Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,(QS. 22:27) supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.(QS. 22:28) 

27 Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,(QS. 22:27)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Hajj 27
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27)
Pada ayat ini Allah SWT. memerintahkan kepada Nabi Ibrahim a.s. agar menyeru manusia mengerjakan ibadah haji ke Baitullah dan menyampaikan kepada mereka bahwa ibadat haji itu termasuk ibadat yang diwajibkan bagi kaum Muslimin.
Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa perintah Allah SWT. dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Ibrahim a.s. yang baru saja selesai membangun Kakbah. Pendapat ini sesuai dengan ayat ini, terutama jika diperhatikan hubungannya dengan ayat-ayat yang sebelumnya. Pada ayat-ayat yang sebelum ayat ini disebutkan perintah Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. agar mengingatkan kepada orang-orang musyrik Mekah akan peristiwa waktu Allah memerintahkan Ibrahim supaya membangun Kakbah, sedang ayat-ayat ini menyuruh orang-orang musyrik itu mengingat peristiwa ketika Allah SWT. memerintahkan Ibrahim menyeru manusia agar menunaikan ibadah haji.
Pendapat ini sesuai pula dengan riwayat Ibnu Abbas dari Jubair yang menerangkan, bahwa tatkala Ibrahim as. selesai membangun Kakbah, Allah SWT. memerintahkan kepadanya, “Serulah manusia untuk mengerjakan ibadah haji”.
Ibrahim as. menjawab, “Wahai Tuhan, apakah suaraku akan sampai kepada mereka?”, Allah berkata, “Serulah mereka, Aku akan menyampaikannya”. Maka Ibrahim naik ke atas bukit Abi Qubaisy, lalu mengucapkan dengan suara yang keras: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah benar-benar telah memerintahkan kepadamu sekalian mengunjungi rumah ini, supaya Dia memberikan kepadamu surga dan melindungi kamu dari azab neraka, karena itu tunaikanlah olehmu ibadat haji itu. Maka suara itu diperkenankan oleh orang-orang yang berada dalam tulang sulbi laki-laki dan orang-orang yang telah berada dalam rahim wanita, dengan jawaban, “Labbaika, Allahumma labbaika” (Maha Suci Engkau Wahai Tuhan, Maha Suci Engkau”). Maka berlakulah “talbiyah” dengan cara yang demikian itu. (Talbiyah ialah doa yang diucapkan orang yang sedang mengerjakan ibadah haji atau umrah, doa itu ialah, “Labbaika Allahuma Labbaika”)
Hasan berpendapat bahwa perintah Allah dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. Alasan beliau ialah: Semua perkataan dan pembicaraan dalam ayat-ayat Alquran itu ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, termasuk di dalamnya perintah melaksanakan ibadah haji ini. Perintah ini telah dilaksanakan oleh Rasulullah bersama para sahabat dengan mengerjakan haji wada’ (haji yang penghabisan), sebagaimana tersebut dalam hadis: 

وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال يا أيها الناس, إن الله قد فرض عليكم الحج فحجوا
Artinya:
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah telah berkhutbah di hadapan kami; beliau berkata, “Wahai sekalian manusia Allah telah mewajibkan atasmu ibadah haji, maka laksanakanlah olehmu”. (H.R. Ahmad dari Ishaq)
Jika diperhatikan, maka sebenarnya kedua pendapat ini tidaklah berlawanan. Karena perintah menunaikan ibadah haji itu ditujukan kepada Nabi Ibrahim dan umatnya di waktu beliau selesai membangun Kakbah. Kemudian setelah Nabi Muhammad saw. diutus, maka perintah itu diberikan pula kepadanya, sehingga Nabi Muhammad saw. dan umatnya diwajibkan pula menunaikan ibadah haji itu, bahkan ditetapkan sebagai rukun Islam yang kelima.
Dalam ayat ini terdapat perkataan, “..niscaya mereka akan datang kepadamu..”. Dari perkataan ini dipahamkan: Seakan-akan Tuhan mengatakan kepada Ibrahim a.s. bahwa jika kamu hai Ibrahim menyeru manusia untuk menunaikan ibadah haji, niscaya manusia akan memenuhi panggilanmu itu, mereka akan berdatangan dari segenap penjuru dunia walaupun dengan menempuh perjalanan yang sulit dan sukar. Barang siapa yang memenuhi panggilan itu, baik waktu ini maupun kemudian hari, maka berarti ia telah datang memenuhi panggilan-Ku seperti kamu dahulu telah memenuhinya pula. Kamu dahulu pernah Aku perintah datang ke Mekah yang masih sepi, kamu memenuhinya walaupun perjalanannya sukar, melalui terik panas padang pasir yang terbentang antara Mekah dan Suriah. Perintah itu telah kamu laksanakan dengan baik, bahkan kamu bersedia menyembelih anak kandungmu Ismail, semata-mata untuk melaksanakan perintah-Ku, karena itu Aku akan menyediakan pahala yang besar untukmu, dan pahala yang seperti itu akan Aku berikan pula kepada siapa yang berkunjung ke Baitullah ini, terutama bagi orang yang sengaja datang ke Mekah ini untuk melaksanakan ibadah haji. Perkataan ini merupakan penghormatan bagi Ibrahim dan menunjukkan betapa besarnya pahala yang disediakan Allah bagi orang-orang yang menunaikan ibadah haji semata-mata karena Allah.
Para ulama sependapat bahwa datang ke Baitullah mengerjakan ibadah haji dibolehkan mempergunakan kendaraan dan cara-cara apa saja yang dihalalkan, seperti dengan berjalan kaki, dengan kapal melalui laut atau dengan pesawat udara atau dengan kendaraan melalui darat dan sebagainya. Tetapi Imam Malik dan Imam Asy Syafii berpendapat bahwa: pergi menunaikan ibadah haji dengan menggunakan kendaraan melalui perjalanan darat itu lebih baik dan lebih besar pahalanya, karena cara yang demikian itu mengikuti perbuatan Rasulullah. Dengan cara yang demikian diperlukan perbelanjaan yang banyak, menempuh perjalanan yang sukar serta menambah syiar ibadah haji, terutama di waktu melalui negara-negara yang ditempuh selama dalam perjalanan. Sebagian ulama berpendapat bahwa berjalan kaki lebih utama dari berkendaraan, karena berjalan dengan kaki lebih banyak ditemui kesulitan-kesulitan daripada dengan berkendaraan.
Sebenarnya dengan cara dan kendaraan apapun seseorang menunaikan ibadah haji, pasti akan memperoleh pahala yang besar dari Allah, jika ibadah itu semata-mata dilaksanakan karena Allah. Yang dinilai adalah niat dan keikhlasan seseorang serta cara cara melaksanakannya. Sekalipun sulit perjalanan yang ditempuh, tetapi niat mengerjakan haji itu bukan karena Allah maka ia tidak akan memperoleh sesuatupun dari Allah, bahkan sebaliknya ia akan diazab dengan azab yang sangat pedih karena niatnya itu.
Jika seseorang telah sampai di Mekah dan melihat Baitullah, disunahkan mengangkat tangan, sebagaimana tersebut dalam hadis:

روى ابن عباس رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال ترفع الأيدي في سبع مواطن افتتاح الصلاة واستقبال البيت والصفا والمروة والموقفين والجمرتين.
Artinya:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra dari Nabi saw, beliau bersabda: Diangkat kedua tangan pada tujuh tempat, yaitu pada pembukaan salat, waktu menghadap Baitullah, waktu menghadap bukit Safa dan bukit Marwah, waktu wukuf dan melempar kedua jumrah” (H.R. Ahmad dari Ishaq)
Hadis ini diamalkan oleh Ibnu Umar ra.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 27
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27)
(Dan berserulah) serukanlah (kepada manusia untuk mengerjakan haji) kemudian Nabi Ibrahim naik ke puncak bukit Abu Qubais, lalu ia berseru, “Hai manusia! Sesungguhnya Rabb kalian telah membangun Baitullah dan Dia telah mewajibkan kalian untuk melakukan haji, maka sambutlah seruan Rabb kalian ini”. Lalu Nabi Ibrahim menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri serta ke arah Timur dan ke arah Barat. Maka menjawablah semua orang yang telah ditentukan baginya dapat berhaji dari tulang-tulang sulbi kaum lelaki dan rahim-rahim kaum wanita, seraya mengatakan, “Labbaik allaahumma Labbaika”, artinya: Ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu, Ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu. Sedangkan Jawab dari Amar yang di muka tadi ialah (niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki) lafal Rijaalan adalah bentuk jamak dari lafal Raajilun, wazannya sama dengan lafal Qaaimun yang bentuk jamaknya adalah Qiyaamun; artinya berjalan kaki (dan) dengan berkendaraan (dengan menaiki unta yang kurus) karena lamanya perjalanan; lafal Dhamirin dapat ditujukan kepada jenis jantan dan betina (mereka datang) yakni unta-unta kurus itu yang dimaksud adalah orang-orang yang mengendarainya (dari segenap penjuru yang jauh) dari daerah yang perjalanannya sangat jauh.

28
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Hajj 28
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (28)
Ayat ini menerangkan tujuan disyariatkan ibadah haji, yaitu untuk memperoleh kemanfaatan. Tidak disebutkan dalam ayat ini bentuk bentuk manfaat itu hanya disebut secara umum saja. Penyebutan Secara umum kemanfaatan-kemanfaatan yang akan diperoleh orang mengerjakan ibadah haji dalam ayat ini, menunjukkan banyaknya macam dan jenis kemanfaatan yang akan diperoleh itu. Kemanfaatan-kemanfaatan itu sukar menerangkannya secara terperinci, hanya yang dapat menerangkan dan merasakannya ialah orang yang pernah mengerjakan ibadah haji dan melaksanakannya dengan niat ikhlas.
Kemanfaatan itu ada yang berhubungan dengan rohani dan ada pula dengan jasmani, dan yang langsung dirasakan oleh individu yang melaksanakannya dan ada pula yang dirasakan oleh masyarakat, ada yang berhubungan dengan dunia dan ada pula yang berhubungan dengan akhirat.
Para ulama banyak yang mencoba melukiskan bentuk-bentuk manfaat yang mungkin diperoleh oleh para haji, setelah mereka mengalami dan mempelajarinya kebanyakan mereka itu menyatakan bahwa mereka belum sanggup melukiskan semua manfaat itu. Di antara manfaat yang dilukiskan itu ialah.
1. Melatih diri dengan mempergunakan seluruh kemampuan mengingat Allah dengan khusyuk pada hari-hari yang telah ditentukan dengan memurnikan kepatuhan dan ketundukan hanya kepada-Nya saja. Pada waktu seseorang berusaha mengendalikan hawa nafsunya dengan mengikuti perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya walau apapun yang menghalangi dan merintanginya. Latihan-latihan yang dikerjakan selama mengerjakan ibadah haji itu diharapkan berbekas di dalam sanubari kemudian dapat diulangi lagi mengerjakannya setelah kembali dari tanah suci nanti, sehingga menjadi kebiasaan yang baik dalam penghidupan dan kehidupan.
2. Menimbulkan rasa perdamaian dan rasa persaudaraan di antara sesama kaum Muslimin. Sejak seseorang calon haji mengenakan pakaian ihram, pakaian yang putih yang tidak berjahit, sebagai tanda telah mengerjakan ibadah haji, maka sejak itu ia telah menanggalkan pakaian duniawi, pakaian kesukaannya, pakaian kebesaran, pakaian kemewahan dan sebagainya. Semua manusia kelihatan sama dalam pakaian ihram itu; tidak dapat dibedakan antara si kaya dengan si miskin, antara penguasa dengan rakyat jelata, antara yang pandai dengan yang bodoh, antara tuan dengan budak, semuanya sama tunduk dan menghambakan diri kepada Tuhan semesta alam, sama tawaf, sama-sama berlari antara bukit Safa dan bukit Marwa, sama-sama berdesakan melempar Jumrah, sama-sama tunduk dan tafakkur di tengah tengah padang Arafah. Dalam keadaan demikian terasalah bahwa diri itu sama saja dengan orang yang lain. Yang membedakan derajat antara seorang dengan yang lain hanyalah tingkat ketakwaan dan ketaatan kepada Allah. Karena itu timbullah rasa ingin tolong menolong, rasa seagama, rasa senasib dan sepenanggungan, rasa hormat menghormati sesama manusia.
3. Mencoba mengalami dan membayangkan kehidupan di akhirat nanti, yang pada waktu itu tidak seorangpun yang dapat memberikan pertolongan kecuali Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Wukuf di Arafah di tempat berkumpulnya manusia yang hanyak merupakan gambaran kehidupan di Mahsyar nanti demikian pula melempar Jumrah di panas terik di tengah padang pasir dalam keadaan haus dan dahaga. Semua itu menggambarkan saat-saat ketika manusia berdiri di hadapan Mahkamah Allah di akhirat nanti.
4. Menghilangkan rasa harga diri yang berlebih-lebihan. Seseorang waktu berada di negerinya, biasanya terikat oleh adat istiadat yang biasa mereka lakukan sehari-hari dalam pergaulan mereka. Sedikit saja terasalah dapat menimbulkan kesalah pahaman perselisihan dan pertentangan. Pada waktu melaksanakan ibadah haji, bertemulah kaum Muslimin yang datang dari segala penjuru dunia, dari negeri yang berbeda-beda, masing-masing mempunyai adat istiadat dan kebiasaan hidup dan tata cara yang berbeda-beda pula maka terjadilah persinggungan antara adat istiadat dan kebiasaan hidup itu. Seperti cara berbicara. cara makan, cara berpakaian, cara menghormati tamu dan sebagainya. Di waktu menunaikan ibadah haji terjadi persinggungan dan perbenturan badan antara jama’ ah dari suatu negeri, dengan jemaah dari negara yang lain, seperti waktu tawaf, waktu sai, waktu wukuf di Arafah. Waktu melempar jumrah dan sebagainya. Waktu salat di Masjidilharam, tubuh seorang yang duduk dilangkahi oleh temannya yang lain karena ingin mendapatkan saf yang paling di depan, demikian pula persoalan bahasa dan isyarat, semua itu muduh menimbulkan kesalah pahaman dan perselisihan. Bagi seorang yang sedang melakukan ibadah haji, semuanya itu harus dihadapi dengan sabar, dengan dada yang lapang, harus dihadapi dengan berpangkal kepada dugaan: bahwa semua jemaah haji itu melakukan yang demikian itu bukanlah untuk menyakiti temannya dan bukan untuk menyinggung perasaan orang lain, tetapi semata-mata untuk mencapai tujuan maksimal dari ibadah haji. Semua mereka ingin memperoleh haji mabrur, apakah ia seorang kaya atau seorang miskin dan sebagainya.
5. Menghayati kehidupan dan perjuangan Nabi Ibrahim beserta putranya Nabi Ismail dan Nabi Muhammad beserta para sahabatnya. Waktu Ibrahim pertama kali datang di Mekah bersama istrinya Hajar dan putranya Ismail yang masih kecil, kota Mekah masih merupakan padang pasir yang belum didiami oleh seorang manusiapun. Dalam keadaan demikianlah Ibrahim meninggalkan istri dan putranya di sana, sedang ia kembali ke Syria. Dapat dirasakan Hajar dan putranya yang masih kecil, tidak ada manusia tempat mengadu dan minta tolong kecuali hanya kepada Tuhan saja. Sesayup-sayup mata memandang, terbentang padang pasir yang luas, tanpa tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan tempat berlindung. Dapat dirasakan kesusahan Hajar berlari antara Safa dan Marwa mencari setetes air untuk diminum anaknya. Dapat direnungkan dan dijadikan teladan tentang ketaatan dan kepatuhan Ibrahim kepada Allah. Beliau bersedia menyembelih putranya tercinta, Ismail a.s. semata-mata untuk memenuhi dan melaksanakan perintah Allah. Kaum Muslimin selama mengerjakan ibadah haji dapat melihat bekas-bekas dan tempat-tempat yang ada hubungannya dengan perjuangan Nabi Muhammad saw. beserta sahabatnya dalam menegakkan agama Allah. Sejak dari Mekah disaatsaat beliau mendapat halangan, rintangan bahkan siksaan dari orang-orang musyrik Mekah, kemudian beliau hijrah ke Madinah, berjalan kaki, dalam keadaan dikejar-kejar orang-orang kafir. Demikian pula usaha-usaha yang beliau lakukan di Madinah, berperang dengan orang kafir, menghadapi kelicikan dan fitnah orang Yahudi. Semuanya itu dapat diingat dan dihayati selama menunaikan ibadah haji dan diharapkan dapat menambah iman ketakwaan kepada Allah Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
6. Sebagai Muktamar Islam seluruh dunia. Pada musim haji berdatanganlah kaum Muslimin dari seluruh dunia. Secara tidak langsung terjadilah pertemuan antara seorang dengan seorang, antara suku bangsa dengan suku bangsa dan antara bangsa dengan bangsa yang beraneka ragam coraknya itu. Antara mereka itu dapat berbincang dan bertukar pengalaman dengan yang lain, sehingga pengalaman dan pikiran seseorang dapat diambil dan dimanfaatkan oleh yang lain, terutama setelah masing-masing mereka sampai di negeri mereka nanti. Jika pertemuan yang seperti ini diorganisir dengan baik, tentulah akan besar manfaatnya, akan dapat memecahkan masalah-masalah yang sulit yang dihadapi oleh umat Islam di negara mereka masing-masing. Semuanya itu akan berfaedah pula bagi individu, masyarakat dan agama. Alangkah baiknya jika pada waktu itu diadakan pertemuan antara kepala negara yang menunaikan ibadah haji, pertemuan para ahli, para ulama, para pemuka masyarakat, para usahawan dan sebagainya.
Amatlah banyak manfaat yang lain lagi yang akan diperoleh oleh orang yang mengerjakan ibadah haji, tetapi hanyalah Allah, SWT. yang dapat mengetahui dengan pasti semua manfaat itu, Dalam pada itu, dari orang-orang yang pernah mengerjakan haji didapat keterangan bahwa keinginan mereka menunaikan ibadah haji bertambah setelah mereka selesai menunaikan ibadah haji yang pertama, makin sering seseorang menunaikan ibadah haji, makin bertambah pula keinginan tersebut. Rahasia dan manfaat dari ibadah haji itu dapat dipahamkan pula dari doa Nabi Ibrahim kepada Allah, sebagaimana yang tersebut dalam firman-Nya: 

فاجعل أفئدة من الناس تهوى إليهم
Artinya:
Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. (Q.S. Ibrahim: 37)
Selanjutnya disebutkan pula manfaat yang lain dari ibadah haji, yaitu agar manusia menyebut nama Allah pada hari-hari yang ditentukan dan melaksanakan kurban dengan menyebut nama Allah untuk menyembelih binatang kurban itu.
Yang dimaksud dengan hari-hari yang ditentukan ialah hari raya haji dan hari-hari tasyriq, yaitu tanggal 11,12, dan 13 Zulhijjah. Pada hari-hari ini dilakukan penyembelihan binatang kurban.
Waktu menyembelih bintang kurban ialah setelah masuk waktu mengerjakan salat Idul Adha sampai dengan waktu terbenam matahari tanggal 13 Zulhijah. Rasulullah saw. bersabda:

من ذبح قبل الصلاة فإنما ذبح لنفسه ومن ذبح بعد الصلاة فقد أتم نسكه وأصاب سنة المسلمين.
Artinya:
Barangsiapa yang menyembelih kurban sebelum salat Idul Adha maka sesungguhnya ia hanyalah menyembelih untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang menyembelih sesudah salat Idul Adha dan setelah membaca dua Khutbah maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadatnya dan telah melaksanakan sunah kaum Muslimin. (H.R. Bukhari)
Yang dimaksud dengan salat hari raya dalam hadis ini, ialah waktu salat hari raya, bukanlah salatnya, karena salat hari raya itu bukanlah menjadi syarat penyembelihan kurban.
Dan sabda Rasulullah saw:

أيام التشريق كلها ذبح
Artinya:
Semua hari-hari tasyriq adalah waktu dilakukannya penyembelihan kurban (H.R. Ahmad dari Juber bin Muthni)
Setelah binatang kurban itu disembelih, maka dagingya boleh dimakan oleh yang berkurban dan sebagiannya disedekahkan kepada orang-orang fakir dan miskin. Menurut jumhur ulama, sebaiknya orang-orang yang berkurban memakan daging kurban sebagian kecil saja, sedang sebagian besarnya disedekahkan kepada fakir miskin. Dalam pada itu tidak mengapa jika orang yang berkurban menyedekahkan seluruh daging kurbannya itu kepada fakir miskin.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Hajj 28
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (28)
(Supaya mereka mempersaksikan) yakni mendatangi (berbagai manfaat untuk mereka) dalam urusan dunia mereka melalui berdagang, atau urusan akhirat atau untuk keduanya. Sehubungan dengan masalah ini ada berbagai pendapat mengenainya (dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan) yakni tanggal sepuluh Zulhijah, atau hari Arafah, atau hari berkurban hingga akhir hari-hari Tasyriq; mengenai masalah ini pun ada beberapa pendapat (atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak) unta, sapi dan kambing yang disembelih pada hari raya kurban dan ternak-ternak yang disembelih sesudahnya sebagai kurban. (Maka makanlah sebagian daripadanya) jika kalian menyukainya (dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir) yakni sangat miskin.

 

http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?pageno=2&SuratKe=22#Top