىَ – فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنَ ابْنِ أَخِيكَ . فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِى مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَبَرَ مَا رَأَى . فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِى نَزَّلَ اللَّهُ عَلَى مُوسَى – صلى الله عليه وسلم – يَا لَيْتَنِى فِيهَا جَذَعًا ، لَيْتَنِى أَكُونُ حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَوَمُخْرِجِىَّ هُمْ » . قَالَ نَعَمْ ، لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلاَّ عُودِىَ ، وَإِنْ يُدْرِكْنِى يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا . ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّىَ وَفَتَرَ الْوَحْىُ

    Dari Aisyah Ummul Mukminin r.a. bahwa ia berkata, “Pertama turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW secara mimpi yang benar waktu beliau tidur. Biasanya mimpi itu terlihat jelas oleh beliau, seperti jelasnya cuaca pagi. Semenjak itu hati beliau tertarik untuk mengasingkan diri ke Gua Hira. Di situ beliau beribadah beberapa malam, tidak pulang ke rumah istrinya. Untuk itu beliau membawa perbekalan secukupnya. Setelah perbekalan habis, beliau kembali kepada Khadijah, untuk mengambil lagi perbekalan secukupnya. Kemudian beliau kembali ke Gua Hra, hingga suatu ketika datang kepadanya kebenaran (wahyu), yaitu sewaktu beliau masih berada di Gua Hira. Malaikat datang kepadanya, lalu berkata, “Bacalah”Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca”. Nabi menceritakan, “Maka aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku dilepaskannya dan disuruh membaca. Malaikat berkata “bacalah” aku menjawab “aku tidak bisa membaca.” Maka aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku dilepaskannya dan disuruh membaca. “Bacalah” kujawab menjawab “aku tidak bisa membaca.” Maka aku ditarik dan dipeluknya untuk kali ketiga. Kemudian aku dilepaskan seraya ia berkata “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Demi Tuhanmu yang Maha Mulia.” Setelah itu Nabi pulang ke rumah Khadijah binti Khuwailid, lalu berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!” Khadijah menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya. Kata Nabi kepada Khadijah binti Khuwailid (setelah mennceritakan semua kejadian yang dialami Nabi), “Sesungguhnya aku cemas atas diriku.”Khadijah menjawab, “Jangan takut, demi Allah, Tuhan tidak akan membinasakan engkau. Engkau selalu menyambung tali persaudaraan, membantu orang yang sengsara, mengusahakan barang keperluan yang belum ada, memuliakan tamu, menolong orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran.” Setelah itu Khadijah pergi bersama Nabi menemui Waraqah bin naufal bin Asad bin Abdul Uzza, yaitu anak paman Khadijah, yang telah memeluk agama Nasrani pada masa jahiliyah itu. Ia pandai menulis buku dalam bahasa ibrani. Maka disalinnya Kitab Injil dari bahasa Ibrani seberapa yang dikehendaki Allah dapat disalin. Usianya kini telah lanjut dan matanya telah buta.

    Khadijah berkata kepada Waraqah, “wahai anak pamanku. Dengarkan kabar dari anak saudaramu ini.” Waraqah bertanya kepada Nabi, “Wahai anak saudaraku. Apa yang terjadi atas dirimu?” Nabi menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah dialaminya. Waraqah berkata, “Inilah Namus yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Duhai, semoga saya masih hidup ketika kamu diusir oleh kaummu.” Nabi bertanya, “Apakah mereka akan mengusir aku?” Waraqah menjawab, “Ya, betul. Belum ada seorang pun yang diberi wahyu seperti engkau yang tidak dimusuhi orang. Jika aku masih mendapati hari itu niscaya aku akan menolongmu sekuat-kuatnya.” Tidak berapa lama kemudian Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus untuk sementara.

    Penjelasan Hadits

    أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مِنَ الْوَحْىِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِى النَّوْمِ

    Pertama turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW secara mimpi yang benar waktu beliau tidur

    Lafazh min (من) di sini mengandung makna tab’idh, artinya sebagian wahyu. Turunnya wahyu berupa mimpi sebelum wahyu yang pertama di Gua Hira adalah dalam rangka latihan bagi Nabi. Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa saat Nabi sadar, beliau dapat melihat cahaya serta mendengar suara batu-batu kerikil memberi salam kepadanya.

    فَكَانَ لاَ يَرَى رُؤْيَا إِلاَّ جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ

    Biasanya mimpi itu terlihat jelas oleh beliau, seperti jelasnya cuaca pagi.

    Ibnu Hajar menjelaskan bahwa “seperti jelasnya cuaca pagi” (مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ) adalah malaikat yang turun membawa wahyu itu bagaikan cahaya di pagi hari.

    Setelah itu Nabi gemar mengasingkan diri ke Gua Hira, yaitu salah satu gua yang ada di Makkah. Di sini dipakai istilah tahannuts (يَتَحَنَّثُ) yaitu mengikuti ajaran agama Nabi Ibrahim. Lamanya berapa hari tidak dapat ditentukan secara pasti karena masih diperselisihkan para ulama. Yang pasti, tahannuts saat menerima wahyu di Gua Hira terjadi di bulan Ramadhan.

    Hingga malam itu, malaikat yang tidak lain adalah Jibril datang kepada beliau untuk menyampaikan wahyu. Setelah sebelumnya menampakkan diri kepada Nabi di Ajyad (paska fase mimpi yang benar) dalam wujud yang asli. Sebagaimana dijelaskan dalam shahih muslim, riwayat lain dari Aisyah, Nabi berkata “Aku belum pernah melihat Jibril dalam bentuknya yang asli kecuali hanya dua kali.” Pertama di Ajyad dan kedua di Sidratul Muntaha saat Isra’.

    Penyampaian wahyu pertama ini diawali dengan dialog 3 kali. Malaikat jibril menyuruh nabi membaca (اقْرَأْ) dan Nabi menjawab bahwa beliau tidak bisa membaca (مَا أَنَا بِقَارِئٍ). Begitu Nabi menjawab, Jibril mendekapnya hingga Nabi kepayahan. Setelah tiga kali Jibril baru menyampaikan wahyu pertama, QS. Al-Alaq ayat 1 – 3:

    اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
    خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
    اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ

    Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan.
    Yang menjadikan manusia dari segumpal darah.
    Bacalah! Demi Tuhanmu yang Maha Mulia

    Tentu saja ini adalah hal yang sangat berat bagi Nabi. Melihat Jibril dan mendapat wahyu adalah sesuatu yang belum biasa bagi beliau. Maka beliau pulang kepada Khadijah dalam kondisi ketakutan, disertai fisik yang lelah, payah, dan keringat dingin bercucuran. Karenanya beliau meminta diselimuti oleh Khadijah (زَمِّلُونِى زَمِّلُونِى).

    Setelah cukup membaik, nabi menceritakan kepada Khadijah, sekaligus mengatakan kekhawatiran dan ketakutannya:

    لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِى

    Sungguh aku cemas atas diriku sendiri.

    Para ulama berbeda pendapat tentang lafazh khasyyah (خَشِيتُ). Ada 12 arti lafazh ini. (1) Gila, (2) kecemasan, (3) ketakutan, (4) sakit, (5) sakit terus-menerus, (6) ketidakmampuan memegang amanah kenabian, (7) ketidakmampuan melihat bentuk malaikat, (8) tidak memiliki kesabaran atas siksaan orang-orang kafir, (9) orang kafir akan membunuh nabi, (10) meninggalkan tanah airnya, (11) kedustaan orang kafir terhadap nabi, dan (12) cemoohan mereka atas nabi. Ibnu Hajar membenarkan 3 diantaranya, yakni bermakna (3) ketakutan, (4) sakit, dan (5) sakit terus-menerus.

    Namun Khadijah adalah istri yang luar biasa. Ia mengerti apa yang harus dilakukannya. Pada saat seperti itu motivasi istri benar-benar sangat dibutuhkan. Karenanya Khadijah menampik ketakutan nabi dan mengingatkannya dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya.

    كَلاَّ وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا ، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ ، وَتَقْرِى الضَّيْفَ ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ

    “Jangan takut, demi Allah, Tuhan tidak akan membinasakan engkau. Engkau selalu menyambung tali persaudaraan, membantu orang yang sengsara, mengusahakan barang keperluan yang belum ada, memuliakan tamu, menolong orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran.”

    Hal lain yang kemudian dilakukan Khadijah adalah mengajak Nabi kepada waraqah. Mengkonsultasikan peristwa itu pada Waraqah. Sebab waraqah adalah ahli kitab yang terpercaya, yang tidak hanya baik akhlaknya tetapi juga alim mengenai Injil.

    Di sinilah Waraqah memberi kesaksian bahwa yang datang kepada Nabi adalah wahyu. Melalui Namus (malaikat), sebagaimana telah datang kepada Musa sebelumnya. Dalam kesempatan lain Waraqah juga mengatakan “Namus Isa” kepada Khadijah. Dan keduanya adalah benar. Ini juga menjadi bukti bahwa kerasulan Muhammad telah ada dalam kitab suci sebelumnya sehingga ahli kitab seperti Waraqah bisa mengetahui tanda-tandanya.

    Lalu Waraqah menambahkan keterangan bahwa salah satu resiko kenabian adalah permusuhan dan pengusiran dari kaumnya. Kelak apa yang disampaikan waraqah ini benar-benar terbukti. Namun keinginan Waraqah untuk menolong Nabi tidak bisa dipenuhi sebab tidak berapa lama setelah itu ia meninggal dunia.

    Pelajaran Hadits:
    Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
    1. Sebelum mendapatkan wahyu di Gua Hira, terlebih dulu Rasulullah mendapatkan wahyu dalam bentuk mimpi yang benar, sebagai latihan bagi beliau
    2. Wahyu yang pertama turun kepada beliau adalah QS. Al-Alaq 1-3, melalui malaikat Jibril di Gua Hira pada malam bulan Ramadhan
    3. Istri yang baik adalah yang bisa menenangkan suami saat ketakutan, memotivasinya saat sang suami membutuhkan motivasi, dan membantu mencarikan solusi saat suami menghadapi masalah
    4. Kerasulan Muhammad telah disebutkan dalam kitab-kitab suci sebelum Al-Qur’an, termasuk injil. Juga sebagian tanda-tandanya.
    5. Salah satu resiko kenabian adalah permusuhan dari orang-orang kafir, salah satunya dalam bentuk pengusiran. Resiko ini juga bisa menimpa amal-amal dakwah yang merupakan penerus misi kenabian.

    Demikian hadits ke-3 Shahih Bukhari dan penjelasannya yang telah diringkas Bersama Dakwah dari Fathul Baari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani disertai tambahan penjelasan seperlunya dan kesimpulan atau pelajaran hadits. Wallaahu a’lam bish shawab. []

    http://muchlisin.blogspot.com/2010/04/hadits-3-wahyu-yang-turun-pertama-kali.html

    =============================================================

    Pindah ke Surat Berikut-nya... [TAFSIR] : AL-‘ALAQ

    Ayat [19] First Previous Next Last Balik Ke Atas Hal:1/1
    1 Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,(QS. 96:1)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al ‘Alaq 1

    اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1)

    Dalam hadis sahih riwayat Bukhari dinyatakan bahkan Nabi SAW. datang ke gua Hira’ suatu gua yang terletak di atas sebuah bukit di pinggir kota Mekah untuk berkhalwat beberapa malam. Kemudian sekembali beliau pulang mengambil bekal dari rumah istri beliau, Khadijah, datanglah jibril kepada beliau dan menyuruhnya membaca.
    Nabi menjawab: “Aku tidak bisa membaca” Jibril merangkulnya sehingga Nabi merasa sesak nafas. Jibril melepaskannya; sambil berkata: “Bacalah”. Nabi menjawab: “Aku tidak bisa membaca”. Lalu. dirangkulnya lagi dan dilepaskannya sambil berkata: “Bacalah”. Nabi menjawab: “Aku tidak bisa membaca” sehingga Nabi merasa payah, maka Jibril membacakan ayat 1 sampai ayat 5 surah Al `Alaq yang artinya:
    “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
    Dia telah menciptakan manusia dari (sesuatu) yang melekat. Bacalah!.
    dan Tuhanmu Yang Paling Pemurah.
    Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
    Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
    Lalu Nabi SAW. dengan gemetar dan ketakutan pulang menemui istri beliau dan mengatakan: “Selimutilah aku! Selimutilah aku!”. Nabi terus diselimuti sehingga hilanglah kegelisahannya. Lalu beliau menceritakan kepada Khadijah apa yang terjadi dan beliau menambahkan: “Aku sangat khawatir apa yang akan terjadi atas diriku” Khadijah berkata: “Tak usah khawatir; malah seharusnya engkau gembira; demi Allah, sekali-kali Tuhan tidak akan menyusahkanmu. Engkau menghubungkan silaturrahmi, berbicara benar. membantu orang-orang yang tidak mampu, menghormati tamu dan meringankan kesulitan-kesulitan penderita”.
    Kemudian Khadijah membawa Nabi SAW. menemui Waraqah bin Naufal (anak paman Khadijah). Waraqah bin Naufal adalah seorang beragama Nasrani. Ia banyak menulis buku yang berbahasa Arab dan bahasa Ibrani yang berasal dari Injil. Ia adalah seorang tua lagi buta.
    Khadijah berkata kepadanya: “Wahai anak pamanku, dengarlah cerita dari anak saudaramu ini!”. Lalu Waraqah bertanya: “Apakah yang ingin engkau ketahui wahai anak saudaraku?”. Lalu Nabi SAW. menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi di gua Hira’. Kemudian Waraqah berkata: “Itu adalah Jibril yang pernah datang menemui Isa A.S.; sekiranya saya ini seorang pemuda yang tangkas dan kiranya saya masih hidup ketika kaummu mengusirmu”, maka Nabi bertanya: “Apakah mereka akan mengusir aku?”. Jawab Waraqah: “Ya! hanya sedikit yang mengemban apa yang engkau bawa ini dan banyak yang memusuhinya, maka jika aku masih kuat hidup di waktu itu pasti aku akan membantumu sekuat-kuatnya”. Tidak lama sesudah itu Waraqahpun meninggal dunia. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
    Berdasarkan hadis tersebut jelaslah bahwa lima ayat pertama surah Al `Alaq ini adalah ayat-ayat Alquran yang pertama kali diturunkan sebagai rahmat dan panggilan Allah yang pertama kali yang dihadapkan kepada Nabi SAW.
    Adapun ayat-ayat lainnya diturunkan sesudah tersiarnya berita kerasulan Nabi SAW. dan sesudah Nabi mulai mengajak orang-rang beriman kepadanya. Ajakan Nabi ini pada mulanya disambut oleh sebahagian kecil orang-orang Quraisy, sedang kebanyakan mereka mengejek-ejek orang yang telah beriman dan berusaha agar jangan beriman kepada agama yang di bawa Muhammad dari Tuhannya.
    Allah menyuruh Nabi agar membaca sedang beliau tidak pandai membaca dan menulis, maka dengan kekuasaan Allah ini beliau dapat mengikuti ucapan Jibril. Dan Allah akan menurunkan kepadanya suatu Kitab yang akan menjadi petunjuk bagi manusia.
    Maksudnya, bahwa Allah yang menjadikan dan menciptakan seluruh makhluk Nya dari tidak ada kepada ada, sanggup menjadikan Nabi-Nya pandai membaca tanpa belajar.

    2 Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah.(QS. 96:2)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al ‘Alaq 2
    خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2)
    Dalam ayat ini Allah mengungkapkan cara bagaimana ia menjadikan manusia, yaitu manusia sebagai makhluk yang mulia dijadikan Allah dari sesuatu yang melekat dan diberinya kesanggupan untuk menguasai segala sesuatu yang ada di bumi ini serta menundukkannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang diberikan Allah kepadanya. Dan Dia berkuasa pula menjadikan insan kamil di antara manusia, seperti Nabi SAW. yang pandai membaca walaupun tanpa belajar.
    3 Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah,(QS. 96:3)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al ‘Alaq 3

    اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3)

    Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kembali Nabi-Nya untuk membaca, karena bacaan tidak dapat melekat pada diri seseorang kecuali dengan mengulang-ngulangi dan membiasakannya, maka seakan-akan perintah mengulangi bacaan itu berarti mengulang-ulangi bacaan yang dibaca dengan demikian isi bacaan itu menjadi satu dengan jiwa Nabi SAW. sesuai dengan maksud firman Allah dalam ayat yang lain:

    سنقرئك فلا تنسى

    Artinya:
    Kami akan membacakan (Alquran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa. (Q.S. Al ‘Alaq: 6)
    Nabi SAW. dapat membaca adalah dengan kemurahan Allah. Dia mengabulkan permintaan orang-orang yang meminta kepada-Nya, maka dengan limpahan karunia-Nya dijadikan Nabi-Nya pandai membaca. Dengan demikian hilanglah keuzuran Nabi SAW. yang beliau kemukakan kepada Jibril ketika menyuruh beliau membaca: “Saya tidak pandai membaca, karena saya seorang buta huruf yang tak pandai membaca dan menulis”.

    4 Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.(QS. 96:4)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al ‘Alaq 4
    الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4)
    Kemudian dengan ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia menyediakan kalam sebagai alat untuk menulis, sehingga tulisan itu menjadi penghubung antar manusia walaupun mereka berjauhan tempat. sebagaimana mereka berhubungan dengan perantaraan lisan. Kalam sebagai benda padat yang tidak dapat bergerak dijadikan alat informasi dan komunikasi, maka apakah sulitnya bagi Allah menjadi Nabi-Nya sebagai manusia pilihan-Nya bisa membaca, berorientasi dan dapat pula mengajar.
    Allah menyatakan bahwa Dia menjadikan manusia dari ‘Alaq lalu diajarinya berkomunikasi dengan perantaraan kalam. Pernyataan ini menyatakan bahwa manusia diciptakan dari sesuatu bahan hina dengan melalui proses, sampai kepada kesempurnaan sebagai manusia sehingga dapat mengetahui segala rahasia sesuatu, maka seakan-akan dikatakan kepada mereka, “Perhatikanlah hai manusia bahwa engkau telah berubah dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling mulia, hal mana tidak mungkin terjadi kecuali dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana menciptakan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.

    Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al ‘Alaq 4
    الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4)
    (Yang mengajar) manusia menulis (dengan qalam) orang pertama yang menulis dengan memakai qalam atau pena ialah Nabi Idris a.s.

    5 Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. 96:5)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al ‘Alaq 5
    عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
    Kemudian dalam ayat ini Allah menambahkan keterangan tentang limpahan karunia-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya pandai membaca. Dialah Tuhan yang mengajar manusia bermacam-macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya yang menyebabkan dia lebih utama dari pada binatang-binatang, sedangkan manusia pada permulaan hidupnya tidak mengetahui apa-apa. Oleh sebab itu apakah menjadi suatu keanehan bahwa Dia mengajar Nabi-Nya pandai membaca dan mengetahui bermacam-macam ilmu pengetahuan serta Nabi SAW. sanggup menerimanya.
    Dengan ayat-ayat ini terbuktilah tentang tingginya nilai membaca, menulis dan berilmu pengetahuan. Andaikata tidak karena kalam niscaya banyak ilmu pengetahuan yang tidak terpelihara dengan baik. banyak penelitian yang tidak tercatat dan banyak ajaran agama hilang pengetahuan orang dahulu kala tidak dapat dikenal oleh orang-orang sekarang baik ilmu, seni dan ciptaan-ciptaan mereka.
    Demikian pula tanpa pena tidak dapat diketahui sejarah orang-orang yang berbuat baik atau yang berbuat jahat dan tidak ada pula ilmu pengetahuan yang menjadi pelita bagi orang-orang yang datang sesudah mereka. Lagi pula ayat ini sebagai bukti bahwa manusia yang dijadikan dari benda mati yang tidak berbentuk dan tidak berupa dapat dijadikan Allah menjadi manusia yang sangat berguna dengan mengajarinya pandai menulis, berbicara dan mengetahui semua macam ilmu yang tidak pernah diketahuinya.

    http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=96

    =============================================================

    Hadits 4: Wahyu Turun Berturut-turut Setelah Terputus Sementara

    عَنْ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِىَّ قَالَ – وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ فَتْرَةِ الْوَحْىِ فَقَالَ – فِى حَدِيثِهِ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِى إِذْ سَمِعْتُ صَوْتًا مِنَ السَّمَاءِ ، فَرَفَعْتُ بَصَرِى فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِى جَاءَنِى بِحِرَاءٍ جَالِسٌ عَلَى كُرْسِىٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ ، فَرُعِبْتُ مِنْهُ ، فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ زَمِّلُونِى . فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ( يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ * قُمْ فَأَنْذِرْ ) إِلَى قَوْلِهِ ( وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ ) فَحَمِىَ الْوَحْىُ

    Jabir bin Abdullah Al-Anshari berkata, Rasulullah menceritakan tentang terputusnya wahyu dengan sabdanya: “Pada suatu hari ketika aku sedang berjalan-jalan, tiba-tiba terdengar suatu suara dari langit. Maka kuangkat pandanganku ke arah datangnya suara itu. Kelihatan olehku malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hira dahulu. Dia duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku terperanjat karenanya, lalu pulang. Aku berkata kepada Khadijah, ‘Selimuti aku!’ Lalu Allah menurunkan ayat, “Hai orang-orang yang berselimut! Bangunlah! Maka berilah peringatan dan agungkanlah Tuhanmu. Bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah berhala.’ Maka semenjak itu wahyu turun berturut-turut.”

    Hadits di atas adalah hadits ke-4 dalam Shahih Bukhari (صحيح البخارى), di bawah Kitab Bad’il Wahyi (كتاب بدء الوحى) (Permulaan Turunnya Wahyu). Hadits tersebut menceritakan mengenai turunnya wahyu berturut-turut setelah terputus untuk sementara.

    Penjelasan Hadits
    Sebagaimana disebutkan pada hadits ke-3, bahwa setelah Muhammad SAW menerima wahyu di Gua Hira lalu diajak Khadijah menemui Waraqah, setelah itu wahyu terputus untuk sementara waktu.

    Wahyu kemudian turun lagi kepada Muhammad SAW. Berupa surat Al-Muddatsir ayat 1-5:

    يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ * قُمْ فَأَنْذِرْ * وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ * وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ * وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ

    Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (QS. Al-Muddatstsir : 1-5)

    Banyak ulama yang menjelaskan bahwa Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dengan wahyu “Iqra” di gua hira, dan beliau diangkat menjadi Rasul dengan Surat Al-Muddatsir ayat 1-5 ini. Ibnu Qayyim termasuk yang berpendapat seperti ini.

    Mengenai ayat yang turun kepada beliau ini, Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury menjelaskan:
    1. Tujuan diperintahkannya beliau untuk memberi peringatan adalah agar tidak tersisa seorang pun yang menyelisihi Allah di alam ini, kecuali sudah mendapatkan peringatan tentang akibatnya yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala (adzab).
    2. Tujuan diagungkannya Allah adalah agar tidak tersisa pada seorang pun kesombongan di muka bumi ini kecuali akan hancur kekuatannya.
    3. Tujuan disucikannya pakaian dan dijauhinya kejelekan adalah agar mencapai kesucian (tazkiyyah) lahir dan batin hingga menjadi teladan tinggi bagi manusia.

    Ibnu Hajar Al-Asqalani saat menjelaskan hadits ini di dalam Fathul Bari tidak mengemukakan penjelasan yang panjang sebagaimana hadits-hadits sebelumnya. Dalam keterangannya yang singkat, Ibnu Hajar mengemukakan bahwa ada pendapat yang mengatakan bahwa pakaian (ثِيَابَكَ) dalam ayat ini berarti jiwa, maka dari itu cara membersihkannya adalah dengan menjauhi perangai yang buruk dan sifat-sifat yang tercela. Sedangkan lafazh rajzu (َالرُّجْزُ) berarti berhala. Menurut bahasa rajzu artinya adzab atau siksaan, dan berhala dinamakan razju, karena penyembahan berhala menyebabkan orang mendapat siksa.

    Wahyu turun berturut-turut (فَحَمِىَ الْوَحْىُ) menurut Ibnu Hajar artinya adalah wahyu datang terus menerus dan berangsur-angsur.

    Pelajaran Hadits:
    Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
    1. Setelah ayat “Iqra'” turun di gua hira dan Muhammad SAW mengetahui kenabiannya, wahyu terputus untuk sementara waktu
    2. Malaikat bisa memposisikan diri diantara langit dan bumi dengan izin Allah, namun hakikatnya (cara duduknya, wujudnya, dan sebagainya) bukan wilayah akal kita
    3. Wahyu yang turun setelah sebelumnya terputus adalah surat Al-Muddatstsir ayat 1-5 yang sekaligus mengangkat Muhammad SAW sebagai Rasul dan memulai dakwahnya
    4. Allah mewahyukan Rasulullah di awal misinya sebagai Nabi dan Rasul dengan hal-hal yang paling mendasar berupa tauhid dan penyucian jiwa (tazkiyatun nafs).
    5. Setelah turunnya surat Al-Muddatstsir ini, wahyu kemudian turun kepada Rasulullah secara terus menerus dengan cara berangsur-angsur.

    Demikian hadits ke-4 Shahih Bukhari dan penjelasannya, semoga bermanfaat untuk menambah pemahaman Islam kita. Wallaahu a’lam bish shawab. []

    http://muchlisin.blogspot.com/2010/05/hadits-4-wahyu-turun-berturut-turut.html

    =============================================================

    Rabu, 24 Februari 2010

    Ayat yang Kedua

    WAHYU TEPUTUS
    Tentang Jangka waktu terputusnya wahyu, Ibnu Sa’d meriwayatkan dariIbnu Abbas, yang intinya menjelaskan bahwa jangka waktunya adalah beberapa hari, Inilah pendapat yang kuat dan bahkan yang bisa dipastikan, setelah mengadakan penyelidikan dari segala sisi. Pendapat yang banyak menyebar, bahwa masa terputusnya wahyu itu berlangsung selama tiga tahun atau dua setengah tahun, merupakan pendapat yang tidak benar. Namun bukan disini tempatnya untuk menyanggah pendapat ini secara rinci.

    Pada masa – masa terputusnya wahyu itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya diam dalam keadaan termenung sedih. Rasa kaget dan bingung melingkupi diri beliau. Al-Bukhary meriwayatkan didalam kitabut-Ta’bir, yang isinya sebagai berikut: Wahyu terputus selang beberapa waktu, hingga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dirundung kedukaan seperti halnya diri kita yang sedang berduka. Beberapa kali beliau pergi kepuncak gunung agar mati saja disana. Tapi setiap kali beliau sudah mencapai puncaknya dan terbesit keinginan untuk terjun dari sana, muncul bayangan Jibril yang berkata kepada beliau, “Wahai Muhammad, engkau adalah benar – benar Rasul Allah.” Dengan begitu hati dan jiwa beliau menjadi tenang kembali. Setelah itu beliau pulang kembali. Jika kevakuman wahyu itu berselang lagi, maka beliau melakukan hal sama. Namun selagi sudah tiba dipuncak gunung, tiba – tiba muncul bayangan Jibril dan mengatakan hal yang sama.

    Jibril Turun Membawa Wahyu untuk Kedua kalinya
    Ibnu Hajar menuturkan, selama wahyu terputus untuk beberapa hari lamanya, beliau ingin ketakutan dan kedukaannya segera sirna dan kembali seperti sebelumnya. Tatkala bayangan – bayangan kebingungan mulai surut, tanda – tanda kebenaran mulai membias, dan beliau menyadari secara yakin bahwa beliau benar – benar menjadi seorang Nabi Allah Yang Maha Besar dan Mahatinggi, bahwa yang mendatangi beliau duta pembawa wahyu yang menyampaikan pengabaran langit, kegelisahan dan penantiannya terhadap kedatangan wahyu merupakan sebab keteguhan hatinya jika wahyu itu datang lagi, Maka Jibril benar – benar datang lagi kedua kalinya.

    Al-Bukhary meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menuturkan masa turunya wahyu. Beliau bersabda, “Tatkala aku sedang berjalan, tiba – tiba kudengar sebuah suara yang berasal dari langit. Aku mendongakkan pandangan ke arah langit. Ternyata di sana ada malaikat yang mendatangiku di gua Hira’, sedang duduk di sebuah kursi, menggantung diantara langit dan bumi. Aku mendekatinya hingga tiba – tiba aku terjerembab ke atas tanah. Kemudian aku menemui keluargaku dan kukatakan, Selimutilah aku, selimutilah aku!”

    Lalu Allah menurunkan surat Al-Muddatstsir: 1-5.

    يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
    Hai orang yang berkemul (berselimut),
    قُمْ فَأَنْذِرْ
    bangunlah, lalu berilah peringatan!
    وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
    dan Tuhanmu agungkanlah,
    وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
    dan pakaianmu bersihkanlah,
    وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
    dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah,

    Setelah itu wahyu datang secara berturut – turut, nantikan artikel – artikel mengenai Sirah Nabawiyah berikutnya semoga bermanfaat.

    Di sadur dari Buku Sirah Nabawiyah karangan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury”,

    Diposkan oleh Rossy R di 16.41 0 komentar

    =============================================================

    Tafsir Surat : AL-MUDDATSTSIR


    1 Hai orang yang berkemul (berselimut),(QS. 74:1)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Muddatstsir 1 – 2
    يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2)
    Pada ayat ini Allah SWT, menerangkan peristiwa turunnya surah ini. Perincian peristiwa itu diterangkan Rasulullah SAW sebagai berikut; Setelah sebulan lamanya aku berada di gua Hira’ (untuk ber tahannus mencari kebenaran) dan aku bermaksud hendak meninggalkannya, tiba-tiba terdengar suara memanggilku. Aku lihat ke kiri dan ke kanan, namun aku tidak melihat apa-apa Kemudian ke belakang tetapi tidak aku lihat sesuatupun Lalu aku tengadahkan kepalaku ke atas, tiba-tiba aku menangkap bayangan dari malaikat (Jibril) yang sedang duduk di kursi antara langit dan bumi. Malaikat itu sedang berdoa kepada Allah. Aku begitu takut dan segera meninggalkan gua Hira’. Karena itu aku buru-buru pulang dan segera menemui Khadijah dan mengatakan : “Dassiruni dassiruni” kemulkan aku, kemulkan aku, hai Khadijah dan tolong basahi tubuhku dengan air dingin”. Khadijah memenuhi permintaanku. Ketika aku tertidur berkemul kain yang menutupi seluruh tubuh, turunlah ayat, “Hai orang yang berkemul, bangunlah lalu berilah peringatan… dan … perbuatan dosa tinggalkanlah”. Nabi Muhammad SAW sedang berkemul dengan selimut karena diliputi perasaan takut melihat rupa malaikat Jibril turunlah wahyu yang pertama kali, yang memerintahkan agar segera bangun dan memperingatkan umat yang masih sesat itu supaya mereka mengenal jalan yang benar.
    Perkataan “qum” (bangunlah) menunjukkan bahwa seorang Rasul harus rajin, ulet dan tidak mengenal putus asa karena ejekan orang yang tidak senang menerima seruannya. Rasul tidak boleh malas dan berpangku tangan. Begitulah beliau semenjak turunnya ayat ini tidak pernah berhenti melakukan tugas dakwah. Hal itu dilakukan sepanjang hidup beliau dengan berbagai macam kegiatan yang berguna bagi kepentingan umat dan penyiaran agama Islam.
    Adapun peringatan-peringatan yang disampaikan beliau kepada penduduk Mekah yang masih musyrik pada waktu itu, berupa peringatan betapa kerasnya siksaan Allah di Hari Kiamat kelak. Demi menyelamatkan diri dari azab tersebut hendaklah manusia mengenal Allah dan patuh mengikuti perintah Rasulullah SAW.

    Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Muddatstsir 1
    يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1)
    (Hai orang yang berselimut!) yakni Nabi saw. Bentuk asal lafal al-muddatstsir ialah al-mutadatstsir, kemudian huruf ta diidgamkan kepada huruf dal sehingga jadilah al-Muddatstsir, artinya orang yang menyelimuti dirinya dengan pakaiannya sewaktu wahyu turun kepadanya.

    2 bangunlah, lalu berilah peringatan!(QS. 74:2)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Maaf, Belum tersedia …atau lihat pada ayat sebelumnya…
    3 Dan Tuhanmu agungkanlah,(QS. 74:3)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Muddatstsir 3
    وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3)
    Ayat ini memerintahkan agar Nabi Muhammad SAW mengagungkan Allah dengan bertakbir dan menyerahkan segala urusan kepada kehendak-Nya saja. Jangan mencari pertolongan selain kepada-Nya.
    Membesarkan Allah dengan segenap jiwa dan raga tentu menumbuhkan kepribadian yang tangguh dan tak mudah tergoyahkan, sebab manusia yang beriman memandang bahwa tidak ada yang ditakuti selain Allah saja. Sikap ini perlu dihayati oleh seseorang dai (juru dakwah) yang tugasnya sehari-hari mengajak manusia ke jalan Allah.
    Takbir (membaca Allahu Akbar ) memang luas artinya bagi orang yang tahu dan menyadari maknanya.
    Ayat ini juga mengandung arti bahwa Nabi Muhammad SAW diperintahkan supaya bertakbir yaitu membesarkan nama Tuhan-Nya melebihi dari segala sesuatu yang ada. Sebab setelah manusia mengenal pencipta alam dan dirinya sendiri dan yakin bahwa pencipta itu memang ada, maka hendaklah dia membersihkan zat-Nya dari segala tandingan-Nya. Bila tidak demikian, orang musyrikpun mengagungkan nama tuhan mereka, akan tetapi keagungan yang berserikat dengan zat-zat lain.
    Ringkasnya membesarkan Allah berarti mengagungkan-Nya dalam ucapan dan perbuatan. Menyerahkan segala urusan hanya kepada-Nya saja, beribadah dan membersihkan zat-Nya dari segala yang mempersekutukan-Nya dan kepada-Nya lah tempat menggantungkan harapan. Kalau dipenuhi unsur-unsur yang demikian dalam cara membesarkan Allah, barulah sempurna penghayatan iman bagi seorang mukmin.
    4 dan pakaianmu bersihkanlah,(QS. 74:4)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Muddatstsir 4
    وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4)
    Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW supaya membersihkan pakaian. Makna membersihkan pakaian menurut sebagian ahli tafsir adalah
    a. Membersihkan pakaian dari segala najis dan kotoran, karena bersuci dengan maksud beribadah wajib hukumnya, dan selain beribadah sunah hukumnya. Ketika sahabat Ibnu `Abbas ditanya orang tentang maksud ayat ini, beliau menjawab bahwa, firman Allah tersebut berarti larangan memakai pakaian untuk perbuatan dosa dan penipuan. Jadi menyucikan pakaian adalah membersihkannya dari najis dan kotoran. Dan pengertian yang lebih luas lagi, yakni membersihkan tempat tinggal dan lingkungan hidup dari segala bentuk kotoran, sampah dan lain-lain, sebab dalam pakaian dan tubuh serta lingkungan yang kotor banyak terdapat dosa. Sebaliknya dengan membersihkan badan, tempat tinggal dan lain-lain berarti berusaha menjauhkan diri dari dosa. Demikianlah para ulama Syafi’iyah mewajibkan membersihkan pakaian dari najis bagi orang yang hendak salat. Begitulah Islam mengharuskan para pengikutnya selalu hidup bersih, karena kebersihan jasmani mengangkat manusia kepada akhlak yang mulia.
    b. Membersihkan pakaian berarti membersihkan rohani dari segala watak dan sifat-sifat tercela. Khusus buat Nabi, ayat ini memerintahkan beliau menyucikan nilai-nilai nubuat (kenabian) yang dipikulnya dari segala yang mengotorkannya (dengki, sempit dada, pemarah dan lain-lain). Pengertian kedua ini bersifat kiasan (majazi), dan memang dalam bahasa Arab terkadang-kadang menyindir orang yang tidak menepati janji dengan memakai perkataan, “Dia suka mengotorkan baju (pakaian)-Nya”. Dan kalau orang yang suka menepati janji selalu dipuji dengan ucapan, “Dia suka membersihkan baju (pakaian)-Nya”.
    Ringkasnya ayat ini memerintahkan agar membersihkan diri, pakaian dan lingkungan dari segala najis, kotoran, sampah dan lain-lain. Di samping itu juga berarti perintah memelihara kesucian dan kehormatan pribadi dari segala perangai yang tercela.
    5 dan perbuatan dosa tinggalkanlah,(QS. 74:5)
    ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Muddatstsir 5
    وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5)
    Dalam ayat ini Nabi Muhammad SAW diperintahkan supaya meninggalkan perbuatan dosa seperti menyembah berhala atau patung. Rujza sendiri berarti siksaan, dan dalam hal ini yang dimaksudkan ialah perintah menjauhkan segala sebab yang mendatangkan siksaan itu, yakni perbuatan maksiat termasuk yang dilarang oleh ayat ini ialah mengerjakan segala macam perbuatan yang menyebabkan perbuatan maksiat.
    Membersihkan diri dari dosa apalagi bagi seorang dai adalah suatu kewajiban sebab kalau diri sang dai sendiri diketahui cacat dan aibnya oleh masyarakat, sulitlah perkataan dan nasihatnya diterima orang. Bahkan mubalig yang pandai memelihara diri sekalipun pasti menghadapi dua bentuk tantangan, yakni:
    a. Boleh jadi orang yang diajak dan diserunya ke jalan Allah akan menepuk dada, memperlihatkan kesombongannya, sehingga merasa tidak butuh lagi dengan nasihat. Dengan kekayaan, ilmu pengetahuan atau kedudukan yang tinggi yang dimilikinya, ia merasa tak perlu lagi diajak ke jalan Allah.
    b. Mungkin pula sang dai dimusuhi oleh penguasa dan yang tidak senang kepadanya. Sang dai akan diusir, disiksa, diperkosa hak-haknya, diintimidasi, dilarang atau dihalang-halangi menyampaikan dakwah dan menegakkan yang hak. Semuanya itu merupakan akibat yang harus dihadapi bagi siapa saja yang berjihad di jalan Allah. Dan memelihara diri dari segala tindakan dan perkataan yang melunturkan nama baik di mata masyarakat adalah sebagian dari ikhtiar dalam rangka mencapai sukses dakwah yang diharapkan.

    http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=74

    =============================================================

    Cara pewahyuan Al-Qur’an

    Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

    Ini adalah halaman drafTerkini (belum ditinjau)
    Langsung ke: navigasi, cari

    Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Dalam proses pewahyuannya, terdapat beberapa cara untuk menyampaikan wahyu yang dibawa Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad, diantaranya:

    • Malaikat Jibril memasukkan wahyu ke dalam hati Nabi. Dalam hal ini, Nabi tidak melihat sesuatu apapun, hanya merasa bahwa wahyu itu sudah berada di dalam kalbunya. Mengenai hal ini, Nabi mengatakan: Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam kalbuku, [1].
    • Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi menjadi seorang lelaki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga Nabi mengetahui dan dapat menghafal kata-kata itu.
    • Wahyu datang kepada Nabi seperti gemerincingnya lonceng. Cara ini dirasakan paling berat bagi Nabi. Kadang pada keningnya berkeringat, meskipun turunnya wahyu di musim dingin. Kadang unta Baginda Nabi terpaksa berhenti dan duduk karena merasa berat bila wahyu turun ketika Nabi sedang mengendarai unta.
    • Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki, tetapi benar-benar sebagaimana rupa aslinya[2].

    [sunting] Referensi

     
  • SERBUIFF 8:09 am on 01/09/2010 Permalink | Reply
    Tags: Awal perubahan sosial di bawah Islam   

    Awal perubahan sosial di bawah Islam 

    Awal perubahan sosial di bawah Islam

    From Wikipedia, the free encyclopedia Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas

    Muhammad callig.gif
    Prophet of Islam Nabi Islam
    Muhammad Muhammad


    Life Kehidupan
    Companions · Family tree · In Mecca · In Medina · Conquest of Mecca · The Farewell Sermon · Succession Sahabat · Keluarga pohon · Di Mekah · Di Madinah · Pembebasan Mekkah · Perpisahan Khotbah · Suksesi


    Career Karier
    Diplomatic career · Family · Wives · Military career Diplomatik karir · Keluarga · Istri · karir militer


    Succession Penggantian
    Farewell Pilgrimage · Pen and paper · Saqifah · General bay’ah Haji Wada · Pen dan kertas · Saqifah · Umum bay’ah


    Interactions with Interaksi dengan
    Slaves · Jews · Christians Budak · Yahudi · Kristen


    Perspectives Perspektif
    Muslim ( Poetic and Mawlid ) · Medieval Christian · Historicity · Criticism · Depictions Muslim ( Puitis dan Maulid ) · Abad Pertengahan Kristen · Historisitas · Kritik · Penggambaran

    vde vde

    Many social changes took place under Islam between 610 and 661, including the period of Muhammad ‘s mission and the rule of his four immediate successors who established the Rashidun Caliphate . Banyak perubahan sosial yang berlangsung di bawah Islam antara 610 dan 661, termasuk periode Muhammad misi dan aturan-nya empat penerus langsung yang mendirikan kekhalifahan Khulafaur Rasyidin .

    According to William Montgomery Watt , for Muhammad, religion was not a private and individual matter but rather “the total response of his personality to the total situation in which he found himself. He was responding [not only]… to the religious and intellectual aspects of the situation but also the economic, social, and political pressures to which contemporary Mecca was subject.” [ 1 ] Menurut William Montgomery Watt , Muhammad, agama bukan urusan pribadi dan individu melainkan “respon total kepribadiannya total pada situasi di mana dia menemukan dirinya. Ia menanggapi [tidak hanya] … untuk agama dan aspek intelektual dari situasi, tetapi juga, sosial, dan politik tekanan ekonomi yang kontemporer Mekah adalah subjek “. [1]

    Bernard Lewis says that there are two important political traditions in Islam – one that views Muhammad as a statesman in Medina , and another that views him as a rebel in Mecca. Bernard Lewis mengatakan bahwa ada dua tradisi politik yang penting dalam Islam – yang dilihat Muhammad sebagai negarawan di Madinah , dan lain yang dilihat sebagai seorang pemberontak di Mekah. He sees Islam itself as a type of revolution that greatly changed the societies into which the new religion was brought. [ 2 ] Dia melihat Islam itu sendiri sebagai suatu jenis revolusi yang sangat berubah menjadi masyarakat agama baru yang dibawa. [2]

    Historians generally agree that Islamic social reforms in areas such as social security , family structure, slavery and the rights of women and ethnic minorities improved on what was present in existing Arab society. [ 2 ] [ 3 ] [ 4 ] [ 5 ] [ 6 ] [ 7 ] For example, according to Lewis, Islam “from the first denounced aristocratic privilege, rejected hierarchy , and adopted a formula of the career open to the talents.” [ 2 ] Para sejarawan umumnya sepakat bahwa reformasi sosial Islam di berbagai bidang seperti jaminan sosial , keluarga struktur, perbudakan dan hak-hak dari perempuan dan etnis minoritas ditingkatkan pada apa yang ada hadir di Arab masyarakat. [2] [3] [4] [5] [6 ] [7] Sebagai contoh, menurut Lewis, Islam “dari yang pertama mencela aristokrat hak istimewa, ditolak hirarki , dan mengadopsi formula dari karir terbuka untuk bakat “. [2]

    Contents Isi

    [hide]

    //

    [ edit ] Advent of Islam [ sunting ] Adven Islam

    Bernard Lewis believes that the advent of Islam was a revolution which only partially succeeded due to tensions between the new religion and very old societies that the Muslims conquered. Bernard Lewis berpendapat bahwa kedatangan Islam adalah sebuah revolusi yang hanya sebagian berhasil karena ketegangan antara agama baru dan lama masyarakat sangat bahwa Muslim menaklukkan. He thinks that one such area of tension was a consequence of what he sees as the egalitarian nature of Islamic doctrine. Dia berpikir bahwa satu wilayah seperti ketegangan adalah akibat dari apa yang ia lihat sebagai sifat egaliter dari ajaran Islam. Islam from the first denounced aristocratic privilege, rejected hierarchy, and adopted a formula of the career open to the talents. Islam dari yang pertama mencela keistimewaan aristokratis, ditolak hirarki, dan mengadopsi formula karir terbuka untuk bakat. Lewis however notes that the equality in Islam was restricted to free adult male Muslims, but even that “represented a very considerable advance on the practice of both the Greco-Roman and the ancient Iranian world.” [ 2 ] Namun Lewis mencatat bahwa kesetaraan dalam Islam dibatasi untuk laki-laki Muslim dewasa bebas, tapi bahkan itu “mewakili kemajuan yang sangat besar pada praktek baik Yunani-Romawi dan Iran kuno dunia “. [2]

    Bernard Lewis writes about the significance of Muhammad’s achievements: [ 8 ] Bernard Lewis menulis tentang pentingnya’s prestasi Muhammad: [8]

    “ “ He had achieved a great deal. Dia telah mencapai banyak. To the pagan peoples of western Arabia he had brought a new religion which, with its monotheism and its ethical doctrines, stood on an incomparably higher level than the paganism it replaced. Untuk orang kafir barat Saudi ia membawa agama baru yang, dengan monoteisme dan doktrin etis, berdiri pada tingkat yang tak terbandingkan lebih tinggi daripada paganisme diganti. He had provided that religion with a revelation which was to become in the centuries to follow the guide to thought and count of countless millions of Believers. Dia telah menyediakan bahwa agama dengan wahyu yang menjadi dalam berabad-abad untuk mengikuti panduan untuk pikiran dan hitungan yang tak terhitung jumlahnya jutaan kaum beriman. But he had done more than that; he had established a community and a well organized and armed state, the power and prestige of which made it a dominant factor in Arabia Tapi dia telah melakukan lebih dari itu, ia telah membentuk masyarakat dan negara terorganisir dan bersenjata, kekuatan dan prestise yang membuatnya menjadi faktor dominan di Arab ” “

    [ edit ] Constitution of Medina [ sunting ] Konstitusi Madinah

    Main article: Constitution of Medina Artikel utama: Konstitusi Madinah

    The Constitution of Medina , also known as the Charter of Medina , was drafted by Muhammad in 622. The Konstitusi Madinah , juga dikenal sebagai Piagam Madinah, dirancang oleh Muhammad di 622. It constituted a formal agreement between Muhammad and all of the significant tribes and families of Yathrib (later known as Medina), including Muslims, Jews , and pagans . [ 9 ] [ 10 ] The document was drawn up with the explicit concern of bringing to an end the bitter inter tribal fighting between the clans of the Aws ( Banu Aus ) and Banu Khazraj within Medina. Ini merupakan kesepakatan formal antara Muhammad dan semua suku yang signifikan dan keluarga Yatsrib (kemudian dikenal sebagai Madinah), termasuk Muslim, Yahudi , dan orang-orang kafir . [9] [10] Dokumen tersebut disusun dengan memperhatikan eksplisit membawa ke sebuah akhir pahit antar suku pertempuran antara klan dari Aws ( Bani Aus ) dan Banu Khazraj di Madinah. To this effect it instituted a number of rights and responsibilities for the Muslim, Jewish, and pagan communities of Medina bringing them within the fold of one community-the Ummah . [ 11 ] Untuk efek ini melembagakan sejumlah hak dan tanggung jawab bagi Muslim, Yahudi, dan komunitas pagan Madinah membawa mereka dalam satu komunitas lipatan-para umat . [11]

    The precise dating of the Constitution of Medina remains debated but generally scholars agree it was written shortly after the hijra (622). [ 12 ] It effectively established the first Islamic state. Penanggalan yang tepat dari Konstitusi Madinah masih diperdebatkan tetapi umumnya ulama setuju itu ditulis tidak lama setelah hijrah (622). [12] secara efektif mendirikan negara Islam pertama. The Constitution established: the security of the community, religious freedoms, the role of Medina as a haram or sacred place (barring all violence and weapons), the security of women, stable tribal relations within Medina, a tax system for supporting the community in time of conflict, parameters for exogenous political alliances, a system for granting protection of individuals, a judicial system for resolving disputes, and also regulated the paying of blood-wite (the payment between families or tribes for the slaying of an individual in lieu of lex talionis ). Konstitusi didirikan: keamanan masyarakat, kebebasan agama, peran Madinah sebagai haram atau tempat suci (pembatasan semua kekerasan dan senjata), keamanan perempuan, hubungan suku stabil dalam Madinah, sistem pajak untuk mendukung masyarakat dalam waktu konflik, parameter untuk aliansi politik eksogen, sistem pemberian perlindungan terhadap individu, sebuah sistem peradilan untuk menyelesaikan sengketa, dan juga mengatur membayar dari darah-wite (pembayaran antara keluarga atau suku untuk membunuh individu di ganti lex talionis ).

    [ edit ] Social reforms [ sunting ] reformasi Sosial

    Muhammad preached against what he saw as the social evils of his day, Encyclopedia of World History states. [ 13 ] Muhammad berkhotbah menentang apa yang dilihatnya sebagai kejahatan sosial pada zamannya, Ensiklopedia Sejarah Dunia negara. [13]

    [ edit ] Practices [ sunting ] Praktek

    John Esposito sees Muhammad as a reformer who condemned practices of the pagan Arabs such as female infanticide , exploitation of the poor, usury , murder , false contracts , fornication , adultery , and theft . [ 14 ] He states that Muhammad’s “insistence that each person was personally accountable not to tribal customary law but to an overriding divine law shook the very foundations of Arabian society… Muhammad proclaimed a sweeping program of religious and social reform that affected religious belief and practices, business contracts and practices, male-female and family relations”. [ 15 ] Esposito holds that the Qur’an ‘s reforms consist of “regulations or moral guidance that limit or redefine rather than prohibit or replace existing practices.” John Esposito melihat Muhammad sebagai pembaharu yang mengutuk praktek-praktek Arab pagan seperti pembunuhan bayi perempuan , eksploitasi kaum miskin, riba , pembunuhan , palsu kontrak , percabulan , perzinahan , dan pencurian . [14] Ia menyatakan bahwa Muhammad “penegasan bahwa setiap orang secara pribadi bertanggung jawab untuk tidak hukum adat suku tapi ke utama hukum ilahi mengguncang dasar-dasar masyarakat Arab … Muhammad menyatakan program pembersihan dan reformasi sosial keagamaan yang mempengaruhi keyakinan agama dan praktik, bisnis kontrak dan praktek, laki-laki dan perempuan hubungan keluarga “. [15] Esposito berpendapat bahwa Al Qur’an reformasi s ‘terdiri dari “peraturan atau bimbingan moral atau mendefinisikan kembali batas itu bukan melarang atau mengganti praktik yang ada.” He cites slavery and women’s status as two examples. Dia mengutip perbudakan dan status perempuan sebagai dua contoh.

    According to some scholars, Muhammad’s condemnation of infanticide was the key aspect of his attempts to raise the status of women. [ 7 ] Regarding the prevalence of this practice, we know it was “common enough among the pre-Islamic Arabs to be assigned a specific term, waʾd[ 16 ] A much cited verse the Qur’an that addresses this practice is: “When the sun shall be darkened, when the stars shall be thrown down, when the mountains shall be set moving, when the pregnant camels shall be neglected, when the savage beasts shall be mustered, when the seas shall be set boiling, when the souls shall be coupled, when the buried infant shall be asked for what sin she was slain , when the scrolls shall be unrolled…” [ Qur’an 81:1 ] [ 7 ] Menurut beberapa ulama, yang mengutuk Muhammad infantisida adalah aspek kunci dari upaya untuk meningkatkan status perempuan. [7] Mengenai prevalensi dari praktik ini, kami tahu itu “cukup umum di kalangan Islam Arab pra untuk diberi istilah tertentu, wa ʾ d[16] Sebuah banyak dikutip ayat Al Qur’an bahwa alamat praktek ini adalah: “Ketika matahari akan menjadi gelap, apabila bintang-bintang akan dilemparkan ke bawah, ketika gunung-gunung akan diatur bergerak, saat hamil unta harus diabaikan, apabila binatang-binatang buas harus mengerahkan, apabila lautan akan diatur mendidih, ketika jiwa harus digabungkan, ketika bayi dikubur akan ditanya untuk apa dosa apakah dia dibunuh, ketika akan membuka gulungan gulungan … “[ Qur’an 81:1 ] [7]

    [ edit ] Social security [ sunting ] Jaminan sosial

    William Montgomery Watt states that Muhammad was both a social and moral reformer. William Montgomery Watt menyatakan bahwa Muhammad adalah baik reformis sosial dan moral. He asserts that Muhammad created a “new system of social security and a new family structure, both of which were a vast improvement on what went before. By taking what was best in the morality of the nomad and adapting it for settled communities, he established a religious and social framework for the life of many races of men.” [ 17 ] Dia menegaskan bahwa Muhammad menciptakan sistem “jaminan sosial baru dan struktur keluarga baru, yang keduanya merupakan kemajuan besar pada apa yang terjadi sebelumnya. Dengan mengambil apa yang terbaik dalam moralitas nomad dan mengadaptasi untuk masyarakat menetap, ia mendirikan dan kerangka kerja sosial keagamaan bagi kehidupan dari berbagai ras manusia. ” [17]

    In pre-Islamic Arabia, upon capture, those captives not executed, were made to beg for their subsistence. Dalam Arab pra-Islam, setelah menangkap, mereka tawanan tidak dieksekusi, dibuat untuk mengemis subsistensi mereka. During his life, Muhammad changed this custom and made it the responsibility of the Islamic government to provide food and clothing, on a reasonable basis, to captives, regardless of their religion. Selama hidupnya, Muhammad mengubah kebiasaan ini dan membuatnya menjadi tanggung jawab pemerintah Islam untuk menyediakan makanan dan pakaian, atas dasar memadai, untuk tawanan, tanpa memandang agama mereka. If the prisoners were in the custody of a person, then the responsibility was on the individual. [ 18 ] Jika para tahanan berada di bawah pengawasan seseorang, kemudian tanggung jawab itu pada individu. [18]

    [ edit ] Slavery [ sunting ] Perbudakan

    Main article: Islam and slavery Artikel utama: Islam dan perbudakan

    A slave market in Islamic Yemen . Sebuah pasar budak di Islam Yaman .

    The Qur’an makes numerous references to slavery ( [ Qur’an 2:178 ] , [ Qur’an 16:75 ] , [ Qur’an 30:28 ] ), regulating but thereby also implicitly accepting this already existing institution. Alquran membuat banyak referensi untuk perbudakan ([ Qur’an 2:178 ], [ Alquran 16:75 ], [ Qur’an 30:28 ]), namun demikian juga mengatur secara implisit menerima lembaga ini sudah ada. Lewis states that Islam brought two major changes to ancient slavery which were to have far-reaching consequences. Lewis menyatakan bahwa Islam membawa dua perubahan besar pada perbudakan kuno yang memiliki konsekuensi jauh. “One of these was the presumption of freedom; the other, the ban on the enslavement of free persons except in strictly defined circumstances,” Lewis continues. “Salah satunya adalah dugaan kebebasan; yang lain, larangan perbudakan orang bebas kecuali dalam keadaan benar-benar pasti,” lanjut Lewis. The position of the Arabian slave was “enormously improved”: the Arabian slave “was now no longer merely a chattel but was also a human being with a certain religious and hence a social status and with certain quasi-legal rights.” [ 19 ] Posisi budak Arab adalah “sangat baik”: budak Arab “sekarang tidak lagi hanya harta tapi juga manusia dengan dan agama tertentu maka status sosial dan dengan hak kuasi-hukum tertentu. ” [19]

    Lewis states that in Muslim lands slaves had a certain legal status and had obligations as well as rights to the slave owner, an improvement over slavery in the ancient world . [ 19 ] [ 20 ] Due to these reforms the practice of slavery in the Islamic empire represented a “vast improvement on that inherited from antiquity, from Rome , and from Byzantium .” [ 19 ] Lewis menyatakan bahwa dalam Islam tanah tertentu budak memiliki status hukum dan memiliki kewajiban serta hak pemilik budak, perbaikan atas perbudakan di dunia kuno . [19] [20] Karena reformasi ini praktek perbudakan dalam Islam mewakili kerajaan besar perbaikan “pada yang diwarisi dari jaman dahulu, dari Roma , dan dari Bizantium “. [19]

    Although there are many common features between the institution of slavery in the Qur’an and that of neighboring cultures, however the Qur’anic institution had some unique new features. [ 21 ] According to Jonathan Brockopp, professor of History and Religious Studies , the idea of using alms for the manumission of slaves appears to be unique to the Qur’an (assuming the traditional interpretation of verses [ Qur’an 2:177 ] and [ Qur’an 9:60 ] ). Meskipun ada banyak fitur-fitur umum antara lembaga perbudakan dalam Qur’an dan budaya tetangga, namun lembaga Al-Qur’an memiliki beberapa fitur baru yang unik. [21] Menurut Jonathan Brockopp, profesor Sejarah dan Studi Agama , yang ide untuk menggunakan zakat untuk pembebasan budak tampaknya menjadi unik dengan Al Qur’an (dengan asumsi bahwa penafsiran tradisional dari ayat-ayat [ Qur’an 2:177 ] dan [ Al-Qur’an 9:60 ]). Similarly, the practice of freeing slaves in atonement for certain sins appears to be introduced by the Qur’an. [ 21 ] Brockopp adds that: “Other cultures limit a master’s right to harm a slave but few exhort masters to treat their slaves kindly, and the placement of slaves in the same category as other weak members of society who deserve protection is unknown outside the Qur’an. The unique contribution of the Qur’an, then, is to be found in its emphasis on the place of slaves in society and society’s responsibility toward the slave, perhaps the most progressive legislation on slavery in its time.” [ 21 ] Demikian pula, praktik membebaskan budak di pendamaian bagi dosa-dosa tertentu tampaknya diperkenalkan oleh Al-Qur’an. [21] Brockopp menambahkan bahwa: “budaya lain membatasi hak master untuk menyakiti hamba, melainkan beberapa guru menasihati untuk memperlakukan budak mereka dengan baik, dan penempatan budak dalam kategori yang sama sebagai anggota masyarakat lemah lainnya yang berhak menerima perlindungan ini tidak dikenal di luar Al Qur’an Kontribusi yang unik dari Al Qur’an, kemudian,. yang akan ditemukan dalam penekanan pada tempat budak di masyarakat dan tanggung jawab masyarakat terhadap budak, mungkin undang-undang yang paling progresif pada perbudakan pada waktunya. ” [21]

    Muhammad highly recommended the freeing of slaves as a charitable act. [ 22 ] The freeing of slaves was recommended both for the expiation of sins [ 23 ] and as an act of simple benevolence. [ 24 ] It exhorted masters to either free their slaves or allow slaves to earn or purchase their own freedom through Mukataba (manumission contracts). [ 25 ] Muhammad sangat dianjurkan membebaskan budak sebagai tindakan amal. [22] yang membebaskan budak direkomendasikan baik untuk penebusan dosa [23] dan sebagai tindakan kebajikan yang sederhana. [24] Ini mendesak majikan baik mereka bebas atau budak memungkinkan budak untuk mendapatkan atau membeli kebebasan mereka sendiri melalui Mukataba (pembebasan kontrak). [25]

    [ edit ] Women’s rights [ sunting hak Perempuan]

    Main article: Women in Islam Artikel utama: Wanita dalam Islam

    To evaluate the effect of Islam on the status of women, many writers have discussed the status of women in pre-Islamic Arabia, and their findings have been mixed. [ 26 ] Some writers have argued that women before Islam were more liberated drawing most often on the first marriage of Muhammad and that of Muhammad’s parents, but also on other points such as worship of female idols at Mecca. [ 26 ] Other writers, on the contrary, have argued that women’s status in pre-Islamic Arabia was poor, citing practices of female infanticide, unlimited polygyny , patrilineal marriage and others. [ 26 ] Untuk mengevaluasi pengaruh Islam pada status perempuan, banyak penulis telah membahas status perempuan di Arab pra-Islam, dan temuan mereka telah dicampur. [26] Beberapa penulis berpendapat bahwa perempuan sebelum Islam itu dibebaskan lebih gambar yang paling sering pada perkawinan pertama Muhammad dan yang dari orangtua Muhammad, tetapi juga pada poin lain seperti menyembah berhala perempuan di Mekah. [26] penulis lain, sebaliknya, berpendapat bahwa status perempuan di-Islam Arab pra miskin, mengutip praktek-praktek pembunuhan bayi perempuan, tidak terbatas poligami , patrilineal pernikahan dan lain-lain. [26]

    Valentine Moghadam analyzes the situation of women from a Marxist theoretical framework and argues that the position of women are mostly influenced by the extent of urbanization, industrialization, poletarization and political ploys of the state managers rather than culture or intrinsic properties of Islam; Islam, Moghadam argues, is neither more nor less patriarchal than other world religions especially Hinduism , Christianity and Judaism . [ 27 ] [ 28 ] Valentine Moghadam analisis situasi wanita dari Marxis kerangka teori dan berpendapat bahwa posisi perempuan sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat urbanisasi, industrialisasi, poletarization dan ploys politik dari manajer negara bukan budaya atau sifat intrinsik Islam, Islam, Moghadam berpendapat, tidak lebih dan tidak kurang patriarkal dari agama-agama dunia lainnya terutama Hindu , Kristen dan Yudaisme . [27] [28]

    Majid Khadduri writes that under the Arabian pre-Islamic law of status, women had virtually no rights. Sharia (Islamic law), however, provided women with a number of rights. [ 29 ] John Esposito states that the reforms affected marriage, divorce, and inheritance. [ 14 ] Women were not accorded with such legal status in other cultures, including the West, until centuries later. [ 30 ] The Oxford Dictionary of Islam states that the general improvement of the status of Arab women included prohibition of female infanticide, and recognizing women’s full personhood. [ 31 ] Gerhard Endress states: “The social system … build up a new system of marriage, family and inheritance; this system treated women as an individual too and guaranteed social security to her as well as to her children. Legally controlled polygamy was an important advance on the various loosely defined arrangements which had previously been both possible and current; it was only by this provision (backed up by severe punishment for adultery), that the family, the core of any sedentary society could be placed on a firm footing.” [ 32 ] Khadduri Majid menulis bahwa di bawah hukum Arab pra-Islam status, perempuan hampir tidak memiliki hak. Syariah (hukum Islam), namun, asalkan wanita dengan sejumlah hak. [29] Esposito menyatakan Yohanes bahwa reformasi yang terkena dampak perkawinan, perceraian, dan warisan. [14] Wanita tidak diberikan dengan status hukum seperti dalam budaya lain, termasuk Barat, sampai abad kemudian. [30] The Oxford Kamus Islam menyatakan bahwa perbaikan umum status perempuan Arab termasuk larangan pembunuhan bayi perempuan , dan penuh kepribadian wanita mengakui. [31] Gerhard Endress menyatakan: ” sistem sosial … membangun suatu sistem baru untuk pernikahan, keluarga dan warisan; sistem ini memperlakukan perempuan sebagai individu juga dan dijamin jaminan sosial padanya serta untuk anak-anaknya. Legally dikontrol poligami adalah suatu kemajuan penting dalam pengaturan berbagai longgar didefinisikan yang sebelumnya mungkin dan saat ini, melainkan hanya dengan ketentuan ini (yang didukung oleh hukuman berat untuk perzinahan), bahwa keluarga, inti dari setiap masyarakat menetap dapat ditempatkan pada pijakan perusahaan “. [32]

    [ edit ] Marriage [ sunting ] Perkawinan

    Under the Arabian pre-Islamic law, no limitations were set on men’s rights to marry or to obtain a divorce. [ 29 ] Islamic law, however, restricted polygamy ( [ Qur’an 4:3 ] ) [ 14 ] The institution of marriage, characterized by unquestioned male superiority in the pre-Islamic law of status, was redefined and changed into one in which the woman was somewhat of an interested partner. Di bawah hukum Arab pra-Islam, tidak ada batasan yang ditetapkan pada hak orang untuk menikah atau untuk mendapatkan perceraian. [29] Hukum Islam, Namun, terbatas poligami ([ Qur’an 04:03 ]) [14] Lembaga perkawinan , dicirikan oleh superioritas laki-laki tidak diragukan lagi dalam undang-undang pra-Islam status, didefinisikan kembali dan berubah menjadi satu di mana perempuan itu sedikit dari mitra tertarik. ‘For example, the dowry , previously regarded as a bride-price paid to the father, became a nuptial gift retained by the wife as part of her personal property’ [ 14 ] [ 29 ] Under Islamic law, marriage was no longer viewed as a “status” but rather as a “contract”. “Sebagai contoh, maskawin , sebelumnya dianggap sebagai harga pengantin yang dibayarkan kepada ayah, menjadi hadiah upacara perkawinan dipertahankan oleh istri sebagai bagian dari properti pribadi ‘ [14] [29] Menurut hukum Islam, perkawinan tidak lagi dipandang sebagai status “” tapi lebih sebagai kontrak “”. The essential elements of the marriage contract were now an offer by the man, an acceptance by the woman, and the performance of such conditions as the payment of dowry. Yang penting unsur kontrak pernikahan sekarang tawaran oleh manusia, sebuah penerimaan oleh perempuan itu, dan kinerja kondisi seperti pembayaran mas kawin. The woman’s consent was imperative. persetujuan wanita itu adalah keharusan. Furthermore, the offer and acceptance had to be made in the presence of at least two witnesses. [ 14 ] [ 29 ] [ 31 ] A man was not allowed to leave his wife and marry some one else just because the other women pleased him more.(quran). Selain itu, penawaran dan penerimaan harus dilakukan di hadapan sekurang-kurangnya dua orang saksi. [14] [29] [31] Seorang laki-laki tidak diizinkan untuk meninggalkan istrinya dan menikah dengan orang lain hanya karena perempuan lain dia lebih senang (quran.).

    [ edit ] Inheritance and wealth [ sunting ] Warisan dan kekayaan

    ‘Women were given inheritance rights in a patriarchal society that had previously restricted inheritance to male relatives.’ [ 14 ] Annemarie Schimmel states that “Compared to the pre-Islamic position of women, Islamic legislation meant an enormous progress; the woman has the right, at least according to the letter of the law, to administer the wealth she has brought into the family or has earned by her own work” [ 33 ] According to The Oxford Dictionary of Islam , women were also granted the right to live in the matrimonial home and receive financial maintenance during marriage and a waiting period following the death and divorce. [ 31 ] ‘Perempuan diberi hak waris dalam masyarakat patriarki yang sebelumnya dibatasi warisan kepada sanak saudara laki-laki’. [14] Annemarie Schimmel menyatakan bahwa “Dibandingkan dengan posisi pra-Islam perempuan, undang-undang Islam berarti suatu kemajuan yang sangat besar; wanita memiliki hak , setidaknya menurut huruf hukum, untuk mengelola kekayaan dia telah dibawa masuk ke dalam keluarga atau telah menerima dengan kerja sendiri ” [33] Menurut Kamus Oxford Islam, perempuan juga diberikan hak untuk hidup di perkawinan rumah dan menerima perawatan keuangan selama perkawinan dan masa tunggu setelah kematian dan perceraian. [31]

    [ edit ] The status of women [ sunting ] Status perempuan

    Watt states that Islam is still, in many ways, a man’s religion. Watt menyatakan bahwa Islam masih, dalam banyak hal, agama laki-laki. However, he states that Muhammad, in the historical context of his time, can be seen as a figure who testified on behalf of women’s rights and improved things considerably. Namun, ia menyatakan bahwa Muhammad, dalam konteks historis pada zamannya, dapat dilihat sebagai tokoh yang bersaksi atas nama hak-hak perempuan dan hal-hal yang membaik. Watt explains the historical context surrounding women’s rights at the time of Muhammad: “It appears that in some parts of Arabia , notably in Mecca, a matrilineal system was in the process of being replaced by a patrilineal one at the time of Muhammad. Growing prosperity caused by a shifting of trade routes was accompanied by a growth in individualism . Men were amassing considerable personal wealth and wanted to be sure that this would be inherited by their own actual sons, and not simply by an extended family of their sisters’ sons. This led to a deterioration in the rights of women. At the time Islam began, the conditions of women were terrible – they had no right to own property , were supposed to be the property of the man, and if the man died everything went to his sons.” Watt menjelaskan konteks historis sekitar hak-hak perempuan pada saat Muhammad: “Tampaknya bahwa dalam beberapa bagian dari Saudi , khususnya di Mekah, sebuah matrilineal sistem ini dalam proses digantikan oleh satu patrilineal pada saat Muhammad. Growing kemakmuran disebabkan oleh pergeseran rute perdagangan didampingi oleh pertumbuhan individualisme . Orang-orang mengumpulkan kekayaan pribadi yang cukup dan ingin memastikan bahwa ini akan diwarisi oleh anak mereka sendiri yang sebenarnya, dan bukan hanya oleh keluarga besar dari ‘saudara putra mereka. hal ini menyebabkan kemerosotan dalam hak-hak perempuan. Pada saat Islam mulai, kondisi perempuan itu mengerikan – mereka tidak punya hak milik sendiri , seharusnya menjadi milik orang itu, dan jika orang itu mati semua pergi ke putranya. ” Muhammad, however, by “instituting rights of property ownership, inheritance, education and divorce, gave women certain basic safeguards.” [ 34 ] Muhammad, bagaimanapun, dengan “melembagakan hak-hak kepemilikan properti, warisan, pendidikan dan perceraian, memberi perlindungan dasar tertentu perempuan”. [34]

    “In the earliest centuries of Islam, the position of women was not bad at all. Only over the course of centuries was she increasingly confined to the house and was forced to veil herself.” [ 33 ] The Quran and Muhammad’s example were more favorable to the security and status of women than history and later Muslim practice might suggest. “Pada abad pertama Islam, posisi perempuan tidak buruk sama sekali. Hanya selama berabad-abad dia semakin terbatas pada rumah dan terpaksa untuk menutupi dirinya sendiri.” [33] Al-Quran dan contohnya Muhammad lebih menguntungkan terhadap keamanan dan status perempuan dari sejarah dan kemudian Islam praktik mungkin menyarankan. For example, the Qur’an does not require women to wear veils ; rather, it was a social habit picked up with the expansion of Islam. Sebagai contoh, Alquran tidak memerlukan perempuan untuk mengenakan kerudung , melainkan merupakan kebiasaan sosial mengambil dengan ekspansi Islam. In fact, since it was impractical for working women to wear veils, “A veiled woman silently announced that her husband was rich enough to keep her idle.” [ 35 ] [ 36 ] Bahkan, karena ini tidak praktis untuk bekerja perempuan untuk mengenakan kerudung, “Seorang wanita berkerudung diam-diam mengumumkan bahwa suaminya cukup kaya untuk tetap idle-nya”. [35] [36]

    Haddad and Esposito state that ‘although Islam is often criticized for the low status it has ascribed to women, many scholars believe that it was primarily the interpretation of jurists, local traditions, and social trends which brought about a decline in the status of Muslim women. Esposito Haddad dan negara yang ‘meskipun Islam sering dikritik karena status rendah telah dinisbahkan kepada perempuan, banyak sarjana percaya bahwa itu terutama penafsiran para ahli hukum, tradisi lokal, dan tren sosial yang membawa penurunan status perempuan muslim . In this view Muhammad granted women rights and privileges in the sphere of family life, marriage, education, and economic endeavors, rights that help improve women’s status in society.’ Dalam pandangan ini Muhammad diberikan hak-hak perempuan dan hak-hak dalam bidang kehidupan keluarga, perkawinan, pendidikan, dan usaha ekonomi, hak-hak yang dapat membantu meningkatkan status perempuan di masyarakat. ” However, ‘the Arab Bedouins were dedicated to custom and tradition and resisted changes brought by the new religion.’ Namun, ‘orang Arab Badui yang didedikasikan untuk adat dan tradisi dan menolak perubahan yang dibawa oleh agama baru. ” Haddad and Esposito state that in this view ‘the inequality of Muslim women happened because of the preexisting habits of the people among whom Islam took root. Haddad dan negara Esposito bahwa dalam pandangan ‘ketidaksetaraan perempuan muslim terjadi karena kebiasaan sudah ada orang-orang di antara yang Islam mengambil root. The economics of these early Muslim societies were not favorable to comfortable life for women. Ekonomi masyarakat Muslim awal ini tidak menguntungkan untuk kehidupan yang nyaman bagi perempuan. More important, during Islam’s second and third centuries the interpretation of the Qur’an was in the hands of deeply conservative scholars, whose decisions are not easy to challenge today. Lebih penting lagi, selama berabad-abad Islam kedua dan ketiga penafsiran Al-Qur’an berada di tangan para sarjana sangat konservatif, keputusan yang tidak mudah untuk menantang hari ini. The Qur’an is more favorable to women than is generally realized. Al-Qur’an lebih menguntungkan bagi perempuan daripada umumnya menyadari. In principle, except for a verse or two, the Qur’an grants women equality. Pada prinsipnya, kecuali untuk sebuah ayat atau dua, Alquran memberikan perempuan kesetaraan. For example, Eve was not the delayed product of Adam ‘s rib (as in the tradition for Christians and Jews); the two were born from a single soul. Misalnya, Hawa tidak produk tertunda Adam rusuk s ‘(seperti dalam tradisi untuk orang-orang Kristen dan Yahudi); kedua lahir dari jiwa yang tunggal. It was Adam, not Eve , who let the devil convince them to eat the forbidden fruit . Itu Adam, bukan Hawa , yang membiarkan iblis meyakinkan mereka untuk memakan buah terlarang . Muslim women are instructed to be modest in their dress, but only in general terms. perempuan Muslim diperintahkan untuk sederhana dalam pakaian mereka, tetapi hanya secara umum. Men are also told to be modest. Pria juga diberitahu untuk menjadi sederhana. Many Muslims believe the veiling and seclusion are later male inventions, social habits picked up with the conquest of the Byzantine and Persian Empires.’ [ 37 ] Banyak Muslim percaya bahwa cadar dan pengasingan yang kemudian penemuan laki-laki, kebiasaan sosial mengambil dengan penaklukan dari Bizantium dan Kekaisaran Persia. ” [37]

    Part of a series on Bagian dari seri tentang
    Allah-Eser-green.png
    Islam Islam
    Beliefs Keyakinan
    Allah · Oneness of God Allah · Keesaan dari Allah
    · Prophets · Revealed books · Angels · nabi · Diungkap buku · Angels
    Practices Praktek
    Profession of faith · Prayer Profesi iman · Doa
    Fasting · Charity · Pilgrimage Puasa · Amal · Ziarah
    Texts and laws Teks dan hukum
    Qur’an · Sunnah · Hadith Al-Qur’an · Sunnah · Hadis
    Fiqh · Sharia · Kalam · Sufism Fiqih · Syariah · Kalam · Sufisme
    History and leadership Sejarah dan kepemimpinan
    Timeline · Spread of Islam Timeline · Penyebaran Islam
    Ahl al-Bayt · Sahaba Ahl al-Bayt · Sahabat
    Sunni · Shi’a Sunni · Syi’ah

    Rashidun · Caliphate Khulafaur Rasyidin · Kekhalifahan
    Imamate Imamah

    Culture and society Budaya dan masyarakat
    Academics · Animals · Art Akademisi · Hewan · Seni
    Calendar · Children Kalender · Anak
    Demographics · Demografi ·

    Festivals Festivals
    Mosques · Philosophy Masjid · Filsafat
    Science · Women Ilmu · Wanita
    Politics · Dawah Politik · dakwah

    Islam and other Islam dan lainnya
    religions agama
    Christianity · Judaism Kekristenan · Yudaisme
    Hinduism · Sikhism · Jainism · Mormonism Hindu · Sikhisme · Jainisme · Mormonisme
    See also Lihat juga
    Criticism Kritik
    Glossary of Islamic terms Daftar istilah Islam
    Islam portal Portal Islam
    vde vde

    [ edit ] Children [ sunting ] Anak-anak

    The Qur’an rejected the pre-Islamic idea of children as their fathers’ property and abolished the pre-Islamic custom of adoption. [ 38 ] Alquran menolak gagasan pra-Islam anak-anak sebagai ‘milik ayah mereka dan menghapuskan adat pra-Islam adopsi. [38]

    A. Giladi holds that Quran’s rejection of the idea of children as their fathers’ property was a Judeo-Christian influence and was a response to the challenge of structural changes in tribal society. [ 38 ] A. Giladi memegang Quran itu penolakan gagasan anak-anak sebagai ‘milik ayah mereka adalah seorang Yahudi-Kristen mempengaruhi dan merupakan tanggapan terhadap tantangan perubahan struktural dalam masyarakat suku. [38]

    The Quran also replaced the pre-Islamic custom of adoption (assimilation of an adopted child into another family in a legal sense) by the recommendation that “believers treat children of unknown origin as their brothers in the faith and clients [ Qur’an 33:4-5 ] , [ Qur’an 33:37-40 ] . Adoption was viewed “as a lie, as an artificial tie between adults and children, devoid of any real emotional relationship, as a cause of confusion where lineage was concerned and thus a possible source of problems regarding marriage between members of the same family and regarding inheritance.But a child that was not born into a family can still be raised by a foster family but the child must retain his identity, such as his last name and lineage. Quran juga mengganti kebiasaan pra-Islam adopsi (asimilasi dari anak yang diadopsi ke dalam keluarga lain dalam arti hukum) dengan rekomendasi yang “beriman merawat anak-anak asal mereka diketahui sebagai saudara dalam iman dan klien [ Alquran 33: 4-5 ], [ Alquran 33:37-40 ]. Adopsi dipandang “sebagai sebuah kebohongan, sebagai dasi buatan antara orang dewasa dan anak-anak, tanpa hubungan emosional yang nyata, sebagai penyebab kebingungan di mana garis keturunan merasa khawatir dan sehingga kemungkinan sumber masalah tentang perkawinan antara anggota keluarga yang sama dan tentang inheritance.But seorang anak yang tidak lahir dalam keluarga masih dapat dibesarkan oleh keluarga angkat tapi anak harus mempertahankan identitasnya, seperti nama belakang dan garis keturunan. In a modern perspective this may seem cruel but in fact if you reflect on this issue you will realize that if both parents were deceased that what they would wish their son would be raised with their identity rather than a strangers personality. Dalam perspektif modern ini mungkin tampak kejam tapi sebenarnya kalau Anda merenungkan isu ini, Anda akan menyadari bahwa jika kedua orang tua almarhum bahwa apa yang mereka ingin anak mereka akan dinaikkan dengan identitas mereka daripada kepribadian orang asing. The prophet has stated that a person who assists and aids an orphan, is on the same footing in heaven to the prophet himself. Nabi telah menyatakan bahwa orang yang membantu dan bantu anak yatim, berada pada pijakan yang sama di surga dengan nabi sendiri. ” [ 38 ][38]

    [ edit ] Sociological reforms [ sunting ] reformasi Sosiologi

    Sociologist Robert N. Bellah ( Beyond Belief ) argues that Islam in its 7th century origins was, for its time and place, “remarkably modern…in the high degree of commitment, involvement, and participation expected from the rank-and-file members of the community.” Sosiolog Robert N. Bellah (Beyond Belief) berpendapat bahwa Islam di abad ke-7 asal-usulnya itu, untuk waktu dan tempat, “sangat modern … dalam tingkat tinggi komitmen, keterlibatan, dan partisipasi yang diharapkan dari peringkat-dan-file anggota masyarakat. ” This because, he argues, that Islam emphasized on the equality of all Muslims. Ini karena, ia berpendapat, bahwa Islam menekankan pada kesetaraan semua umat Islam. Leadership positions were open to all. Kepemimpinan posisi terbuka bagi semua. However, there were restraints on the early Muslim community that kept it from exemplifying these principles, primarily from the “stagnant localisms” of tribe and kinship. Namun, ada pembatasan pada komunitas Muslim awal yang terus dari mencontohkan prinsip-prinsip ini, terutama dari “localisms stagnan” suku dan kekerabatan. Dale Eickelman writes that Bellah suggests “the early Islamic community placed a particular value on individuals, as opposed to collective or group responsibility.” [ 39 ] Dale Eickelman menulis bahwa Bellah menunjukkan “masyarakat Islam awal menempatkan nilai tertentu pada individu, sebagai lawan kolektif atau tanggung jawab kelompok”. [39]

    The Islamic idea of community (that of ummah ), established by Muhammad, is flexible in social, religious, and political terms and includes a diversity of Muslims who share a general sense of common cause and consensus concerning beliefs and individual and communal actions. [ 40 ] Gagasan Islam masyarakat (yang dari ummat), didirikan oleh Muhammad, adalah fleksibel dalam sosial, agama, dan istilah-istilah politik dan mencakup keragaman umat Islam yang memiliki rasa umum penyebab umum dan konsensus tentang keyakinan dan tindakan individu dan komunal. [ 40]

    [ edit ] Moral reforms [ sunting ] reformasi Moral

    Main article: Islamic ethics Artikel utama: etika Islam

    Muslims believe that Muhammad, like other prophets in Islam , was sent by God to remind human beings of their moral responsibility , and challenge those ideas in society which opposed submission to God . Umat Islam percaya bahwa Muhammad, seperti yang lain nabi dalam Islam , dikirim oleh Allah untuk mengingatkan manusia mereka tanggung jawab moral , dan tantangan ide-ide dalam masyarakat yang menentang diserahkan kepada Allah . According to Kelsay, this challenge was directed against five main characteristics of pre-Islamic Arabia: [ 41 ] Menurut Kelsay, tantangan ini ditujukan kepada lima karakteristik utama Arab pra-Islam: [41]

    1. The division of Arabs into varying tribes (based upon blood and kinship). Pembagian Arab ke dalam berbagai suku (berdasarkan darah dan kekerabatan). This categorization was confronted by the ideal of a unified community based upon taqwa (Islamic piety), an ” ummah ;” kategorisasi ini dihadapkan dengan cita-cita dari komunitas yang bersatu berdasarkan taqwa (kesalehan Islam), sebuah umat “;”
    2. The acceptance of the worship of a multitude of deities besides Allah – a view challenged by strict Tawhid (Islamic monotheism), which dictates that Allah has no partner in worship nor any equal; Penerimaan penyembahan banyak dewa selain Allah – tampilan ditantang oleh ketat Tauhid (monoteisme Islam), yang menyatakan bahwa Allah tidak memiliki mitra dalam ibadah maupun yang sama;
    3. The trait of muruwwa ( manliness ), which Islam discouraged, instead emphasizing on the traits of humility and piety; Sifat dari muruwwa ( kejantanan ), yang Islam patah semangat, bukan menekankan pada sifat dari kerendahan hati dan kesalehan;
    4. The focus on achieving fame or establishing a legacy, which was replaced by the concept that mankind would be called to account before God on the Qiyamah (day of resurrection); Fokus pada pencapaian ketenaran atau mendirikan warisan, yang diganti dengan konsep bahwa manusia akan dipanggil untuk account di hadapan Allah pada Qiyamah (hari kebangkitan);
    5. The reverence of and compliance with ancestral traditions, a practice challenged by Islam — which instead assigned primacy to submitting to God and following revelation. The penghormatan dan kepatuhan pada tradisi leluhur, sebuah praktek ditantang oleh Islam – yang bukan mengedepankan ditugaskan mengirimkan kepada Tuhan dan mengikuti wahyu.

    These changes lay in the reorientation of society as regards to identity, world view, and the hierarchy of values. Perubahan ini terletak pada reorientasi masyarakat sebagai hal identitas, pandangan dunia, dan hirarki nilai. From the viewpoint of subsequent generations, this caused a great transformation in the society and moral order of life in the Arabian Peninsula. Dari sudut pandang generasi berikutnya, ini menyebabkan transformasi besar dalam masyarakat dan tatanan moral kehidupan di Semenanjung Arab. For Muhammad, although pre-Islamic Arabia exemplified “heedlessness,” it was not entirely without merit. Untuk Muhammad, meskipun Arab pra-Islam dicontohkan “lengah,” itu tidak sepenuhnya tidak berdasar. Muhammad approved and exhorted certain aspects of the Arab pre-Islamic tradition, such as the care for one’s near kin, for widows, orphans, and others in need and for the establishment of justice. Muhammad menyetujui dan mendesak aspek-aspek tertentu dari tradisi Arab pra-Islam, seperti perawatan untuk keluarga dekat salah satu, karena janda, anak yatim, dan orang lain yang membutuhkan dan untuk menegakkan keadilan. However, these values would be re-ordered in importance and placed in the context of strict monotheism . [ 41 ] Namun, nilai-nilai ini akan memerintahkan kembali dalam kepentingan dan ditempatkan dalam konteks yang ketat monoteisme . [41]

    Although Muhammad’s preaching produced a “radical change in moral values based on the sanctions of the new religion, and fear of God and of the Last Judgment”, the pre-Islamic tribal practices of the Arabs by no means completely died out. [ 42 ] Meskipun’s khotbah Muhammad menghasilkan radikal perubahan “dalam nilai-nilai moral berdasarkan sanksi agama baru, dan takut akan Tuhan dan Pengadilan Terakhir “, Islam suku praktek pra-Arab tidak berarti benar-benar mati. [42]

    [ edit ] Economic reforms [ sunting ] Reformasi Ekonomi

    Michael Bonner writes on poverty and economics in the Qur’an that the Qur’an provided a blueprint for a new order in society, in which the poor would be treated more fairly than before. Michael Bonner menulis tentang kemiskinan dan ekonomi dalam Al Qur’an bahwa Al-Qur’an memberikan cetak biru untuk suatu tatanan baru dalam masyarakat, di mana orang miskin akan diperlakukan lebih adil daripada sebelumnya. This “economy of poverty” prevailed in Islamic theory and practice up until the 13th and 14th centuries. Ini ekonomi “kemiskinan” menang dalam teori dan praktek Islam sampai abad ke-13 dan 14. At its heart was a notion of property circulated and purified, in part, through charity, which illustrates a distinctively Islamic way of conceptualizing charity , generosity, and poverty markedly different from “the Christian notion of perennial reciprocity between rich and poor and the ideal of charity as an expression of community love.” Pada intinya adalah gagasan tentang properti beredar dan dimurnikan, sebagian, melalui amal, yang menggambarkan cara yang khas Islam konseptualisasi amal , kedermawanan, dan kemiskinan yang sangat berbeda dari “gagasan Kristen timbal balik abadi antara kaya dan miskin dan ideal amal sebagai ungkapan kasih masyarakat. ” The Qur’an prohibits bad kind of circulation ( riba , often understood as usury or interest ) and asks for good circulation ( zakat [legal alms giving]). Al-Qur’an melarang jenis sirkulasi yang buruk ( riba , sering dipahami sebagai riba atau bunga ) dan meminta untuk sirkulasi yang baik ( zakat [sedekah hukum memberikan]). Some of the recipients of charity appear only once in the Qur’an, and others—such as orphans, parents, and beggars—reappear constantly. Beberapa penerima amal muncul sekali dalam Al Qur’an, dan lain-seperti yatim piatu, orang tua, dan pengemis-muncul terus-menerus. Most common is the triad of kinsfolk, poor, and travelers. [ 43 ] Paling umum adalah tiga serangkai kaum kerabat, miskin, dan wisatawan. [43]

    Unlike pre-Islamic Arabian society, the Qur’anic idea of economic circulation as a return of goods and obligations was for everyone, whether donors and recipients know each other or not, in which goods move, and society does what it is supposed to do. Tidak seperti masyarakat Arab pra-Islam, gagasan Al-Quran tentang sirkulasi ekonomi sebagai bentuk pengembalian barang dan kewajiban bagi semua orang, baik penerima donor dan mengenal satu sama lain atau tidak, di mana barang bergerak, dan masyarakat melakukan apa yang seharusnya dilakukan . The Qur’an’s distinctive set of economic and social arrangements, in which poverty and the poor have important roles, show signs of newness. mengatur khas Al-Qur’an tentang pengaturan ekonomi dan sosial, dimana kemiskinan dan kepada orang miskin peran penting, menunjukkan tanda-tanda kebaruan. The Qur’an told that the guidance comes to a community that regulates its flow of money and goods in the right direction (from top down) and practices generosity as reciprocation for God’s bounty. Alquran mengatakan bahwa bimbingan datang ke sebuah komunitas yang mengatur alirannya uang dan barang dalam arah yang benar (dari top down) dan praktik kemurahan hati sebagai balasan untuk karunia Tuhan. In a broad sense, the narrative underlying the Qur’an is that of a tribal society becoming urbanized. Dalam arti luas, yang mendasari kisah Al Qur’an adalah bahwa masyarakat suku menjadi urbanisasi. Many scholars have characterized both the Qur’an and Islam as highly favorable to commerce and to the highly mobile type of society that emerged in the medieval] Near East . Banyak sarjana telah ditandai baik dari Al Qur’an dan Islam sebagai sangat menguntungkan untuk perdagangan dan untuk jenis ponsel yang sangat masyarakat yang muncul dalam] Abad Pertengahan Timur Dekat . Muslim tradition (both hadith and historiography ) maintains that Muhammad did not permit the construction of any buildings in the market of Medina other than mere tents; nor did he permit any tax or rent to be taken there. tradisi Muslim (baik hadits dan sejarah ) menyatakan bahwa Muhammad tidak mengizinkan pembangunan setiap bangunan di pasar Madinah selain hanya tenda, juga tidak mengizinkan pajak atau sewa yang harus diambil di sana. This expression of a ” free market “—involving the circulation of goods within a single space without payment of fees, taxes, or rent, without the construction of permanent buildings, and without any profiting on the part of the caliphal authority (indeed, of the Caliph himself)—was rooted in the term sadaqa , “voluntary alms.” Ini ekspresi dari sebuah ” pasar bebas “-melibatkan sirkulasi barang dalam satu ruang tanpa pembayaran biaya, pajak, atau sewa, tanpa konstruksi bangunan permanen, dan tanpa menguntungkan pada bagian dari khalifah otoritas (memang, dari para Khalifah sendiri)-yang berakar dalam jangka sadaqa , “sedekah sukarela.” This coherent and highly appealing view of the economic universe had much to do with Islam’s early and lasting success. Ini koheren dan sangat menarik melihat alam semesta ekonomi telah banyak kaitannya dengan Islam awal dan abadi kesuksesan. Since the poor were at the heart of this economic universe, the teachings of the Qur’an on poverty had a considerable, even a transforming effect in Arabia, the Near East, and beyond. [ 43 ] Karena miskin di jantung alam semesta ini ekonomi, ajaran-ajaran Al-Qur’an pada kemiskinan memiliki, cukup bahkan efek transformasi di Saudi, Timur Dekat, dan seterusnya. [43]

    [ edit ] Civil reforms [ sunting ] reformasi Sipil

    Social welfare in Islam started in the form of the construction and purchase of wells. kesejahteraan Sosial dalam Islam dimulai dalam bentuk pembangunan dan pembelian sumur. Upon his hijra to Medina, Muhammad found only one well to be used. Setelah itu hijrah ke Madinah, Muhammad hanya ditemukan satu sumur yang akan digunakan. The Muslims bought that well, and consequently it was used by the general public. Muslim membeli yang baik, dan oleh karena itu digunakan oleh masyarakat umum. After Muhammad’s declaration that “water” was a better form of sadaqah (charity), many of his companions sponsored the digging of new wells. Setelah itu pernyataan Muhammad bahwa “air” adalah suatu bentuk yang lebih baik dari sedekah (amal), banyak dari teman-temannya mensponsori menggali sumur baru. During the Caliphate, the Muslims repaired many of the aging wells in the lands they conquered. [ 44 ] Selama kekhalifahan, umat Islam banyak diperbaiki sumur tua di tanah mereka kuasai. [44]

    In addition to wells, the Muslims built many tanks and canals . Di samping sumur, umat Islam dibangun banyak tank dan kanal . Many canals were purchased, and new ones constructed. Banyak saluran yang dibeli, dan yang baru dibangun. While some canals were excluded for the use of monks (such as a spring purchased by Talhah ), and the needy, most canals were open to general public use. Sementara beberapa kanal dikeluarkan untuk penggunaan biarawan (seperti mata air yang dibeli oleh Thalhah ), dan orang miskin, sebagian besar kanal-kanal terbuka untuk digunakan masyarakat umum. Some canals were constructed between settlements, such as the Saad canal that provided water to Anbar , and the Abi Musa Canal to providing water to Basra . [ 45 ] Beberapa kanal dibangun antara permukiman, seperti saluran Saad yang menyediakan air ke Anbar , dan Abi Musa Canal untuk menyediakan air ke Basra . [45]

    During a famine, Umar (Umar ibn al-Khattab) ordered the construction of a canal in Egypt to connect the Nile with the Red Sea . Selama bencana kelaparan, Umar (Umar ibn al-Khattab) memerintahkan pembangunan kanal di Mesir untuk menghubungkan Nil dengan Laut Merah . The purpose of the canal was to facilitate the transport of grain to Arabia through a sea-route, hitherto transported only by land. Tujuan dari kanal adalah untuk memfasilitasi pengangkutan gandum ke Arabia melalui rute laut, sampai saat diangkut hanya dengan tanah. The canal was constructed within a year by ‘Amr ibn al-‘As , and Abdus Salam Nadiv writes, Arabia was rid of famine for all the times to come.” [ 46 ] Kanal ini dibangun dalam waktu satu tahun oleh ‘Amr bin Al-Ash , dan Abdus Salam Nadiv menulis, Saudi menghilangkan kelaparan untuk semua waktu yang akan datang. ” [46]

    [ edit ] Ecological responsibility [ sunting ] Ekologi tanggung jawab

    Perhaps due to resource scarcity in most Islamic nations, there was an emphasis on limited (and some claim also sustainable) use of natural capital , ie producing land. Mungkin karena kelangkaan sumber daya di sebagian besar negara Islam, ada penekanan pada yang terbatas dan beberapa klaim (juga berkelanjutan) penggunaan modal alam , tanah menghasilkan yaitu. Traditions of haram and hima and early urban planning were expressions of strong social obligations to stay within carrying capacity and to preserve the natural environment as an obligation of khalifa or ” stewardship “. [ 47 ] Muhammad is considered a pioneer in environmentalism for his teachings on environmental preservation . Tradisi haram dan hima dan awal perencanaan kota adalah ekspresi dari kewajiban sosial yang kuat untuk tetap dalam daya dukung dan melestarikan lingkungan alam sebagai kewajiban khalifah atau ” pelayanan “. [47] Muhammad dianggap sebagai perintis lingkungan hidup untuk ajaran tentang pelestarian lingkungan . His aḥadīth on agriculture and environmental philosophy were compiled in the “Book of Agriculture” of the Sahih al-Bukhari . [ 48 ] hadits Nya di pertanian dan filsafat lingkungan dikumpulkan dalam “Buku Pertanian” dari Sahih al-Bukhari . [48]

    [ edit ] Welfare state [ sunting ] Negara Kesejahteraan

    Main article: Bayt al-mal Artikel utama: Bayt al-mal

    The concepts of welfare and pension were introduced in early Islamic law as forms of Zakat (charity), one of the Five Pillars of Islam , under the Rashidun caliph Umar in the 7th century. Konsep kesejahteraan dan pensiun diperkenalkan pada awal hukum Islam sebagai bentuk zakat (amal), salah satu Rukun Islam , di bawah Khulafaur Rasyidin khalifah Umar di abad ke-7. This practiced continued well into the Abbasid era, as seen under Al-Ma’mun ‘s rule in the 8th century, for example. Hal ini dilakukan terus dengan baik ke dalam Abbasiyah era, seperti yang terlihat di bawah Al-Ma’mun aturan ‘di abad ke-8, misalnya. The taxes (including Zakat and Jizya ) collected in the treasury of an Islamic government were used to provide income for the needy , including the poor , elderly , orphans , widows , and the disabled . The pajak (termasuk zakat dan Jizyah ) dikumpulkan di kas dari Islam pemerintah digunakan untuk menyediakan pendapatan bagi orang miskin , termasuk miskin , tua , yatim piatu , janda , dan cacat . According to the Islamic jurist Al-Ghazali (Algazel, 1058–1111), the government was also expected to stockpile food supplies in every region in case a disaster or famine occurred. Menurut ahli hukum Islam Al-Ghazali (Algazel, 1058-1111), pemerintah juga diharapkan untuk persediaan makanan di setiap wilayah dalam sebuah kasus bencana atau kelaparan terjadi. The Caliphate can thus be considered the world’s first major welfare state . [ 49 ] [ 50 ] The Kekhalifahan sehingga dapat dianggap pertama utama dunia negara kesejahteraan . [49] [50]

    [ edit ] Political changes [ sunting ] Politik Perubahan

    [ edit ] Arabia [ sunting ] Saudi

    Islam began in Arabia in the 7th century under the leadership of Muhammad, who eventually united many of the independent nomadic tribes of Arabia under Islamic law. [ 51 ] [ 52 ] There were also some Jewish and Christian tribes in Arabia . Islam mulai di Arabia pada abad ke-7 di bawah pimpinan Muhammad, yang akhirnya banyak bersatu nomaden independen suku-suku Arab di bawah hukum Islam. [51] [52] Ada juga beberapa orang Yahudi dan suku Kristen di Saudi . Initially a pact was made with the Jewish tribes of Medina and they were offered protection and friendship by Muhammed. Awalnya dibuat kesepakatan dengan suku-suku Yahudi Madinah dan mereka memberi perlindungan dan persahabatan oleh Muhammad. However, during the battle of Badr – in which Meccan non-Muslims attacked the Muslims of Medina, the Jewish tribes chose not help the Muslims and instead chose to help the Meccan attackers. Namun, selama perang Badar – di mana Mekah non-Muslim menyerang kaum muslimin dari Madinah, suku Yahudi memilih untuk tidak membantu kaum muslimin dan bukannya memilih untuk membantu para penyerang Mekah. After this incident tensions started arising between Muhammad and the Jews of Medina which soon intensified after the Jewish tribes repeated this in two more battles. Setelah insiden ini mulai timbul ketegangan antara Muhammad dan orang-orang Yahudi Madinah yang intensif segera setelah suku Yahudi mengulangi ini dalam dua pertempuran lebih. Muhammad accused the Jews of Medina of treason and expelled some of them from Medina and wiped out some others who he deemed to be traitors. [ 53 ] Muhammad menuduh orang Yahudi di Madinah pengkhianatan dan beberapa dari mereka diusir dari Madinah dan menyeka beberapa orang lain yang dia dianggap pengkhianat. [53]

    [ edit ] Middle East [ sunting ] Timur Tengah

    The pre-Islamic Middle East was dominated by the Byzantine and Sassanian empires. Pra-Islam Timur Tengah didominasi oleh Bizantium dan Sassania kerajaan. The Roman–Persian Wars between the two had devastated the inhabitants, making the empires unpopular amongst the local tribes. The -Persia Perang Romawi antara dua telah menghancurkan penduduk, membuat kerajaan tidak populer di antara suku-suku lokal. The Byzantines persecuted Jews as well as Christians they deemed ” heretic “. Bizantium dianiaya orang Yahudi serta orang Kristen mereka dianggap ” sesat “.

    During the early Islamic conquests , the Rashidun army , mostly led by Khalid ibn al-Walid and ‘Amr ibn al-‘As, defeated both empires, making the Islamic state the dominant power in the region. [ 54 ] Within only a decade, Muslims conquered Mesopotamia and Persia during the Muslim conquest of Persia and Roman Syria and Roman Egypt during the early Byzantine–Arab Wars . [ 55 ] Selama awal penaklukan Islam , para tentara Khulafaur Rasyidin , sebagian besar dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid dan ‘Amr bin Al-Ash, mengalahkan kedua kerajaan, membuat negara Islam kekuatan yang dominan di daerah. [54] Hanya dalam satu dekade, Muslim menaklukkan Mesopotamia dan Persia selama penaklukan Islam Persia dan Romawi Suriah dan Romawi Mesir selama awal Perang Bizantium-Arab . [55]

    According to Francis Edwards Peters : Menurut Francis Edwards Peters :

    The conquests destroyed little: what they did suppress were imperial rivalries and sectarian bloodletting among the newly subjected population. Penaklukan menghancurkan kecil: apa yang mereka lakukan adalah menekan persaingan kekaisaran dan penyedotan darah sektarian di kalangan penduduk baru dikenakan. The Muslims tolerated Christianity, but they disestablished it; henceforward Christian life and liturgy, its endowments, politics and theology, would be a private and not a public affair. Muslim ditoleransi Kristen, tetapi mereka disestablished itu; kehidupan Kristen untuk selanjutnya dan liturgi, endowmen nya, politik dan teologi, akan menjadi urusan pribadi dan tidak terbuka untuk umum. By an exquisite irony, Islam reduced the status of Christians to that which the Christians had earlier thrust upon the Jews, with one difference. Dengan suatu ironi yang sangat indah, Islam mengurangi status orang Kristen yang mendorong orang-orang Kristen sebelumnya pada orang-orang Yahudi, dengan satu perbedaan. The reduction in Christian status was merely judicial; it was unaccompanied by either systematic persecution or a blood lust, and generally, though not elsewhere and at all times, unmarred by vexatious behavior. Penurunan dalam status Kristen hanya peradilan, melainkan ditemani oleh salah satu penganiayaan sistematis atau nafsu darah, dan umumnya, meskipun tidak di tempat lain dan pada setiap saat, unmarred oleh perilaku menjengkelkan.

    The Islamic conquest lowered taxes, and provided greater local autonomy and religious freedom for Jews and as well as most of the Christian Churches in the conquered areas (such as Nestorians , Monophysites , Jacobites and Copts who were deemed heretic by Christian Orthodoxy ). [ 56 ] Bernard Lewis wrote: Penaklukan Islam menurunkan pajak, dan memberikan otonomi daerah yang lebih besar dan kebebasan beragama bagi orang Yahudi dan juga sebagian besar Gereja-gereja Kristen di daerah menaklukkan (seperti Nestorian , Monofisit , Yakobit dan Koptik yang dianggap bidaah oleh Kristen Ortodoks ). [56 ] Bernard Lewis wrote:

    Some even among the Christians of Syria and Egypt preferred the rule of Islam to that of Byzantines… The people of the conquered provinces did not confine themselves to simply accepting the new regime, but in some cases actively assisted in its establishment. In Palestine the Samaritans, according to tradition, gave such effective aid to the Arab invaders that they were for some time exempted from certain taxes, and there are many other reports in the early chronicles of local Jewish and Christian assistance.

    [ edit ] Other reforms

    Islam reduced the devastating effect of blood feuds , which was common among Arabs, by encouraging compensation in money rather than blood. In case the aggrieved party insisted on blood, unlike the pre-Islamic Arab tradition in which any male relative could be slain, only the culprit himself could be executed. [ 32 ] [ 57 ]

    The Cambridge History of Islam states that the nomadic structure of pre-Islamic Arabia had the serious moral problem of the care of the poor and the unfortunate. “Not merely did the Qur’an urge men to show care and concern for the needy, but in its teaching about the Last day it asserted the existence of a sanction applicable to men as individuals in matters where their selfishness was no longer restrained by nomadic ideas of dishonour.” [ 58 ]

    Islam teaches support for the poor and the oppressed. [ 59 ] In an effort to protect and help the poor and orphans, regular almsgiving — zakat — was made obligatory for Muslims. This regular alms -giving developed into a form of income tax to be used exclusively for welfare . [ 60 ]

    [ edit ] Notes [ sunting ] Catatan

    1. ^ Cambridge History of Islam (1970), p.30
    2. ^ a b c d Lewis, Bernard (1998-01-21). “Islamic Revolution” . The New York Review of Books . http://www.nybooks.com/articles/4557 .
    3. ^ Watt (1974), p.234
    4. ^ Robinson (2004) p.21
    5. ^ Esposito (1998), p. 98 98
    6. ^ “Ak̲h̲lāḳ”, Encyclopaedia of Islam Online
    7. ^ a b c Nancy Gallagher, Encyclopedia of Women & Islamic Cultures, Infanticide and Abandonment of Female Children
    8. ^ Bernard Lewis, Arabs in History , p.45-46
    9. ^ See: ^ Lihat:
      • Firestone (1999) p. 118; 118;
      • “Muhammad”, Encyclopaedia of Islam Online
    10. ^ Watt. ^ Watt. Muhammad at Medina and RB Serjeant “The Constitution of Medina.” Islamic Quarterly 8 (1964) p.4. Muhammad di Madinah dan polisi pengadilan RB “Konstitusi Madinah.” Islam Kuartalan 8 (1964) P.4.
    11. ^ RB Serjeant, The Sunnah Jami’ah, pacts with the Yathrib Jews, and the Tahrim of Yathrib: Analysis and translation of the documents comprised in the so-called “Constitution of Medina.” ^ RB polisi pengadilan, The Sunnah Jami’ah, pakta dengan orang-orang Yahudi Yatsrib, dan dari Yatsrib Tahrim: Analisis dan terjemahan dokumen terdiri dalam apa yang disebut “Konstitusi Madinah.” Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. Buletin Sekolah Studi Oriental dan Afrika, Universitas London, Vol. 41, No. 1. 1978), page 4.
    12. ^ Watt. Muhammad at Medina . ^ Watt. Muhammad di Madinah. pp. 227-228 Watt argues that the initial agreement was shortly after the hijra and the document was amended at a later date specifically after the battle of Badr . Serjeant argues that the constitution is in fact 8 different treaties which can be dated according to events as they transpired in Medina with the first treaty being written shortly after Muhammad’s arrival. RB Serjeant. RB polisi pengadilan. “The Sunnah Jâmi’ah, Pacts with the Yathrib Jews, and the Tahrîm of Yathrib: Analysis and Translation of the Documents Comprised in the so called ‘Constitution of Medina’.” “The Jâmi’ah Sunnah, pakta dengan orang-orang Yahudi Yatsrib, dan Tahrîm dari Yatsrib: Analisis dan Penjabaran Dokumen Terdiri dalam apa yang disebut ‘Konstitusi Madinah’.” in The Life of Muhammad: The Formation of the Classical Islamic World : Volume iv. Ed. Ed. Uri Rubin. Uri Rubin. Brookfield: Ashgate, 1998, p. Brookfield: Ashgate, 1998, hal 151 and see same article in BSOAS 41 (1978): 18 ff. See also Caetani. Annali dell’Islam, Volume I . Milano: Hoepli, 1905, p. Lihat juga Caetani dell’Islam. Annali, Volume I:. Milano Hoepli, 1905, hal 393. 393. Julius Wellhausen. Skizzen und Vorabeiten , IV, Berlin: Reimer, 1889, p 82f who argue that the document is a single treaty agreed upon shortly after the hijra. Wellhausen argues that it belongs to the first year of Muhammad’s residence in Medina, before the battle of Badr in 2/624. Wellhausen bases this judgement on three considerations; first Muhammad is very diffident about his own position, he accepts the pagan tribes within the Ummah , and maintains the Jewish clans as clients of the Ansars see Wellhausen, Excursus, p. 158. 158. Even Moshe Gil a skeptic of Islamic history argues that it was written within 5 months of Muhammad’s arrival in Medina. Bahkan Moshe Gil yang skeptis sejarah Islam berpendapat bahwa itu ditulis dalam waktu 5 bulan setelah kedatangan Muhammad di Madinah. Moshe Gil. Moshe Gil. “The Constitution of Medina: A Reconsideration.” Israel Oriental Studies 4 (1974): p. “Konstitusi Madinah: A peninjauan kembali.” Studi Oriental Israel 4 (1974): p. 45. 45.
    13. ^ Encyclopedia of World History (1998), p.452, Oxford University Press
    14. ^ a b c d e f John Esposito, Islam: The Straight Path p. 79 79
    15. ^ Esposito, John (2002). Unholy War: Terror in the Name of Islam . Oxford University Press. Oxford University Press. p. 30. ISBN 0-19-515435-5 .
    16. ^ Donna Lee Bowen, Encyclopaedia of the Qur’an , Infanticide
    17. ^ Watt (1961), p. 229 229
    18. ^ Maududi (1967), Introduction of Ad-Dahr , “Period of revelation”, pg. 159 159
    19. ^ a b c Bernard Lewis, Race and Slavery in the Middle East , Oxford Univ Press 1994, chapter 1
    20. ^ Bernard Lewis, (1992), pp. 78-79
    21. ^ a b c Encyclopaedia of the Qur’an , Slaves and Slavery
    22. ^ Nigosian, SA (2004). Islam. Its History, Teaching, and Practices . Bloomington: Indiana University Press. Bloomington: Indiana University Press. p. 115.
    23. ^ ( [ Qur’an 4:92 ] , [ Qur’an 5:92 ] , [ Qur’an 58:3 ] )
    24. ^ ( [ Qur’an 2:177 ] , [ Qur’an 24:33 ] , [ Qur’an 90:13 ] )
    25. ^ Lewis 1990, page 6. All Qur’anic citations are his.
    26. ^ a b c Turner, Brian S. Islam ( ISBN 041512347X ). Routledge: 2003, p77-78 .
    27. ^ Unni Wikan, review of Modernizing Women: Gender and Social Change in the Middle East , American Ethnologist, Vol. ^ Unni Wikan, tinjauan Modernisasi Perempuan: Gender dan Perubahan Sosial di Timur Tengah, Amerika etnolog, Vol. 22, No. 4 (Nov., 1995), pp. 1078-1079 22, No 4 (November, 1995), hal. 1078-1079
    28. ^ Valentine M. Moghadam. Modernizing Women: Gender and Social Change in the Middle East . ^ Valentine M. Moghadam:. Modernisasi Jender Perempuan dan Perubahan Sosial di Timur Tengah. ( Lynne Rienner Publishers , USA, 1993) p. 5 5
    29. ^ a b c d Majid Khadduri , Marriage in Islamic Law: The Modernist Viewpoints , American Journal of Comparative Law , Vol. 26, No. 2, pp. 213-218
    30. ^ Encyclopedia of Religion, second edition, Lindsay Jones, p.6224, ISBN 0-02-865742-X
    31. ^ a b c The Oxford Dictionary of Islam (2003), p.339
    32. ^ a b Gerhard Endress, Islam: An Introduction to Islam , Columbia University Press , 1988, p.31
    33. ^ a b Annemarie Schimmel, Islam-: An Introduction , p.65, SUNY Press, 1992
    34. ^ Interview: William Montgomery Watt , by Bashir Maan & Alastair McIntosh (1999). A paper using the material on this interview was published in The Coracle, the Iona Community , summer 2000, issue 3:51, pp. 8-11.
    35. ^ Bloom and Blair (2002) p.46-47
    36. ^ Michael J. Perry, The Idea of Human Rights: Four Inquiries , p.78, Oxford University Press US
    37. ^ Yvonne Yazbeck Haddad, John L. Esposito, Islam, Gender, and Social Change , Oxford University Press US, 2004, p.163
    38. ^ a b c Encyclopaedia of Islam , saghir
    39. ^ “Social Sciences and the Qur’an,” in Encyclopaedia of the Qur’an, vol. 5, ed. Jane Dammen McAuliffe. Leiden: Brill, pp. 66-76.
    40. ^ “Community and Society in the Qur’an,” in Encyclopaedia of the Qur’an, vol. 1, ed. Jane Dammen McAuliffe. Leiden: Brill, pp. 385.
    41. ^ a b Islamic ethics , Encyclopedia of Ethics
    42. ^ Encyclopaedia of Islam Online, Akhlaq
    43. ^ a b Michael Bonner, “Poverty and Economics in the Qur’an”, Journal of Interdisciplinary History , xxxv:3 (Winter, 2005), 391–406
    44. ^ Nadvi (2000), pg. 403-4
    45. ^ Nadvi (2000), pg. 405-6
    46. ^ Nadvi (2000), pg. 407-8
    47. ^ S. Nomanul Haq, “Islam”, in Dale Jamieson (2001), A Companion to Environmental Philosophy , pp. 111-129, Blackwell Publishing , ISBN 140510659X .
    48. ^ S. ^ S. Nomanul Haq, “Islam”, in Dale Jamieson (2001), A Companion to Environmental Philosophy , pp. 111-129 [119-129], Blackwell Publishing , ISBN 140510659X .
    49. ^ Crone, Patricia (2005), Medieval Islamic Political Thought , Edinburgh University Press , pp. 308–9, ISBN 0748621946
    50. ^ Shadi Hamid (August 2003), “An Islamic Alternative? Equality, Redistributive Justice, and the Welfare State in the Caliphate of Umar”, Renaissance: Monthly Islamic Journal 13 (8)   (see online ) (Lihat online )
    51. ^ Cambridge History of Islam, Vol. 1A (1977), p.57
    52. ^ Hourani (2003), p.22
    53. ^ Esposito (1998), pp.10-11
    54. ^ Sonn, pg.24-6
    55. ^ Esposito, Islam: The Straight Path, extended edition, p.35
    56. ^ Esposito, Islam: The Straight Path, extended edition, p.36
    57. ^ Bloom and Blair (2002) p.46
    58. ^ The Cambridge History of Islam (1970), p. 34 34
    59. ^ Nasr (2004), The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity , p. 104, ISBN 0-06-073064-1 .
    60. ^ Minou Reeves (2000), Muhammad in Europe , New York University Press , p. 42. 42.

    [ edit ] References [ sunting ] Referensi

    • Forward, Martin (1998). Muhammad: A Short Biography . Oxford: Oneworld. ISBN 1-85168-131-0 .
    • Lewis, Bernard (1984). The Jews of Islam . US: Princeton University Press. ISBN 0-691-05419-3 .
    • PJ Bearman, Th. Bianquis, CE Bosworth , E. van Donzel and WP Heinrichs (Ed.), Encyclopaedia of Islam Online . Brill Academic Publishers . ISSN 1573-3912.
    • Watt, William Montgomery (1974). Muhammad: Prophet and Statesman . United Kingdom: Oxford University Press. ISBN 0-19-881078-4 .
    • Jonathan M. Bloom, Sheila S. Blair (1974). Islam: A Thousand Years of Faith and Power . Yale University Press. ISBN 0-300-09422-1 .
    • Manning, Patrick (1990). Slavery and African Life: Occidental, Oriental, and African Slave Trades . Cambridge University Press. ISBN 0-521-34867-6 .
    • Nadvi, Abdus Salam (2000). The ways of the Sahabah . Karachi: Darul Ishaat.   Translated by Muhammad Yunus Qureshi.
    • Schimmel, Annemarie (1992). Islam: An Introduction . US: SUNY Press. ISBN 0-7914-1327-6 .
    • Sonn, Tamara (2004). A Brief History of Islam . Sonn, Tamara (2004). A Brief History Islam. Blackwell Publishing. ISBN 1-4051-0900-9 .

    [ edit ] See also [ sunting ] Lihat pula

     
  • SERBUIFF 4:01 am on 29/07/2010 Permalink | Reply
    Tags: Zainab binti Jahsy radhiallaahu ‘anha   

    Zainab binti Jahsy radhiallaahu ‘anha salah seorang istri Nabi Muhammad 

    Zainab binti Jahsy radhiallaahu ‘anha

    Pernikahan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dengan Zainab binti Jahsy didasarkan pada perintah Allah sebagai jawaban terhadap tradisi jahiliah. Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah yang berasal dan kalangan kerabat sendiri. Zainab adalah anak perempuan dan bibi Rasulullah, Umaimah binti Abdul Muththalib. Beliau sangat mencintai Zainab.

    Nasab dan Masa Pertumbuhannya

    Nama lengkap Zainab adalah Zainab binti Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mar bin Sharah bin Murrah bin Kabir bin Gham bin Dauran bin Asad bin Khuzaimah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, namanya adalah Barrah, kemudian diganti oleh Rasulullah menjadi Zainab setelah menikah dengan beliau. Ibu dari Zainab bernama Umaimah binti Abdul-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai. Zainab dilahirkan di Mekah dua puluh tahun sebelurn kenabian. Ayahnya adalah Jahsy bin Ri’ab. Dia tergolong pernimpin Quraisy yang dermawan dan berakhlak baik. Zainab yang cantik dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran jika orang-orang Quraisy rnenyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik.

    Zainab termasuk wanita pertarna yang memeluk Islam. Allah pun telah menerangi hati ayah dan keluarganya sehingga memeluk Islam. Dia hijrah ke Madinah bersama keluarganya. Ketika itu dia masih gadis walaupun usianya sudah layak menikah.

    Pernikahannya dengan Zaid bin Haritsah

    Terdapat beberapa ayat A1-Qur’an yang mernerintahkan Zainab dan Zaid melangsungkan pernikahan. Zainab berasal dan golongan terhormat, sedangkan Zaid bin Haritsah adalah budak Rasulullah yang sangat beliau sayangi, sehingga kaum muslimin menyebutnya sebagai orang kesayangan Rasulullah. Zaid berasal dari keluarga Arab yang kedua orang tuanya beragama Nasrani. Ketika masih kecil, dia berpisah dengan kedua orang tuanya karena diculik, kemudian dia dibeli oleh Hakam bin Hizam untuk bibinya, Khadijah binti Khuwailid r.a., lalu dihadiahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.

    Ayah Zaid, Haritsah bin Syarahil, senantiasa mencarinya hingga dia mendengar bahwa Zaid berada di rumah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyuruh Zaid memilih antara tetap bersama beliau atau kembali pada orang tua dan pamannya, Zaid berkata, “Aku tidak menginginkan mereka berdua, juga tidak menginginkan orang lain yang engkau pilihkan untukku. Engkau bagiku adalah ayah sekaligus paman.” Setelah itu, Rasulullah mengumumkan pembebasan Zaid dan pengangkatannya sebagai anak. Ketika Islam datang, Zaid adalah orang yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan budak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia rneninggalkan Mekah, sehingga beliau sangat mencintainya, bahkan beliau pernah bersabda tentang Zaid,

    “Orang yang aku cintai adalah orang yang telah Allah dan aku beri nikmat. (HR. Ahmad)

    Allah telah memberikan nikmat kepada Zaid dengan keislamannya dan Nabi telah memberinya nikmat dengan kebebasannya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah bin Abdul Muththalib. Dalam banyak peperangan, Zaid selalu bersama Rasulullah, dan tidak jarang pula dia ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan. Tentang Zaid, Aisyah pernah berkata, “Rasulullah tidak mengirimkan Zaid ke medan perang kecuali selalu menjadikannya sebagai komandan pasukan, Seandainya dia tetap hidup, beliau pasti menjadikannya sebagai pengganti beliau.”

    Masih banyak riwayat yang menerangkan kedudukan Zaid di sisi Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam.. Sesampainya di Madinah beliau meminang Zainab binti Jahsy untuk Zaid bin Haritsah. Semula Zainab membenci Zaid dan menentang menikah dengannya, begitu juga dengan saudara laki-lakinya. Menurut mereka, bagaimana mungkin seorang gadis cantik dan terhormat menikah dengan seorang budak? Rasulullah menasihati mereka berdua dan menerangkan kedudukan Zaid di hati beliau, sehingga turunlah ayat kepada mereka:

    “Dan tidaklah patut bagi laki -laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.“ (Q.S. Al-Ahzab: 36)

    Akhirnya Zainab menikah dengan Zaid sebagai pelaksanaan atas perintah Allah, meskipun sebenarnya Zainab tidak menyukai Zaid. Melalui pernikahan itu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Pernikahan itu pun bertujuan untuk menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri dan keturunan. Akan tetapi, Zainab tetap tidak dapat menerima pernikahan tersebut karena ada perbedaan yang jauh di antara mereka berdua. Di depan Zaid, Zainab selalu membangga-banggakan dirinya sehingga menyakiti hati Zaid. Zaid menghadap Rasulullah untuk mengadukan perlakukan Zainab terhadap dirinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruhnya untuk bersabar, dan Zaid pun mengikuti nasihat beliau. Akan tetapi, dia kembali menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa dirinya tidak mampu lagi hidup bersama Zainab.

    Mendengar itu, beliau bersabda, “Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada Allah.” Kemudian beliau mengingatkan bahwa pernikahan itu merupakan perintah Allah. Beberapa saat kemudian turunlah ayat, “Pertahankan terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” Zaid berusaha menenangkan din dan bersabar, namun tingkah laku Zainab sudah tidak dapat dikendalikan, akhirnya terjadilah talak. Selanjutnya, Zainab dinikahi Rasulullah.

    Prinsip dasar yang melatarbelakangi pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy adalah untuk menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman jahiliah. Artinya, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung, seperti halnya Zaid bin Haritsah yang sebelum turun ayat Al-Qur’an telah diangkat sebagai anak oleh beliau. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

    “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka,’ itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan maula-maulamu.” (QS. Al-Ahzab:5)

    Karena itu, seseorang tidak berhak mengakui hubungan darah dan meminta hak waris dan orang tua angkat (bukan kandung). Karena itulah Rasulullah menikahi Zainab setelah bercerai dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak Muhammad. Allah telah menurunkan wahyu agar Zaid menceraikan istrinya kemudian dinikahi oleh Rasulullah. Pada mulanya Rasulullab tidak memperhatikan perintah tersebut, bahkan meminta Zaid mempertahankan istrinya. Allah memberikan peringatan sekali lagi dalam ayat:

    “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, ‘sedang kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluan daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.“ (QS. Al-Ahzab:37)

    Ayat di atas merupakan perintah Allah agar Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi Zainab dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru tentang kedudukan anak angkat.

    Menjadi Ummul-Mukminin

    Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengutus seseorang untuk mengabari Zainab tentang perintah Allah tersebut. Betapa gembiranya hati Zainab mendengar berita tersebut, dan pesta pernikahan pun segera dilaksanakan serta dihadiri warga Madinah.

    Zainab mulai memasuki rurnah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dan kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta izin jika memasuki rumah Zainab sedangkan kepada istri-istri lainnya beliau selalu meminta izin. Kebiasaan seperti itu ternyata menimbulkan kecemburuan di hati istri Rasul lainnya.

    Orang-orang munafik yang tidak senang dengan perkembangan Islam membesar-besarkan fitnah bahwa Rasulullah telah menikahi istri anaknya sendiri. Karena itu, turunlah ayat yang berbunyi,

    “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…. “ (Qs. Al-Ahzab: 40)

    Zainab berkata kepada Nabi, “Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku utusan yang terbaik di antara mereka, dan aku pula kerabat paling dekat di antara mereka. Allah menikahkanku denganmu atas perintah dan langit, dan Jibril yang membawa perintah tersebut. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki hubungan kerabat dengan mereka seperti halnya denganku.” Zainab sangat mencintai Rasulullah dan merasakan hidupnya sangat bahagia. Akan tetapi, dia sangat pencemburu terhadap istri Rasul lainnya, sehingga Rasulullah pernah tidak tidur bersamanya selama dua atau tiga bulan sebagai hukuman atas perkataannya yang menyakitkan hati Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab wanita Yahudiyah itu.

    Zainab bertangan terampil, menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan kerajinan sulaman, dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah.

    Wafatnya

    Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah yang pertama kali wafat menyusul beliau, yaitu pada tahun kedua puluh hijrah, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dalarn usianya yang ke-53, dan dimakamkan di Baqi. Dalarn sebuah riwayat dikatakan bahwa Zainab berkata menjelang ajalnya, “Aku telah rnenyiapkan kain kafanku, tetapi Umar akan mengirim untukku kain kafan, maka bersedekahlah dengan salah satunya. Jika kalian dapat bersedekah dengan sernua hak-hakku, kerjakanlah dari sisi yang lain.” Sernasa hidupnya, Zainab banyak mengeluarkan sedekah di jalan Allah.

    Tentang Zainab, Aisyah berkata, “Semoga Allah mengasihi Zainab. Dia banyak menyamaiku dalarn kedudukannya di hati Rasulullah. Aku belum pernah melihat wanita yang lebih baik agamanya daripada Zainab. Dia sangat bertakwa kepada Allah, perkataannya paling jujur, paling suka menyambung tali silaturahmi, paling banyak bersedekah, banyak mengorbankan diri dalam bekerja untuk dapat bersedekah, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Selain Saudah, dia yang memiliki tabiat yang keras.”

    Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya (Sayyidah Zainab Binti Jahsy) di akhirat dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin.
    radhiallaahu ‘anha

    Pernikahan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dengan Zainab binti Jahsy didasarkan pada perintah Allah sebagai jawaban terhadap tradisi jahiliah. Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah yang berasal dan kalangan kerabat sendiri. Zainab adalah anak perempuan dan bibi Rasulullah, Umaimah binti Abdul Muththalib. Beliau sangat mencintai Zainab.

    Nasab dan Masa Pertumbuhannya

    Nama lengkap Zainab adalah Zainab binti Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mar bin Sharah bin Murrah bin Kabir bin Gham bin Dauran bin Asad bin Khuzaimah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, namanya adalah Barrah, kemudian diganti oleh Rasulullah menjadi Zainab setelah menikah dengan beliau. Ibu dari Zainab bernama Umaimah binti Abdul-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai. Zainab dilahirkan di Mekah dua puluh tahun sebelurn kenabian. Ayahnya adalah Jahsy bin Ri’ab. Dia tergolong pernimpin Quraisy yang dermawan dan berakhlak baik. Zainab yang cantik dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran jika orang-orang Quraisy rnenyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik.

    Zainab termasuk wanita pertarna yang memeluk Islam. Allah pun telah menerangi hati ayah dan keluarganya sehingga memeluk Islam. Dia hijrah ke Madinah bersama keluarganya. Ketika itu dia masih gadis walaupun usianya sudah layak menikah.

    Pernikahannya dengan Zaid bin Haritsah

    Terdapat beberapa ayat A1-Qur’an yang mernerintahkan Zainab dan Zaid melangsungkan pernikahan. Zainab berasal dan golongan terhormat, sedangkan Zaid bin Haritsah adalah budak Rasulullah yang sangat beliau sayangi, sehingga kaum muslimin menyebutnya sebagai orang kesayangan Rasulullah. Zaid berasal dari keluarga Arab yang kedua orang tuanya beragama Nasrani. Ketika masih kecil, dia berpisah dengan kedua orang tuanya karena diculik, kemudian dia dibeli oleh Hakam bin Hizam untuk bibinya, Khadijah binti Khuwailid r.a., lalu dihadiahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.

    Ayah Zaid, Haritsah bin Syarahil, senantiasa mencarinya hingga dia mendengar bahwa Zaid berada di rumah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyuruh Zaid memilih antara tetap bersama beliau atau kembali pada orang tua dan pamannya, Zaid berkata, “Aku tidak menginginkan mereka berdua, juga tidak menginginkan orang lain yang engkau pilihkan untukku. Engkau bagiku adalah ayah sekaligus paman.” Setelah itu, Rasulullah mengumumkan pembebasan Zaid dan pengangkatannya sebagai anak. Ketika Islam datang, Zaid adalah orang yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan budak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia rneninggalkan Mekah, sehingga beliau sangat mencintainya, bahkan beliau pernah bersabda tentang Zaid,

    “Orang yang aku cintai adalah orang yang telah Allah dan aku beri nikmat. (HR. Ahmad)

    Allah telah memberikan nikmat kepada Zaid dengan keislamannya dan Nabi telah memberinya nikmat dengan kebebasannya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah bin Abdul Muththalib. Dalam banyak peperangan, Zaid selalu bersama Rasulullah, dan tidak jarang pula dia ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan. Tentang Zaid, Aisyah pernah berkata, “Rasulullah tidak mengirimkan Zaid ke medan perang kecuali selalu menjadikannya sebagai komandan pasukan, Seandainya dia tetap hidup, beliau pasti menjadikannya sebagai pengganti beliau.”

    Masih banyak riwayat yang menerangkan kedudukan Zaid di sisi Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam.. Sesampainya di Madinah beliau meminang Zainab binti Jahsy untuk Zaid bin Haritsah. Semula Zainab membenci Zaid dan menentang menikah dengannya, begitu juga dengan saudara laki-lakinya. Menurut mereka, bagaimana mungkin seorang gadis cantik dan terhormat menikah dengan seorang budak? Rasulullah menasihati mereka berdua dan menerangkan kedudukan Zaid di hati beliau, sehingga turunlah ayat kepada mereka:

    “Dan tidaklah patut bagi laki -laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.“ (Q.S. Al-Ahzab: 36)

    Akhirnya Zainab menikah dengan Zaid sebagai pelaksanaan atas perintah Allah, meskipun sebenarnya Zainab tidak menyukai Zaid. Melalui pernikahan itu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Pernikahan itu pun bertujuan untuk menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri dan keturunan. Akan tetapi, Zainab tetap tidak dapat menerima pernikahan tersebut karena ada perbedaan yang jauh di antara mereka berdua. Di depan Zaid, Zainab selalu membangga-banggakan dirinya sehingga menyakiti hati Zaid. Zaid menghadap Rasulullah untuk mengadukan perlakukan Zainab terhadap dirinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruhnya untuk bersabar, dan Zaid pun mengikuti nasihat beliau. Akan tetapi, dia kembali menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa dirinya tidak mampu lagi hidup bersama Zainab.

    Mendengar itu, beliau bersabda, “Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada Allah.” Kemudian beliau mengingatkan bahwa pernikahan itu merupakan perintah Allah. Beberapa saat kemudian turunlah ayat, “Pertahankan terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” Zaid berusaha menenangkan din dan bersabar, namun tingkah laku Zainab sudah tidak dapat dikendalikan, akhirnya terjadilah talak. Selanjutnya, Zainab dinikahi Rasulullah.

    Prinsip dasar yang melatarbelakangi pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy adalah untuk menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman jahiliah. Artinya, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung, seperti halnya Zaid bin Haritsah yang sebelum turun ayat Al-Qur’an telah diangkat sebagai anak oleh beliau. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

    “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka,’ itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan maula-maulamu.” (QS. Al-Ahzab:5)

    Karena itu, seseorang tidak berhak mengakui hubungan darah dan meminta hak waris dan orang tua angkat (bukan kandung). Karena itulah Rasulullah menikahi Zainab setelah bercerai dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak Muhammad. Allah telah menurunkan wahyu agar Zaid menceraikan istrinya kemudian dinikahi oleh Rasulullah. Pada mulanya Rasulullab tidak memperhatikan perintah tersebut, bahkan meminta Zaid mempertahankan istrinya. Allah memberikan peringatan sekali lagi dalam ayat:

    “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, ‘sedang kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluan daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.“ (QS. Al-Ahzab:37)

    Ayat di atas merupakan perintah Allah agar Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi Zainab dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru tentang kedudukan anak angkat.

    Menjadi Ummul-Mukminin

    Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengutus seseorang untuk mengabari Zainab tentang perintah Allah tersebut. Betapa gembiranya hati Zainab mendengar berita tersebut, dan pesta pernikahan pun segera dilaksanakan serta dihadiri warga Madinah.

    Zainab mulai memasuki rurnah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dan kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta izin jika memasuki rumah Zainab sedangkan kepada istri-istri lainnya beliau selalu meminta izin. Kebiasaan seperti itu ternyata menimbulkan kecemburuan di hati istri Rasul lainnya.

    Orang-orang munafik yang tidak senang dengan perkembangan Islam membesar-besarkan fitnah bahwa Rasulullah telah menikahi istri anaknya sendiri. Karena itu, turunlah ayat yang berbunyi,

    “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…. “ (Qs. Al-Ahzab: 40)

    Zainab berkata kepada Nabi, “Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku utusan yang terbaik di antara mereka, dan aku pula kerabat paling dekat di antara mereka. Allah menikahkanku denganmu atas perintah dan langit, dan Jibril yang membawa perintah tersebut. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki hubungan kerabat dengan mereka seperti halnya denganku.” Zainab sangat mencintai Rasulullah dan merasakan hidupnya sangat bahagia. Akan tetapi, dia sangat pencemburu terhadap istri Rasul lainnya, sehingga Rasulullah pernah tidak tidur bersamanya selama dua atau tiga bulan sebagai hukuman atas perkataannya yang menyakitkan hati Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab wanita Yahudiyah itu.

    Zainab bertangan terampil, menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan kerajinan sulaman, dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah.

    Wafatnya

    Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah yang pertama kali wafat menyusul beliau, yaitu pada tahun kedua puluh hijrah, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dalarn usianya yang ke-53, dan dimakamkan di Baqi. Dalarn sebuah riwayat dikatakan bahwa Zainab berkata menjelang ajalnya, “Aku telah rnenyiapkan kain kafanku, tetapi Umar akan mengirim untukku kain kafan, maka bersedekahlah dengan salah satunya. Jika kalian dapat bersedekah dengan sernua hak-hakku, kerjakanlah dari sisi yang lain.” Sernasa hidupnya, Zainab banyak mengeluarkan sedekah di jalan Allah.

    Tentang Zainab, Aisyah berkata, “Semoga Allah mengasihi Zainab. Dia banyak menyamaiku dalarn kedudukannya di hati Rasulullah. Aku belum pernah melihat wanita yang lebih baik agamanya daripada Zainab. Dia sangat bertakwa kepada Allah, perkataannya paling jujur, paling suka menyambung tali silaturahmi, paling banyak bersedekah, banyak mengorbankan diri dalam bekerja untuk dapat bersedekah, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Selain Saudah, dia yang memiliki tabiat yang keras.”

    Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya (Sayyidah Zainab Binti Jahsy) di akhirat dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin.
    http://sabdaislam.wordpress.com/2009/11/27/zainab-binti-jahsy/

     
  • SERBUIFF 4:19 am on 17/04/2010 Permalink | Reply  

    Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba-sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak-anak perempuan dari sudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 33:50) 

    Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Ahzab 50
    يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (50)
    Pada ayat ini Allah SWT secara jelas telah menghalalkan bagi Nabi Muhammad saw mencampuri wanita-wanita yang dinikahi dan berikan kepada mereka mas kawin, dan hamba sahaya (jariyah-jariyah) yang diperoleh dalam peperangan, seperti Siti Sofiyah binti Huyaiy bin Akhtab yang diperoleh waktu perang Khaibar yang oleh Nabi saw dimerdekakan dan kemerdekaannya itu dijadikan mas kawin., dan Siti Juwariyah binti Al Haris dari Bani Mustalaq yang dimerdekakan dan dinikahi Nabi saw. Adapun hamba sahaya (jariyah) yang dihadiahkan kepada Nabi adalah Siti Raihanah binti Syam’un dan Mariah Qibtiyah yang melahirkan putra Nabi yang bernama Ibrahim. Demikian pula Allah menghalalkan kepada Nabi untuk mengawini anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapaknya dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapaknya, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibunya yang turut hijrah bersama Rasulullah dan perempuan makmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi saw kalau Nabi mau mengawininya.
    Kelonggaran-kelonggaran ini hanya khusus bagi Nabi dan tidak untuk semua mukmin dengan pengertian bahwa jika ada seorang wanita menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh seorang muslim, walaupun dengan menyerah sukarela, tetap wajib dibayar mas kawinnya. Berlainan dengan jika perempuan itu menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh Nabi saw, maka ia boleh dinikahi tanpa mas kawin. Mas kawin itu jika tidak disebutkan bentuk (nilainya) ketika melangsungkan akad nikah, maka bentuknya itu dapat ditetapkan dengan mahar misil, yaitu mahar yang nilainya sama dengan nilai mahar yang biasa diberikan keluarganya. Ketetapan untuk membayar mahar misil itu setelah terjadi percampuran di antara keduanya atau setelah suaminya meninggal dunia tetapi belum sempat bercampur. Jika terjadi perceraian antara suami istri sebelum bercampur maka yang wajib dibayar adalah separoh dari mas kawinnya, yang telah ditentukan dan dapat dibebaskan dan membayar mas kawin itu bila istrinya merelakannya. Allah mengetahui apa yang telah diwajibkan kepada kaum mukminin terhadap istrinya dan terhadap hamba sahaya yang mereka miliki seperti syarat-syarat akad nikah dan lainnya, dan tidak boleh mengawini seorang wanita dengan cara hibah atau tanpa saksi-saksi. Mengenai soal hamba sahaya yang dibeli atau yang bukan dibeli haruslah hamba sahaya yang halal dicampuri oleh pemiliknya, seperti hamba sahaya ahli kitab. bukan hamba sahaya yang musyrik atau beragama majusi. Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang terhadap hamba-Nya yang beriman, jika mereka bertobat dari dosa-dosa mereka sebelum mereka mendapat petunjuk.

    http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?pageno=3&SuratKe=33#50

     
    • wikki 11:42 am on 25/07/2012 Permalink | Reply

      memang dalam hal kebutuhan biologis muhammad allah cepet cepat mengeluarkan wahyu..semua halal..mau bibi.mau menantu…pokoknya dalam hal.yang satu ini insya allah wahyunya langsung turun.bahkan lagi diatas ranjang sekalipun…

    • Stain Remover 6:34 pm on 25/07/2012 Permalink | Reply

      @wikki

      Sudah baca tentang budak dalam bibel belum ? lebih parah yah…

      • wikki 7:16 am on 26/07/2012 Permalink | Reply

        jangan bawa bawa kitab orang lain .bukan berati akan membenarkan kitabmu.

        • SERBUIFF 11:32 pm on 26/07/2012 Permalink | Reply

          KITAB YG LAIN ITU KAN AJARANNYA BANYAK YG SESAT DAN MENYESATKAN, HANYA AL QURAN YG AJARANNYA PALING BENAR MEMBAWA MANUSIA PADA KESELAMATAN DI DUNIA DAN AKHIRAT

          • camar 6:42 am on 28/07/2012 Permalink | Reply

            bagai mana dengan hadis berati hadis juga tidak benar begitu……

          • Stain Remover 4:02 pm on 28/07/2012 Permalink | Reply

            @camar

            Hadist itu ditulis jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat, karena Rasulullah sempat melarang penulisan-nya dengan maksud agar tidak bercampur dengan Al Qur’an :

            “Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dari aku selain Al- Quran. Dan barang siapa yang lelah menulis sesuatu dariku selain Al- Quran, hendaklah dihapuskan. ” (HR. Muslim)

            PENGHIMPUNAN HADIS

            Pada abad pertama hijrah, yakni masa Rasulullah SAW. Masa khulafaur Rasyidin dan sebagian besar masa bani umayyah, hingga akhir abad pertama hijrah, hadis-hadis itu berpindah-pindah dan disampaikan dari mulut ke mulut Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan hadis berdasarkan kekuatan hapalannya.

            Memang hapalan mereka terkenal kuat sehingga mampu mengeluarkan kembali hadis-hadis yang pernah direkam dalam ingatannya.

            Ide penghimpunan hadis Nabi secara tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan oleh khalifah Umar bin Khattab (23 H atau 644 M). Namun ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena beliau khawatir bila umat Islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari Al-Quran.

            Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dinobatkan akhir abad pertama hijrah, yakni tahun 99 hijrah datanglah angin segar yang mendukung kelestarian hadis. Umar bin Abdul Azis seorang khalifah dari Bani Umayyah terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dipandang sebagai khalifah Rasyidin yang kelima.

            Beliau sangat waspada dan sadar, bahwa para perawi yang mengumpulkan hadis dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya, karena meninggal dunia. Beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan dibukukan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, mungkin hadis-hadis itu akan lenyap bersama lenyapnya para penghapalnya. Maka tergeraklah dalam hatinya untuk mengumpulkan hadis-hadis Nabi dari para penghapal yang masih hidup.

            Pada tahun 100 H Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkah kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm supaya membukukan hadis-hadis Nabi yang terdapat pada para penghafal.

            Umar bin Abdul Azis menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm yang berbunyi:

            Artinya: “Perhatikanlah apa yang dapat diperoleh dari hadis Rasul lalu tulislah. karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan meninggalnya ulama dan jangan diterima selain hadis Rasul SAW dan hendaklah disebarluaskan ilmu dan diadakan majelis-majelis ilmu supaya orang yang tidak mengetahuinya dapat mengetahuinya, maka sesungguhnya ilmu itu dirahasiakan. “

            Selain kepada Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat kepada Gubernur lain agar mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga secara khusus menulis surat kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhri. Kemudian Syihab Az-Zuhri mulai melaksanakan perinea khalifah tersebut. Dan Az-Zuhri itulah yang merupakan salah satu ulama yang pertama kali membukukan hadis.

            Dari Syihab Az-Zuhri ini (15-124 H) kemudian dikembangkan oleh ulama-ulama berikutnya, yang di samping pembukuan hadis sekaligus dilakukan usaha menyeleksi hadis-hadis yang maqbul dan mardud dengan menggunakan metode sanad dan isnad.

            Metode sanad dan isnad ialah metode yang digunakan untuk menguji sumber-sumber pembawa berita hadis (perawi) dengan mengetahui keadaan para perawi, riwayat hidupnya, kapan dan di mana ia hidup, kawan semasa, bagaimana daya tangkap dan ingatannya dan sebagainya. Ilmu tersebut dibahas dalam ilmu yang dinamakan ilmu hadis Dirayah, yang kemudian terkenal dengan ilmu Mustalahul hadis.

            Setelah generasi Az-Zuhri, kemudian pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibn Juraij (150 H), Ar-Rabi’ bin Shabih (160 H) dan masih banyak lagi ulama-ulama lainnya.

            Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa pembukuan hadis dimulai sejak akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu sempuma. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada pertengahan abad II H.

            dilakukan upaya penyempunaan. Mulai. waktu itu kelihatan gerakan secara aktif untuk membukukan ilmu pengetahuan, termasuk pembukuan dan penulisan hadis-hadis Rasul SAW. Kitab-kitab yang terkenal pada waktu itu yang ada hingga sekarang sampai kepada kita, antara lain AI-Muwatha ‘ oleh imam Malik(179 H), AI Musnad oleh Imam Asy-Syafi’l (204 H).

            Pembukuan hadis itu kemudian dilanjutkan secara lebih teliti oleh Imam-lmam ahli hadis, seperti Bukhari, Muslim, Turmuzi, Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, dan lain-lain

            Dari mereka itu, kita kenal Kutubus Sittah (kitab-kitab) enam yaitu:

            Sahih AI-Bukhari (256 H)
            Sahih Muslim (261 H)
            Abu Dawud (275 H)
            At-Turmuzi (267 H)
            Sunan An-Nasai (303 H)
            Ibnu Majah (273H)

            Tidak sedikit pada “masa berikutnya dari para ulama yang menaruh perhatian besar kepada Kutubus sittah tersebut beserta kitab Muwatta dengan cara mensyarahinya dan memberi catatan kaki, meringkas atau meneliti sanad dan matan-matannya.

        • Stain Remover 4:25 pm on 27/07/2012 Permalink | Reply

          @wikki

          Lalu kenapa kamu membawa-bawa Al Qur’an dan Hadist ?

          dalam bibel bahkan wanita tidak mempunyai hak sama sekali, korban perkosaan harus mengawini pelaku pemerkosaan :

          Apabila seseorang bertemu dengan seorang gadis, yang masih perawan dan belum bertunangan, memaksa gadis itu tidur dengan dia, dan keduanya kedapatan, maka haruslah laki-laki yang sudah tidur dengan gadis itu memberikan lima puluh syikal perak kepada ayah gadis itu, dan gadis itu haruslah menjadi isterinya, sebab laki-laki itu telah memperkosa dia; selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi. (Ulangan 22:28-29)

          • camar 6:53 am on 28/07/2012 Permalink | Reply

            nah itu lebih manusia lagi..itu merupakan hukuman kepada sipemerkosa sehingga dia terikat karena perbuatanya ..tapi bagaimana dengan islam sudah diperkosa malah dihukum karena tidak mampu menghadirkan empat saksi.logika anda bagaima coba …seorang pemerkosa tentunya tidak akan melakukan perbuatan itu apabila ada orang lain yang menyakskan ..bagaimana menghadirkan sakasi empat orang….baru baru ini dinegara islam.seorang gadis diperkosa oleh pamanya sendiri .teapi apa yang terjadi malah sigais yang sudah jadi korban yang mendapat hukuman rajam karena dianggap fitah karena dia tidak dapat menghadirkan empat saksi .demikian juga dengan kejadian yang dilakukan kiyai kondang ki h zainudin mz baru pada saat kematianya baru lah dia minta maaf.

            • Stain Remover 4:12 pm on 28/07/2012 Permalink | Reply

              @camar

              Silahkan kamu tanyakan kepada wanita yang diperkosa oleh seorang preman pasar…hehehe…manusiawi ?

              Justru saksi adalah penting karena setiap orang bisa saja mengaku dirinya telah diperkosa oleh si A, B. atau c.

              Dan menghadirkan saksi ada terdapat dalam bibel sendiri yang kamu jadikan ganjalan pintu (tidak pernah membaca) :

              Ulangan 17:5-7

              5. maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan yang telah melakukan perbuatan jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian laki-laki atau perempuan itu harus kaulempari dengan batu sampai mati.

              6. Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati.

              7. Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”

              Setiap orang yang telah membunuh seseorang haruslah dibunuh sebagai pembunuh menurut keterangan saksi-saksi, tetapi kalau hanya satu orang saksi saja tidak cukup untuk memberi keterangan terhadap seseorang dalam perkara hukuman mati. (Bilangan 35:30)

  • SERBUIFF 10:50 am on 07/12/2009 Permalink | Reply
    Tags: , , Mukjizat Terbesar Nabi Muhammad saw   

    Mukjizat Terbesar Nabi Muhammad saw 

    Mukjizat Terbesar Nabi Muhammad saw

    April 1, 2009 · Disimpan dalam Opini ·

    Tagged , , , ,

    Oleh: H. Yasir Maqosid, Lc
    (Wakil Pengasuh Pon. Pes. Syafi’i Akrom Jenggot)

    al_quran1Setiap rasul yang diutus kepada umatnya memiliki mukjizat masing-masing. Ketika ilmu sihir digandrungi masyarakat pada masa Nabi Musa, maka Allah menganugrahkan mukjizat kepada nabi Musa berupa kemampuan untuk membelah lautan dan mengubah tongkat menjadi ular besar.
    Ketika ilmu kedokteran memiliki derajat tinggi pada masa Nabi Isa, maka Allah menganugrahkan mukjizat kepada Nabi Isa berupa kemampuan untuk menghidupkan kembali orang mati dan menyembuhkan orang buta.
    Ketika ilmu sastra dan syair menjadi idola di kalangan bangsa Arab pada masa Nabi Muhammad, maka Allah memberikan mukjizat kepada Nabi Muhammad saw yaitu dengan menurunkan kitab suci Al-Qur`an.

    Al-Qur`an merupkan mukjizat terbesar yang dianugrahkan kepada Nabi Muhammad, karena keberadaannya yang tidak lenyap meskipun Rasulullah sudah wafat.
    Adapun sisi kemukjizatan Al-Qur`an antara lain:
    1. Redaksi Al-Qur`an mencakup keindahan bahasa (fashahah) dan retorika (balaghah)
    2. Al-Qur`an memiliki redaksi berbeda antara gaya bahasa bertutur dengan rima-rima dalam syair
    3. Memuat kisah-kisah umat terdahulu dan sejarah perjalanan hidup para nabi yang dikenal luas oleh kalangan Ahli Kitab. Padahal pembawa Al-Qur`an adalah Rasulullah saw yang ummi (buta huruf), tidak bisa menulis dan membaca.
    4. Al-Qur`an menginformasikan hal-hal yang ghaib dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa datang.
    5. Keshahihan (otentitas) Al-Qur`an senantiasa terjaga dan terpelihara sepanjang masa. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Aku (Allah) yang menurunkan Al-Qur`an, dan sesungguhnya Aku pula yang benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)
    Setelah mengetahui bahwa Al-Qur`an adalah mukjizat sepanjang masa, maka kewajiban kita sebagai seorang muslim terhadap Al-Qur`an adalah membacanya, mentadabburinya, dan mengamalkannya. Adapun keutamaan dari membaca dan mentadabburi Al-Qur`an sangat banyak sekali, antara lain:
    1- Memperoleh Pahala Berlipat Ganda

    Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah, maka baginya satu kebaikan. Sedangkan kebaikan dibalas dengan sepuluh kali kelipatannya. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR At-Tirmidzi)

    2- Bersanding dengan Malaikat yang Mulia
    Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang yang mahir dalam Al-Qur’an bersama-sama dengan Malaikat yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan gagap dan dia kesulitan dalam membacanya, dia mendapat dua pahala.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
    3- Memperoleh Syafaat dari Al-Qur`an
    Abu Umamah Al-Bahili berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Bacalah Al-Qur`an. Karena pada Hari Kiamat ia akan datang memberi syafaat bagi pembacanya.” (HR. Muslim)
    4- Al-Qur`an adalah Hidangan Allah
    Abdullah bin Mas’ud mengatakan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Al-Qur`an adalah hidangan Allah. Maka terimalah hidangan-Nya semampu kalian. Sesungguhnya Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat, cahaya yang menerangi, obat yang bermanfa’at, menjaga orang yang berpegang kepadanya dan menyelamatkan orang yang mengikutinya. Ia (al-Qur’an) tidak melenceng sehingga di caci maki, tidak bengkok sehingga diluruskan, tidak akan pernah habis keajaibannya, tidak rusak dikarenakan oleh banyaknya bantahan—bacalah, sesungguhnya Allah—akan mengganjar kalian karena telah membacanya. Setiap huruf adalah sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim adalah satu huruf, akan tetapi (masing-masing) Alif, Lam, dan Mim (adalah satu huruf).” (HR Al-Hakim)
    5- Menuntun Jalan Menuju Surga
    Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Al-Qur`an akan menjadi sesuatu yang memberi syafaat dan syafaatnya diterima. Menjadi pejalan dan membenarkan. Barangsiapa yang meletakkan Al-Qur`an di hadapannya, maka Al-Qur`an akan menuntunnya ke surga; Dan barangsiapa yang meletakkan Al-Qur`an di belakang punggungnya, maka Al-Qur`an akan menggiringnya ke dalam neraka.” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi)
    6- Menjadi Tombo Ati
    Seorang ulama mengatakan bahwa tombo ati (obat penyakit hati) ada lima: yaitu membaca Al-Qur`an sekaligus mentadabburinya, shalat tahajjud, dzikir di malam hari, perut yang lapar, dan bersahabat dengan orang-orang saleh.
    Selain keutamaan di atas, dengan mentradisikan membaca dan mentadabburi Al-Qur`an akan membentuk kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Al-Qur`an. Hal tersebut merupakan salah satu cara agar kita bisa menteladani Rasulullah saw, karena akhlak beliau—sebagaimana dikatakan oleh Sayyidah Aisyah—adalah Al-Qur`an.

    http://syafiiakrom.wordpress.com/2009/04/01/mukjizat-terbesar-nabi-muhammad-saw/

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Reply
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Go to top
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Cancel