Sejarah Hidup Muhammad : DARI PEMBATALAN PIAGAM SAMPAI KEPADA ISRA'
Terasing seorang diri, ia pergi ke Ta’if,2 dengan tiada orang
yang mengetahuinya. Ia pergi ingin mendapatkan dukungan dan
suaka dari Thaqif terhadap masyarakatnya sendiri, dengan
harapan merekapun akan dapat menerima Islam. Tetapi ternyata
mereka juga menolaknya secara kejam sekali. Kalaupun sudah
begitu, ia masih mengharapkan mereka jangan memberitahukan
kedatangannya minta pertolongan itu, supaya jangan ia disoraki
oleh masyarakatnya sendiri. Tetapi permintaannya itupun tidak
didengar. Bahkan mereka menghasut orang-orang pandir agar
bersorak-sorai dan memakinya.
Ia pergi lagi dari sana, berlindung pada sebuah kebun
kepunyaan ‘Utba dan Syaiba anak-anak Rabi’a. Orang-orang yang
pandir itu kembali pulang. Ia lalu duduk di bawah naungan
pohon anggur. Ketika itu keluarga Rabi’a sedang
memperhatikannya dan melihat pula kemalangan yang dideritanya.
Sesudah agak reda, ia mengangkat kepala menengadah ke atas, ia
hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat
mengharukan:
“Allahumma yang Allah, kepadaMu juga aku mengadukan
kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di
hadapan manusia. O Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku.
Kepada siapa hendak Kauserahkan daku? Kepada orang yang
jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang
akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku,
aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang
Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang
menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi
dunia dan akhirat – daripada kemurkaanMu yang akan Kautimpakan
kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan
pada-Mu. Dan tiada daya upaya selain dengan Engkau juga.”3
Dalam memperhatikan keadaan itu hati kedua orang anak Rabi’a
itu merasa tersentak. Mereka merasa iba dan kasihan melihat
nasib buruk yang dialaminya itu. Budak mereka, seorang
beragama Nasrani bernama ‘Addas, diutus kepadanya membawakan
buah anggur dari kebun itu. Sambil meletakkan tangan di atas
buah-buahan itu Muhammad berkata: “Bismillah!” Lalu buah itu
dimakannya.
‘Addas memandangnya keheranan.
“Kata-kata ini tak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini,”
kata ‘Addas.
Lalu Muhammad menanyakan negeri asal dan agama orang itu.
Setelah diketahui bahwa orang tersebut beragama Nasrani dari
Nineveh, katanya:
“Dari negeri orang baik-baik, Yunus anak Matta.”
“Dari mana tuan kenal nama Yunus anak Matta!” tanya ‘Addas.
“Dia saudaraku. Dia seorang nabi, dan aku juga Nabi,” jawab
Muhammad.
Saat itu ‘Addas lalu membungkuk mencium kepala, tangan dan
kaki Muhammad. Sudah tentu kejadian ini menimbulkan keheranan
keluarga Rabi’a yang melihatnya. Sungguhpun begitu mereka
tidak sampai akan meninggalkan kepercayaan mereka. Dan tatkala
‘Addas sudah kembali mereka berkata:
“‘Addas, jangan sampai orang itu memalingkan kau dari agamamu,
yang masih lebih baik daripada agamanya.”
Gangguan orang yang pernah dialami Muhammad seolah dapat
meringankan perbuatan buruk yang dilakukan Thaqif itu,
meskipun mereka tetap kaku tidak mau mengikutinya. Keadaan itu
sudah diketahui pula oleh Quraisy sehingga gangguan mereka
kepada Muhammad makin menjadi-jadi. Tetapi hal ini tidak
mengurangi kemauan Muhammad menyampaikan dakwah Islam. Kepada
kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah, itu ia memperkenalkan
diri, mengajak mereka mengenal arti kebenaran.
Diberitahukannya kepada mereka, bahwa ia adalah Nabi yang
diutus, dan dimintanya mereka mempercayainya.
Namun sungguhpun begitu, Abu Lahab pamannya tidak
membiarkannya, bahkan dibuntutinya ke mana ia pergi.
Dihasutnya orang supaya jangan mau mendengarkan.
Muhammad sendiri tidak cukup hanya memperkenalkan diri kepada
kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah di Mekah saja, bahkan
ia mendatangi Banu Kinda4 ke rumah-rumah mereka, mendatangi
Banu Kalb,5 juga ke rumah-rumah mereka, Banu Hanifa6 dan Banu
‘Amir bin Sha’sha’a.7 Tapi tak seorangpun dari mereka yang mau
mendengarkan. Banu Hanifa bahkan menolak dengan cara yang
buruk sekali. Sedang Banu ‘Amir menunjukkan ambisinya, bahwa
kalau Muhammad mendapat kemenangan, maka sebagai penggantinya,
segala persoalan nanti harus berada di tangan mereka. Tetapi
setelah dijawab, bahwa masalah itu berada di tangan Tuhan,
merekapun lalu membuang muka dan menolaknya seperti yang
lain-lain.
Adakah kegigihan kabilah-kabilah yang mengadakan oposisi
terhadap Muhammad itu karena sebab-sebab yang sama seperti
yang dilakukan oleh Quraisy? Kita sudah melihat, bahwa Banu
‘Amir ini mempunyai ambisi ingin memegang kekuasaan bila
bersama-sama mereka nanti ia mendapat kemenangan. Sebaliknya
kabilah Thaqif pandangannya lain lagi. Ta’if di samping
sebagai tempat musim panas bagi penduduk Mekah karena udaranya
yang sejuk dan buah anggurnya yang manis-manis, juga kota ini
merupakan pusat tempat penyembahan Lat. Ke tempat itu orang
berziarah dan menyembah berhala. Kalau Thaqif ini sampai
menjadi pengikut Muhammad, maka kedudukan Lat akan hilang.
Permusuhan mereka dengan Quraisypun akan timbul, yang sudah
tentu akibatnya akan mempengaruhi perekonomian mereka pada
musim dingin. Begitu juga halnya dengan yang lain, setiap
kabilah mempunyai penyakit sendiri yang disebabkan oleh
keadaan perekonomian setempat. Dalam menentang Islam itu,
pengaruh ini lebih besar terhadap mereka daripada pengaruh
kepercayaan mereka dan kepercayaan nenek-moyang mereka,
termasuk penyembahan berhala-berhala.
Makin besar oposisi yang dilakukan kabilah-kabilah itu,
Muhammad makin mau menyendiri. Makin gigih pihak Quraisy
melakukan gangguan kepada sahabat-sahabatnya, makin pula ia
merasakan pedihnya.
Masa berkabung terhadap Khadijah itupun sudah pula berlalu.
Terpikir olehnya akan beristeri, kalau-kalau isterinya itu
kelak akan dapat juga menghiburnya, dapat mengobati luka dalam
hatinya, seperti dilakukan Khadijah dulu. Tetapi dalam hal ini
ia melihat pertaliannya dengan orang-orang Islam yang
mula-mula itu harus makin dekat dan perlu dipererat lagi. Itu
sebabnya ia segera melamar puteri Abu Bakr, Aisyah. Oleh
karena waktu itu ia masih gadis kecil yang baru berusia tujuh
tahun, maka yang sudah dilangsungkan baru akad nikah, sedang
perkawinan berlangsung dua tahun kemudian, ketika usianya
mencapai sembilan tahun.
Sementara itu ia kawin pula dengan Sauda, seorang janda yang
suaminya pernah ikut mengungsi ke Abisinia dan kemudian
meninggal setelah kembali ke Mekah. Saya rasa pembacapun akan
dapat menangkap arti kedua ikatan ini. Arti pertalian
perkawinan dan semenda yang dilakukan oleh Muhammad itu, nanti
akan lebih jelas.
Pada masa itulah Isra’ dan Mi’raj terjadi. Malam itu Muhammad
sedang berada di rumah saudara sepupunya, Hindun puteri Abu
Talib yang mendapat nama panggilan Umm Hani’. Ketika itu
Hindun mengatakan:
“Malam itu Rasulullah bermalam di rumah saya. Selesai salat
akhir malam, ia tidur dan kamipun tidur. Pada waktu sebelum
fajar Rasulullah sudah membangunkan kami. Sesudah melakukan
ibadat pagi bersama-sama kami, ia berkata: ‘Umm Hani’, saya
sudah salat akhir malam bersama kamu sekalian seperti yang
kaulihat di lembah ini. Kemudian saya ke Bait’l-Maqdis
(Yerusalem) dan bersembahyang di sana. Sekarang saya
sembahyang siang bersama-sama kamu seperti kaulihat.”
Kataku: “Rasulullah, janganlah menceritakan ini kepada orang
lain. Orang akan mendustakan dan mengganggumu lagi!”
“Tapi harus saya ceritakan kepada mereka,” jawabnya.
Orang yang mengatakan, bahwa Isra’ dan Mi’raj Muhammad
‘alaihissalam dengan ruh itu berpegang kepada keterangan Umm
Hani’ ini, dan juga kepada yang pernah dikatakan oleh Aisyah:
“Jasad Rasulullah s.a.w. tidak hilang, tetapi Allah menjadikan
isra’8 itu dengan ruhnya.” Juga Mu’awiya b. Abi Sufyan ketika
ditanya tentang isra’ Rasul menyatakan: Itu adalah mimpi yang
benar dari Tuhan. Di samping semua itu orang berpegang kepada
firman Tuhan: “Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu
adalah sebagai ujian bagi manusia.” (Qur’an, 17:60)
Sebaliknya orang yang berpendapat, bahwa isra’ dari Mekah ke
Bait’l-Maqdis itu dengan jasad, landasannya ialah apa yang
pernah dikatakan oleh Muhammad, bahwa dalam isra’ itu ia
berada di pedalaman, seperti yang akan disebutkan ceritanya
nanti. Sedang mi’raj ke langit adalah dengan ruh. Disamping
mereka itu ada lagi pendapat bahwa isra’ dan mi’raj itu
keduanya dengan jasad. Polemik sekitar perbedaan pendapat ini
di kalangan ahli-ahli iImu kalam banyak sekali dan ribuan pula
tulisan-tulisan sudah dikemukakan orang. Sekitar arti isra’
ini kami sendiri sudah mempunyai pendapat yang ingin kami
kemukakan juga. Kita belum mengetahui, sudah adakah orang yang
mengemukakannya sebelum kita, atau belum. Tetapi, sebelum
pendapat ini kita kemukakan – dan supaya dapat kita kemukakan
- perlu sekali kita menyampaikan kisah isra, dan mi’raj ini
seperti yang terdapat dalam buku-buku sejarah hidup Nabi.
Dengan indah sekali Dermenghem melukiskan kisah ini yang
disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi, yang
terjemahannya sebagai berikut:
“Pada tengah malam yang sunyi dan hening, burung-burung
malampun diam membisu, binatang-binatang buas sudah berdiam
diri, gemercik air dan siulan angin juga sudah tak terdengar
lagi, ketika itu Muhammad terbangun oleh suara yang
memanggilnya: “Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!” Dan
bila ia bangun, dihadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril
dengan wajah yang putih berseri dan berkilauan seperti salju,
melepaskan rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan
pakaian berumbaikan mutiara dan emas. Dan dari sekelilingnya
sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya
memegang seekor hewan yang ajaib, yaitu buraq yang bersayap
seperti sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul,
dan Rasulpun naik.
“Maka meluncurlah buraq itu seperti anak panah membubung di
atas pegunungan Mekah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah
ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu
berhenti di gunung Sinai di tempat Tuhan berbicara dengan
Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa
dilahirkan. Sesudah itu kemudian meluncur di udara.
“Sementara itu ada suara-suara misterius mencoba menghentikan
Nabi, orang yang begitu ikhlas menjalankan risalahnya. Ia
melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menghentikan hewan
itu di mana saja dikehendakiNya.
“Seterusnya mereka sampai ke Bait’l-Maqdis. Muhammad
mengikatkan hewan kendaraannya itu. Di puing-puing kuil
Sulaiman ia bersembahyang bersama-sama Ibrahim, Musa dan Isa.
Kemudian dibawakan tangga, yang lalu dipancangkan diatas batu
Ya’qub. Dengan tangga itu Muhammad cepat-cepat naik ke langit.
“Langit pertama terbuat dari perak murni dengan
bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas.
Tiap langit itu dijaga oleh malaikat, supaya jangan ada
setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan
mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit inilah Muhammad
memberi hormat kepada Adam. Di tempat ini pula semua makhluk
memuja dan memuji Tuhan. Pada keenam langit berikutnya
Muhammad bertemu dengan Nuh, Harun, Musa, Ibrahim, Daud,
Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa. Juga di tempat itu ia melihat
Malaikat maut Izrail, yang karena besarnya jarak antara kedua
matanya adalah sejauh tujuh ribu hari perjalanan. Dan karena
kekuasaanNya, maka yang berada di bawah perintahnya adalah
seratus ribu kelompok. Ia sedang mencatat nama-nama mereka
yang lahir dan mereka yang mati, dalam sebuah buku besar. Ia
melihat juga Malaikat Airmata, yang menangis karena dosa-dosa
orang, Malaikat Dendam yang berwajah tembaga yang menguasai
anasir api dan sedang duduk di atas singgasana dari nyala api.
Dan dilihatnya juga ada malaikat yang besar luar biasa, separo
dari api dan separo lagi dari salju, dikelilingi oleh
malaikat-malaikat yang merupakan kelompok yang tiada hentinya
menyebut-nyebut nama Tuhan: O Tuhan, Engkau telah menyatukan
salju dengan api, telah menyatukan semua hambaMu setia menurut
ketentuan Mu.
“Langit ketujuh adalah tempat orang-orang yang adil, dengan
malaikat yang lebih besar dari bumi ini seluruhnya. Ia
mempunyai tujuhpuluh ribu kepala, tiap kepala tujuhpuluh ribu
mulut, tiap mulut tujuhpuluh ribu lidah, tiap lidah dapat
berbicara dalam tujuh puluh ribu bahasa, tiap bahasa dengan
tujuhpuluh ribu dialek. Semua itu memuja dan memuji serta
mengkuduskan Tuhan.
“Sementara ia sedang merenungkan makhluk-makhluk ajaib itu,
tiba-tiba ia membubung lagi sampai di Sidrat’l-Muntaha yang
terletak di sebelah kanan ‘Arsy, menaungi berjuta-juta ruh
malaikat. Sesudah melangkah, tidak sampai sekejap matapun ia
sudah menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan
daerah-daerah cahaya yang terang-benderang, lalu bagian yang
gelap gulita disertai berjuta juta tabir kegelapan, api, air,
udara dan angkasa. Tiap macam dipisahkan oleh jarak 500 tahun
perjalanan. Ia melintasi tabir-tabir keindahan, kesempurnaan,
rahasia, keagungan dan kesatuan. Dibalik itu terdapat
tujuhpuluh ribu kelompok malaikat yang bersujud tidak bergerak
dan tidak pula diperkenankan meninggalkan tempat.
“Kemudian terasa lagi ia membubung ke atas ke tempat Yang Maha
Tinggi. Terpesona sekali ia. Tiba-tiba bumi dan langit menjadi
satu, hampir-hampir tak dapat lagi ia melihatnya, seolah-olah
sudah hilang tertelan. Keduanya tampak hanya sebesar
biji-bijian di tengah-tengah ladang yang membentang luas.
“Begitu seharusnya manusia itu, di hadapan Raja semesta alam.
“Kemudian lagi ia sudah berada di hadapan ‘Arsy, sudah dekat
sekali. Ia sudah dapat melihat Tuhan dengan persepsinya, dan
melihat segalanya yang tidak dapat dilukiskan dengan lidah, di
luar jangkauan otak manusia akan dapat menangkapnya. Maha
Agung Tuhan mengulurkan sebelah tanganNya di dada Muhammad dan
yang sebelah lagi di bahunya. Ketika itu Nabi merasakan
kesejukan di tulang punggungnya. Kemudian rasa tenang, damai,
lalu fana ke dalam Diri Tuhan yang terasa membawa kenikmatan.
“Sesudah berbicara… Tuhan memerintahkan hambaNya itu supaya
setiap Muslim setiap hari sembahyang limapuluh kali. Begitu
Muhammad kembali turun dari langit, ia bertemu dengan Musa.
Musa berkata kepadanya:
“Bagaimana kauharapkan pengikut-pengikutmu akan dapat
melakukan salat limapuluh kali tiap hari? Sebelum engkau aku
sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap anak-anak Israil
sejauh yang dapat kulakukan. Percayalah dan kembali kepada
Tuhan, minta supaya dikurangi jumlah sembahyang itu.
“Muhammadpun kembali. Jumlah sembahyang juga lalu dikurangi
menjadi empatpuluh. Tetapi Musa menganggap itu masih di luar
kemampuan orang. Disuruhnya lagi Nabi penggantinya itu
berkali-kali kembali kepada Tuhan sehingga berakhir dengan
ketentuan yang lima kali.
“Sekarang Jibril membawa Nabi mengunjungi surga yang sudah
disediakan sesudah hari kebangkitan, bagi mereka yang teguh
iman. Kemudian Muhammad kembali dengan tangga itu ke bumi.
Buraqpun dilepaskan. Lalu ia kembali dari Bait’l-Maqdis ke
Mekah naik hewan bersayap.”
Demikian cerita Dermenghem tentang Isra’ dan Mi’raj. Kitapun
dapat melihat, apa yang diceritakannya itu memang tersebar
luas dalam buku-buku sejarah hidup Nabi, sekalipun akan kita
lihat juga bahwa semua itu berbeda-beda. Di sana-sini dilebihi
atau dikurangi.
Salah satu contoh misalnya cerita Ibn Hisyam melalui ucapan
Nabi ‘alaihissalam sesudah berjumpa dengan Adam di langit
pertama, ketika mengatakan: “Kemudian kulihat orang-orang
bermoncong seperti moncong unta, tangan mereka memegang
segumpal api seperti batu-batu, lalu dilemparkan ke dalam
mulut mereka dan keluar dari dubur. Aku bertanya: “Siapa
mereka itu, Jibril?”. “Mereka yang memakan harta anak-anak
yatim secara tidak sah,” jawab Jibril. Kemudian kulihat
orang-orang dengan perut yang belum pernah kulihat dengan cara
keluarga Fir’aun menyeberangi mereka seperti unta yang kena
penyakit dalam kepalanya, ketika dibawa ke dalam api. Mereka
diinjak-injak tak dapat beranjak dari tempat mereka. Aku
bertanya: “Siapa mereka itu, Jibril?”. “Mereka itu
tukang-tukang riba,” jawabnya. Kemudian kulihat orang-orang,
di hadapan mereka ada daging yang gemuk dan baik, di samping
ada daging yang buruk dan busuk. Mereka makan daging yang
buruk dan busuk itu dan meninggalkan yang gemuk dan baik. Aku
bertanya: “Siapakah mereka itu, Jibril”? “Mereka orang-orang
yang meninggalkan wanita yang dihalalkan Tuhan dan mencari
wanita yang diharamkan,” jawabnya. Kemudian aku melihat
wanita-wanita yang digantungkan pada buah dadanya. Lalu aku
bertanya: “Siapa mereka itu, Jibril?” “Mereka itu wanita yang
memasukkan laki-laki lain bukan dari keluarga mereka …”
Kemudian aku dibawa ke surga. Di sana kulihat seorang budak
perempuan, bibirnya merah. Kutanya dia: “Kepunyaan siapa
engkau?”-Aku tertarik sekali waktu kulihat. “Aku kepunyaan
Zaid ibn Haritha,” jawabnya. Maka Rasulullah s.a.w. lalu
memberi selamat kepada Zaid ibn Haritha.”
Selain dari buku Ibn Hisyam ini, dalam buku-buku sejarah hidup
Nabi yang lain dan dalam buku-buku tafsir orang akan melihat
bermacam-macam hal lagi di samping itu. Sudah menjadi hak
setiap penulis sejarah bila akan bertanya-tanya, sampai di
mana benar ketelitian dan penyelidikan yang mereka adakan
dalam hal ini semua; mana yang boleh dijadikan pegangan
(askripsi) sampai kepada Nabi sesuai dengan pegangan yang
sahih (otentik), dan mana pula yang hanya berupa buah khayal
orang-orang tasauf dan sebangsanya.
Kalau di sini tidak cukup ruangan untuk mengadakan ketentuan
atau penyelidikan dalam bidang tersebut, dan kalau bukan pula
di sini tempatnya untuk menyatakan apakah isra’ dan mi’raj itu
keduanya dengan jasad, ataukah mi’raj dengan ruh dan isra’
dengan jasad, ataukah isra’ dan mi’raj itu semuanya dengan ruh
- maka sudah tentu bahwa tiap pendapat itu akan ada dasarnya
pada ahli-ahli ilmu kalam dan tak ada salahnya, kalau atas
pendapat-pendapat itu orang menyatakan pendiriannya sendiri,
yang akan berbeda pula satu dari yang lain.
Jadi barangsiapa yang mau menyatakan pendapatnya, bahwa isra’
dan mi’raj itu keduanya dengan ruh, maka dasarnya adalah
seperti yang kita kemukakan tadi dan sudah berulang-ulang pula
disebutkan dalam Qur’an dan diucapkan Rasul.
“Sungguh aku ini manusia seperti kamu juga yang diberikan
wahyu kepadaku. Tetapi Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa,”
(Qur’an. 18: 110)
dan bahwa satu-satunya mujizat Muhammad ialah Qur’an, dan
“Bahwasanya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang
mempersekutukanNya, tetapi Dia mengampuni segala dosa selain
(syirik) itu, siapa saja yang dikehendakiNya.” (Qur’an, 4:48)
Orang yang berpendapat demikian ini -sebenarnya melebihi yang
lain- ia akan bertanya, apa sebenarnya arti isra’ dan mi’raj
itu. Di sinilah letak pendapat yang ingin kita kemukakan. Kita
belum mengetahui, sudah adakah orang mengemukakan hal ini
sebelum kita, atau belum.
Isra’ dan mi’raj ini dalam hidup kerohanian Muhammad mempunyai
arti yang tinggi dan agung sekali, suatu arti yang lebih besar
dari yang biasa mereka lukiskan itu, yang kadang tidak sedikit
dikacau dan dirusak oleh imajinasi ahli-ahli ilmu kalam yang
subur itu. Jiwa yang sungguh kuat itu, tatkala terjadi isra’
dan mi’raj, telah dipersatukan oleh kesatuan wujud ini, yang
sudah sampai pada puncak kesempurnaannya. Pada saat itu tak
ada sesuatu tabir ruang dan waktu atau sesuatu yang dapat
mengalangi intelek dan jiwa Muhammad, yang akan membuat
penilaian kita tentang hidup ini menjadi nisbi, terbatas oleh
kekuatan-kekuatan kita yang sensasional, yang dapat diarahkan
menurut akal pikiran. Pada saat itu semua batas jadi hanyut di
depan hati nurani Muhammad. Seluruh alam semesta ini sudah
bersatu ke dalam jiwanya, yang lalu disadarinya, sejak dari
awal yang azali sampai pada akhir yang abadi -sejak dunia
mulai berkembang sampai ke akhir zaman. Digambarkannya dalam
perkembangan kesunyian dirinya dalam mencapai kesempurnaan
itu, dengan jalan kebaikan dan keindahan dan kebenaran, dalam
mengatasi dan mengalahkan segala kejahatan, kekurangan,
keburukan dan kebatilan, dengan karunia dan ampunan Tuhan
juga. Orang tidak akan mencapai keluhuran demikian itu, kalau
tidak dengan suatu kekuatan yang berada di atas kodrat manusia
yang pernah dikenalnya.
Apabila sesudah itu kemudian datang orang-orang yang menjadi
pengikut Muhammad yang tidak sanggup mengikuti jejak
pikirannya yang begitu tinggi, dengan kesadaran yang begitu
kuat tentang kesatuan alam, kesempurnaan serta perjuangannya
mencapai kesempurnaan itu, maka hal ini tidak mengherankan dan
bukan pula aib tentunya. Orang-orang yang piawai dan jenial
memang bertingkat-tingkat. Dalam kita mencapai kebenaran
inipun selalu terbentur pada batas-batas ini; tenaga kita
sudah tidak mampu mengatasinya.
Apabila kita mau menyebutkan sebagai contoh -dengan sedikit
perbedaan tentunya, sehubungan dengan apa yang kita hadapi
sekarang ini- cerita orang-orang buta yang ingin mengetahui
gajah itu apa, maka salah seorang dari mereka itu akan
berkata, bahwa gajah itu ialah seutas tali yang panjang, sebab
kebetulan yang terpegang adalah buntutnya; yang seorang lagi
berkata, bahwa gajah itu sebatang pohon, sebab kebetulan yang
dijumpainya adalah kakinya; yang ketiga berkata, bahwa gajah
itu runcing seperti anak panah, sebab kebetulan yang
dijumpainya adalah taringnya; yang keempat berkata, bahwa
gajah itu bulat panjang dan bengkok, banyak bergerak-gerak,
sebab kebetulan yang dipegangnya adalah belalainya.
Contoh ini sebenarnya masih sejalan dengan gambaran yang
terbayang ketika orang yang tidak buta itu melihat gajah untuk
pertama kalinya. Boleh juga kiranya kita mengambil
perbandingan antara persepsi (kesadaran) Muhammad menangkap
esensi kesatuan alam ini serta penggambarannya kedalam
isra’dan mi’raj yang berhubungan dengan waktu pertama sejak
sebelum Adam sampai pada akhir hari kebangkitan dan yang akan
menghilangkan pula kesudahan ruang ini, ketika ia melihat
dengan mata batin dari Sidrat’l Muntaha ke alam semesta ini,
yang ada sekarang di hadapannya dan sudah seperti kabut
-dengan persepsi (kesadaran) kebanyakan orang yang dapat
menangkap arti isra’-mi’raj itu. Tatkala itu ia berhadapan
dengan bagian-bagian yang tidak termasuk kesatuan alam, sedang
hidupnya hanya seperti partikel-partikel tubuh, bahkan seperti
partikel-partikel yang melekat pada tubuh itu dengan
susunannya yang tidak terpengaruh karenanya. Dari mana pula
partikel-partikel daripada hidup tubuh itu, dari denyutan
jantungnya, pancaran jiwanya, pikirannya yang penuh dengan
enersi yang tak kenal batas; sebab, dari wujud hidup itulah ia
berhubungan dengan segala kehidupan alam ini.
Isra’ dengan ruh dalam pengertiannya adalah seperti isra’ dan
mi’raj juga yang semuanya dengan ruh. Ini adalah begitu luhur,
begitu indah dan agung. Ia merupakan suatu gambaran yang kuat
sekali dalam arti kesatuan rohani sejak dari awal yang azali
sampai pada akhir yang abadi. Ini adalah suatu pendakian ke
atas Gunung Sinai, tatkala Tuhan berbicara dengan Musa, dan ke
Bethlehem, tempat Isa dilahirkan. Pertemuan rohani demikian
ini sudah mengandung selawat bagi Muhammad, Isa, Musa dan
Ibrahim, suatu manifestasi yang kuat sekali dalam arti
kesatuan hidup agama sebagai suatu sendi kesatuan alam dalam
edarannya yang terus-menerus menuju kepada kesempurnaan.
Ilmu pengetahuan pada masa kita sekarang ini mengakui isra’
dengan ruh dan mengakui pula mi’raj dengan ruh. Apabila
tenaga-tenaga yang bersih itu bertemu, maka sinar yang
benarpun akan memancar. Dalam bentuk tertentu sama pula halnya
dengan tenaga-tenaga alam ini, yang telah membukakan jalan
kepada Marconi ketika ia menemukan suatu arus listrik tertentu
dari kapalnya yang sedang berlabuh di Venesia. Dengan suatu
kekuatan gelombang ether arus listrik itu telah dapat
menerangi kota Sydney di Australia.
IImu pengetahuan zaman kita sekarang ini membenarkan pula
teori telepati serta pengetahuan lain yang bersangkutan dengan
itu. Demikian juga transmisi suara di atas gelombang ether
dengan radio, telephotography (facsimile transmisi) dan
teleprinter lainnya, suatu hal yang tadinya masih dianggap
suatu pekerjaan khayal belaka. Tenaga-tenaga yang masih
tersimpan dalam alam semesta ini setiap hari masih selalu
memperlihatkan yang baru kepada alam kita. Apabila jiwa sudah
mencapai kekuatan dan kemampuan yang begitu tinggi seperti
yang sudah dicapai oleh jiwa Muhammad itu, lalu Allah
memperjalankan dia pada suatu malam dari Masjid’l-Haram ke
al-Masjid’l-Aqsha, yang disekelilingnya sudah diberi berkah
guna memperlihatkan tanda-tanda kebesaranNya, maka itupun oleh
ilmu pengetahuan dapat pula dibenarkan. Arti semua ini ialah
pengertian-pengertian yang begitu kuat dan luhur, begitu indah
dan agung, dan telah pula membayangkan kesatuan rohani dan
kesatuan alam semesta ini begitu jelas dan tegas dalam jiwa
Muhammad. Orang akan dapat memahami arti semua ini apabila ia
dapat berusaha menempatkan diri lebih tinggi dari bayangan
hidup yang singkat ini. Ia berusaha mencapai esensi kebenaran
tertinggi itu guna memahami kedudukannya yang sebenarnya dan
kedudukan alam ini seluruhnya.
Orang-orang Arab penduduk Mekah tidak dapat memahami semua
pengertian ini. Itulah pula sebabnya, tatkala soal isra’ itu
oleh Muhammad disampaikan kepada mereka, merekapun lalu
menanggapinya dari bentuk materi – mungkin atau tidaknya isra’
itu. Apa yang dikatakannya itu kemudian menimbulkan kesangsian
juga pada beberapa orang pengikutnya, pada orang-orang yang
tadinya sudah percaya. Mereka banyak yang mengatakan: Masalah
ini sudah jelas. Perjalanan kafilah yang terus-meneruspun
antara Mekah-Syam memakan waktu sebulan pergi dan sebulan
pulang. Mana boleh jadi Muhammad hanya satu malam saja
pergi-pulang ke Mekah?!
Tidak sedikit mereka yang sudah Islam itu kemudian berbalik
murtad. Mereka yang masih menyangsikan hal ini lalu mendatangi
Abu Bakr dan keterangan yang diberikan Muhammad itu dijadikan
bahan pembicaraan.
“Kalian berdusta,” kata Abu Bakr.
“Sungguh,” kata mereka. “Dia di mesjid sedang bicara dengan
orang banyak.”
“Dan kalaupun itu yang dikatakannya,” kata Abu Bakr lagi,
“tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku,
bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu
malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu
herankan.”
Abu Bakr lalu mendatangi Nabi dan mendengarkan ia melukiskan
Bait’l-Maqdis. Abu Bakr sudah pernah berkunjung ke kota itu.
Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata:
“Rasulullah, saya percaya.”
Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakr dengan “AshShiddiq.”9
Alasan mereka yang berpendapat bahwa isra’ itu dengan jasad
ialah karena ketika Quraisy mendengar tentang kejadian Suraqa
mereka menanyakannya dan mereka yang sudah beriman juga
menanyakan tentang peristiwa yang luar biasa itu. Mereka
memang belum pernah mendengar hal semacam itu. Lalu
diceritakannya tentang adanya kafilah yang pernah dilaluinya
di tengah jalan. Ketika ada seekor unta dari kafilah tersesat,
dialah yang menunjukkan. Pernah ia minum dari sebuah kafilah
lain dan sesudah minum lalu ditutupnya bejana itu. Pihak
Quraisy menanyakan hal tersebut. Kedua kafilah itupun
membenarkan apa yang telah diceritakan Muhammad itu.
Saya kira, kalau dalam hal ini orang bertanya kepada mereka
yang berpendapat tentang isra’ dengan ruh itu, tentu mereka
tidak akan merasa heran sesudah ternyata ilmu masa kita
sekarang ini dapat mengetahui mungkinnya hypnotisma
menceritakan hal-hal yang terjadi di tempat-tempat yang jauh.
Apalagi dengan ruh yang dapat menghimpun kehidupan rohani
dalam seluruh alam ini. Dengan tenaga yang diberikan Tuhan
kepadanya ia dapat mengadakan komunikasi dengan rahasia hidup
ini dari awal alam azali sampai pada akhirnya yang abadi.
Catatan kaki:
1 Biasanya tempat ini dinamai ‘Syi’b Abi Talib’ (A).
2 At-Ta’if sebuah kota dan pusat musim panas dengan
ketinggian 1520 m, dari permukaan laut, lebih kurang 60
km timur laut Mekah (A).
3 Doa ini dikenal dengan nama “Doa Ta’if” (A).
4 Sebuah Kabilah Arab dari bagian Selatan (A).
5 Kabilah Arab yang berdekatan dengah Suria (A).
6 Kabilah Arab di dekat Irak (A).
7 Kabilah Arab yang terpencar-pencar (A).
8 Asra, sura dan isra’, harfiah berarti “perjalanan
malam hari” (LA). ‘Araja berarti naik atau memanjat.
Mi’raj harfiah tangga (N) (A).
9 Yang tulus hati, yang sangat jujur (A).
———————————————
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/Piagam3.html
fantasy 1:21 pm on 27/08/2012 Permalink |
sdr lihat itu cerita loe sendiri baca mulai dari atas cape kayak pedagang asongan muhammad menawarkan agamanya nggak laku laku terahir kasihan orang melihat muhammad .terus dalam dialog muhammad mengaku ngaku seorang nabi…ngak malu kalau seorang itu adalah seorang nabi nggak perlu ngaku ngaku…..orang akan tahu seorang itu nabi dari perbuatanya bukan musti ngaku ngaku seperti mamad ini.. hoi..aku seorang nabiiiii. hormati aku …. maka orang akan keawa dan mengatakan orang itu gila…
humanoid 2:22 pm on 28/08/2012 Permalink |
Lalu Muhammad menanyakan negeri asal
dan agama orang itu.
Setelah diketahui bahwa orang tersebut
beragama Nasrani dari
Nineveh, katanya:
“Dari negeri orang baik-baik, Yunus anak
Matta.”
“Dari mana tuan kenal nama Yunus anak
Matta!” tanya ‘Addas.
“Dia saudaraku. Dia seorang nabi, dan aku
juga Nabi,” jawab
Muhammad.
NGAKU NABI NI YEE…. wkwkwkkk…
Jd teringat sm imam aliran sesat yg ngaku nabi di Indonesia ni… astojimmm…
wikki 2:37 pm on 28/08/2012 Permalink |
aku juga cuma cuma jamaahku belum ada………enak loh jadi nabi… dihormati…bisa gonta ganti pasangan tunggu nanti kalau sudah ada jamaahku pasti kumasukkan mereka kesurga yang banyak bidadarinya pokoke lebih seratusan gitu lebih cantik dari bidadarinya muhammad …syaratnya dikit yang penting pintar nyolong . merampok membunuh .aku bikin nanti nama surahnya surah …sapi jantan ..kan sapi betina sudah ada yang pakai..jadi kreatif sikitlah….sapi madura ..cocok nggak yah……
sodron 4:26 am on 05/09/2012 Permalink |
nabi Muhammad LEBIH mulia Di bandingkan yesus,nabi muhamad isrok mi,rad Di sambut buraq (kuda bersayap) binatang yg sangat indah.sedangkan yesus isroq mi,rad naik keledai betina hasil curian .Dan sebelum naik keledainya Di sadomi duluan.xixixixixi…..
camar 8:55 am on 07/09/2012 Permalink |
kisah seputar isra mi raj…
Setelah mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan di Taif, Muhammad berusaha untuk kembali lagi ke Mekah. Melalui pertolongan budaknya, Zaid, ia diberi perlindungan oleh Mutim bin Idi, pimpinan Nofal, klan dari Quraish. Keesokan harinya, Mutim dengan anak dan ponakannya dengan bersenjata mendatangi lapangan umum Kabah dan mengumumkan bahwa Muhammad sejak saat itu berada dibawah perlindungannya. Muhammad sangat gembira, tapi tampaknya dia menahan diri untuk segera menyebarkan agamanya kepada kaum Quaish, dia hanya berdakwah pada para peziarah haji yang datang ke kabah untuk melakukan ritual berhalanya.
Selama periode ini. disaat Muhammad mempertahankan perannya agar tidak menyolok di mata musuh2nya di Mekah, dikatakan bahwa dia, karena alasan tidak jelas, tidur semalaman dirumah sepupunya, Umm Hani.
Umm Hani adalah anak perempuan Abu Thalib. Umm Hani kemungkinan besar adalah “cinta lama Muhammad”. Sebelum menikah dengan Khadijah, Muhammad pernah melamar Umm Hani, namun hal ini ditolak mentah2 oleh Abu Thalib, alasannya saat itu Muhammad adalah pemuda yang papa dan miskin. Karena hubungan keduanya tidak direstui Abu Thalib, akhirnya Umm Hani menikah dengan Hubairah, seorang laki2 yang beragama Nosrania (Nasrani).
Pada pagi berikutnya, orang2 ingin tahu dimanakah dia malam kemarin. Beberapa orang rupanya telah mengetahui bahwa sore sebelumnya ia memasuki rumah Umm Hani. Dia tidak mungkin mengaku bahwa ia telah “tidur” bersama seorang wanita yang sedang sendirian, karena itu akan menghancurkan kariernya sebagai seorang nabi. Muhammad akhirnya mengarang cerita, dia mengatakan bahwa pada malam itu ia dituntun Jibril untuk melakukan perjalanan dari Masjidil Haram sampai ke Masjidil Aqsa di Yerusalem. Dari sana ia naik kesorga dan bertemu Allah. Karena perjalanan ini tidak mengikut sertakan manusia lain, oleh karenanya tidak ada manusia lain yang bisa menjadi saksi akan kejadian mukjijat ini, maka ini mencegah orang2 meminta saksi mata untuk membuktikan pernyataannya tersebut.
Mendengar penjelasan Muhammad tersebut, kebanyakan dari mereka mengatakan, ‘Demi Allah, ini jelas sebuah kebohongan! Sebuah karavan saja memerlukan waktu satu bulan untuk mencapai Syria dan satu bulan lagi untuk kembali. Bagaimana Muhammad bisa melakukan perjalanan pulang-pergi dari Mekah ke Yerusalem dalam satu malam ?’
Ibn Ishaq mengatakan; “Setelah mendengar cerita ini banyak orang yang dulunya bergabung dengan Islam menjadi murtad dan meninggalkan Islam.”
Sebagian lagi menemui Abu Bakar, yang rupanya belum mengetahui hal ini dan berkata, “Apa pendapatmu tentang temanmu itu? Dia mengaku telah pergi ke Yerusalem semalam, sholat disana lalu kembali lagi ke Mekah!” Abu Bakar menuduh orang2 yang bertanya kepadanya ini berbohong, Muhammad tidak akan berkata begitu, tapi mereka meyakinkan dia, bahwa Muhammad sekarang sedang berada di mesjid, menjelaskan tuduhan orang2 terhadapnya. Abu Bakar tertegun dan lalu berkata, “jika dia bilang begitu, maka itu benar. Kenapa heran? Dia pernah bilang berkomunikasi dengan Allah, dari langit kebumi, wahyu datang padanya siang atau malam, dan saya percaya dia. Itu jauh lebih luar biasa dari apa yang kau ceritakan sekarang!” (Ibn Ishaq, Sirah Rasul Allah, p 183)
Logikanya sangat sempurna. Pada dasarnya apa yang Abu Bakar katakan adalah bahwa sekali kamu telah melepaskan akal sehatmu dan percaya pada kemustahilan, kamu bisa percaya apa saja. Sekali saja kau biarkan dirimu dibodohi, maka kau harus siap untuk dibodohi selamanya karena tidak ada batas bagi kebodohan. Berapa banyak orang yang akan membiarkan kakek berumur 50 tahun seperti Muhammad, mengawini anak perempuannya yang berumur 6 tahun? Tapi Abu Bakar melakukan itu. Ini membutuhkan kebodohan yang luar biasa. Kebodohan yang hanya mungkin ada dalam sebuah kepercayaan buta.
Kita juga harus ingat bahwa Abu Bakar, telah menghabiskan semua kekayaannya bagi Muhammad dan tujuannya. Orang ini telah banyak berkorban bagi Muhammad. Pada tahap ini, dia tidak punya pilihan lain kecuali ikut saja pada apa yang dikatakan Muhammad. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengubur dalam2 logikanya dan secara membuta mengikuti apa saja yang dikatakan dan diperbuat Muhammad.
Abu Bakar begitu kesulitan mempercayai kisah kenaikan Muhammad ke surga, tapi pada a
Setelah gagal meyakinkan sebagian orang atas kenaikannya kesurga tersebut. Mari kita lihat bagaimana Muhammad mengembangkan kebohongan Isra Miraj ini dikemudian hari.
Terdapat berbagai versi tentang dongeng Muhammad ini. Ibn Ishaq (p182) menyusun tradisi2 yang berasal dari sahabat-sahabatnya, khususnya istrinya, Aisha. Menurut riwayat, Muhammad melaporkan:
“Ketika saya, Jibril datang dan membangunkan saya dengan kakinya. Saya bangun namun tidak melihat apa-apa dan merebah kembali. Untuk kedua kalinya ia datang dan membangunkan saya dengan kakinya. Saya tidak melihat apa2 dan merebah kembali. Ia datang kepada saya untuk ketiga kalinya dan membangunkan saya dgn kakinya. Saya bangun dan ia memegang tangan saya dan saya berdiri disebelahnya. Ia membawa saya keluar, dan disitulah ada seekor hewan putih, setengah keledai, dengan sayap2 disisinya yang mempercepat gerakkan kakinya …. Ia menaikkan saya padanya. Lalu ia pergi keluar dengan saya, dan terus dekat dengan saya. Ketika saya mencoba menaikinya, ia [hewan itu] malu-malu. Jibril meletakkan tangannya pada bulu tengkuknya dan mengatakan, Apakah kau tidak malu, wahai Buraq, untuk bertingkah seperti ini ? Demi Allâh, tidak ada yang lebih terhormat bagi Allâh daripada Muhammad menaikimu. Hewan itu begitu malu sampai ia berkeringat dan berdiri sehingga saya bisa menaikinya.”
Sang periwayat kemudian mengatakan: “Nabi dan Jibril berangkat dari Masjid Haram, sampai mereka tiba di Masjid Aqsa di Yerusalem. Disana ia berjumpa dengan nabi2 terdahulu seperti Adam, Ibraham, Musa dan Yesus. Muhammad kemudian membimbing mereka dan menjadi imam utama dalam sholat.
Setelah sholat selesai, malaikat Jibril membuka hati Muhammad untuk kedua kali dan membersihkannya dari segala dosa yang telah dia kumpulkan sejak pencucian pertama ketika dia berumur lima tahun. Setelah itu sebuah tangga dipasang, menghubungkan Masjid Aqsa dengan ketujuh surga dilangit. Dengan Buraq, hewan setengah kuda dan setengah keledai, berkepala manusia dan sayap burung rajawali, ia mengunjungi tingkatan2 di Surga.
Setelah menuntaskan urusan saya di Yerusalem, sebuah anak tangga yang paling indah yang pernah saya lihat dibawa kepada saya. Itu tangga yang dipandangi orang yang hampir mati saat kematian menjemputnya. Rekan saya menaikinya, sampai kami tiba di salah satu gerbang surga yang disebut dengan Gerbang Para Penjaga. Malaikat bernama Ismail bertanggung jawab atasnya dan ia membawahi 12.000 malaikat, yang masing2 membawahi 12.000 malaikat.’
Ketika Jibril membawa saya masuk, Ismail bertanya siapa saya dan ketika Jibril mengatakan bahwa saya Muhammad, ia bertanya apakah saya diberikan sebuah misi, atau dipanggil, dan setelah diyakinkan Jibril, ia mengucapkan selamat jalan.
Saya melihat malaikat kematian, Azrail, yang tubuhnya begitu besar sampai mata2nya berjarak 70.000 hari perjalanan berbaris (Sekitar 10 kali lebih besar dari jarak antara Bulan dan Bumi). Ia memiliki 100.000 batalyon malaikat dan melewatkan waktunya dengan menulis dalam sebuah buku raksasa nama2 mereka yang mati atau dilahirkan.
Saya juga melihat malaikat air mata yang menangis bagi dosa2 dunia; Malaikat Pembalas dengan wajah yang besar yang tertutup oleh bisul2 yang menguasai api dan duduk dalam singgasana berapi; dan satu lagi malaikat raksasa yang tubuhnya terdiri dari setengah salju dan setengah api.
Semua malaikat yang menemui saya ketika saya memasuki suga paling bawah tersenyum dan mengucapkan selamat jalan, kecuali salah satu dari mereka yang tidak tersenyum atau menunjukkan ekspresi gembira seperti malaikat lainnya. Dan ketika saya tanya alasannya pada Jibril, ia mengatakan bahwa malaikat tersebut tidak tersenyum karena ia adalah Malik, Penjaga Pintu Neraka.
Ketika saya memasuki surga paling bawah, saya melihat seseorang duduk disana, dengan jiwa2 orang yang melewatinya. Dalam menjawab pertanyaan saya, Jibril mengatakan bahwa ini ayah kami, Adam, sedang memeriksa jiwa2 keturunannya. Jiwa orang beriman meningkatkan kegembiraannya, sementara jiwa seorang kafir meningkatkan kejijikannya. Lalu saya melihat orang2 dengan bibir seperti onta. Dalam tangan2 mereka terdapat kepingan2 api, seperti batu, yang mereka gunakan untuk dimasukkan dalam mulut mereka dan kemudian keluar dari bokong mereka. Saya diberitabu bahwai mereka ini adalah orang yang berdosa karena memakan harta anak yatim piatu. Lalu saya melihat orang2 seperti keluarga Firaun, dengan perut2 yang belum pernah saya lihat, dan melewati mereka adalah onta2 yang gila karena kehausan ketika mereka dibuang ke neraka, menginjak mereka karena mereka tidak dapat mengelak. Mereka adalah para lintah darat.
Lalu saya dibawa ke surga kedua, dan disitu ada dua saudara sepupu dari garis ibu, Isa, putera Mariam dan Yohanes, putera Zakariah. Lalu saya ke surga ketiga dan disitu ada seseoarng yang wajahnya seperti bulan purnama. Itu saudara saya, Yusuf, putera Yakub. Lalu ke surga keempat, disana ada seorang bernama Idris (Henokh). Lalu ke surga kelima dan disana ada lelaki dengan rambut putih dan jenggot panjang, belum pernah saya melihat lelaki yang lebih rupawan darinya. Ia adalah yang paling dikasihi rakyatnya, Harun, putera ‘Imran.
Lalu ke surga keenam, dan disana ada lelaki berwarna kulit gelap dengan hidung berbentuk kait, spt kaum Shanu’a. Ini saudara saya, Musa, putera ‘Imran. Lalu ke surga ketujuh, dan disana ada seseorang duduk di singgasana pada gerbang rumah mewah, Surga. Setiap hari, 70.000 malaikat masuk dan tidak kembali sebelum hari kiamat. Belum pernah saya melihat orang lebih mirip dengan saya. Ini ayah saya, Ibrahim. Dalam surga ketujuh dimana jiwa2 orang2 baik tinggal terdapat malaikat yang lebih besar dari seluruh dunia dengan 70.000 kepala; setiap kepala memiliki 70.000 mulut dan setiap mulut memiliki 70.000 lidah dan setiap lidah berbicara dalam 70.000 bahasa dan tidak habis2nya menyanyikan pujian kepada Sang Maha Kuasa.
Satu versi mengatakan, Ketika Jibril mengantar Muhammad ke setiap tingkatan surga dan meminta ijin masuk, Jibril harus memberitahu para penjaga siapa yang ia bawa dan apakah tamunya itu menerima sebuah misi atau ia telah dipanggil, dan para penjaga gerbang akan menjawab ‘Allah memberikannya kehidupan, kakak dan sahabat!’ dan membiarkan mereka lewat sampai mereka mencapai langit ketujuh dan ia dituntun menuju Sidratul Muntaha, yang dibatasi oleh pohon khuldi, disana Muhammad bertemu dengan Allah. Disana ditetapkan kewajiban lima puluh kali solat per hari bagi pengikutnya. Saat ia kembali, ia bertemu Musa dan inilah yang terjadi:
Pada saat saya kembali, saya berjumpa dengan Musa dan sungguh ia temanmu yang paling baik! Ia bertanya berapa solat yang diwajibkan pada saya dan ketika saya mengatakan lima puluh, ia mengatakan, ‘Doa adalah sesuatu yang memberatkan dan pengikutmu adalah orang-orang lemah, jadi kembalilah kepada Tuhanmu dan minta padaNya untuk mengurangi jumlah solatnya bagi dirimu dan komunitasmu.’ Saya melakukannya dan Ia mewajibkan sepuluh solat. Sekali lagi saya berpapasan dengan Musa dan ia sekali lagi mengatakan hal yang sama, dan begitulah seterusnya sampai hanya ditetapkan lima solat bagi seluruh hari dan malam. Musa kembali memberikan saya nasehat yang sama. Saya menjawab bahwa saya sudah kembali kepada Tuhan saya dan bertanya padaNya untuk mengurangi jumlahnya sampai saya malu dan saya tidak akan melakukannya lagi. Barang siapa yang melakukan doa dalam iman, imannya akan dihadiahi dengan limapuluh solat.
Demikianlah cerita Muhammad yang ia karang2 dikemudian hari untuk menyakinkan para pengikut fanatiknya mengenai kebohongan Isra Miraj tersebut.
Orang memang cenderung percaya kebohongan apa saja, selama kebohongan itu diberi cap “mistis” dan “spiritual”,
Muhammad memang memilki daya khayal yang luar biasa. Muhammad bukanlah orang yang biasa menggunakan kiasan atau personifikasi dalam menyatakan sesuatu. Lihatlah bagaimana Muhammad bercerita tentang malaikat yang ukurannya lebih besar dari bumi ini. Malaikat yang memiliki 70.000 kepala; setiap kepala memiliki 70.000 wajah. (Total wajah yg dimilikinya adalah : 4.900.000.000) Setiap wajah memiliki 70.000 mulut (Total mulut: 343.000.000.000.000) Setiap mulut memiliki 70.000 lidah (Total lidah: 24.010.000.000.000.000.000) Setiap lidah mampu berbicara dalam 70.000 bahasa (Total bahasa yang mampu digunakannya : 1,680,700,000,000,000,000,000,000), Dan kesemuanya itu diciptakan Allah untuk satu tujuan, yaitu memuja dia.
Mengapa Allah merasa perlu menciptakan mahluk monster seperti itu hanya agar mahluk itu bisa memuja2nya tanpa akhir dalam berbagai bahasa pula? Bukankah itu gila? Allah adalah perwujudan ego Muhammad dan segala yang ia inginkan. Psikologi Allah merefleksikan psikologi Muhammad. Sebagai seorang narsisis, ia memiliki kehausan besar agar dipuja, begitu pula tuhannya yang tidak lain hanyalah perwujudan dirinya.
TERLALU BANYAK KEBOHONGAN DAN KEJANGGALAN DALAM PERISTIWA ISRA MIRAJ INI.
Para pakar Muslim, yang telah termakan tipu daya Muhammad, sampai jungkir balik untuk mempertahankan dongeng ini agar nampak kredibel. Mereka mati2an berusaha membela kebohongan ini agar nampak sebagai suatu kebenaran.
Para pengritik mempertanyakan moralitas dan tujuan keberadaan Muhammad, seorang pria yang baru beberapa waktu ditinggal mati istrinya, ditengah malam, dirumah seorang wanita yang tinggal seorang diri. Juga keputusan Allah untuk mengundangnya kesurga dari rumah seorang wanita yang bukan muhrimnya, bukan dari rumahnya sendiri.
Beberapa pakar muslim mengatakan bahwa peristiwa Isra Miraj ini adalah peristiwa dialam roh, bukan di alam fisik (jasad) sesungguhnya. Namun secara logika argumen ini juga terbantahkan. Motif utama Muhammad menceritakan kisah ini adalah untuk menghindar dari tuduhan orang2 bahwa semalam ia secara fisik berada di rumah Umm Hani. Oleh karenanya ia mengatakan bahwa secara fisik, ia telah pergi ke Yerusalem dan ke surga, bukan tidur berduaan dengan Umm Hani. Ayat Quran tentang Isra Miraj juga membuktikan ini;
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS 17:01)
Kata2 “Bi’abdihi” (hambaNya) ini dapat dipakai untuk memberikan sanggahan atas orang2 yang berpendapat bahwa perjalanan malam Muhammad ini hanya terjadi dengan rohnya saja tanpa dengan jasadnya, sebab kata2 “abd” (hamba) itu dipakai untuk roh beserta jasadnya sekaligus, bukan untuk roh saja atau jasad saja, sehingga tidak ada orang yang mengatakan roh itu sebagai “abd” atau jasad yang tidak ber-roh sebagai ‘abd.
Pertentangan berikutnya adalah mengenai singgahnya Muhammad ke Masjid Al Aqsa. Menurut sejarah peristiwa Muhammad naik kesorga ini terjadi di sekitar tahun 621 M. Namun sejarah mencatat bahwa pada tahun tersebut tidak ada satu bangunan pun yang berdiri dibekas Kuil Sulaiman (Salamo), karena bangsa Romawi telah menghancurkan dan membumi ratakan seluruh bangunan dikomples kuil ini pada tahun 70 M. Diatas bekas kuil ini kemudian di bangun Kuil Yupiter oleh bangsa Romawi. Kemudian kerajaan Byzantium menghancurkan Kuil Yupiter, dan setelah penaklukan Byzantium oleh islam maka dibangunlah The Dome of the Rock diatasnya pada tahun 691M. Mesjid Al-Aqsa baru dibangun dikompleks tersebut oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan dinasti Umayyad di tahun 710M.
Bagaimana mungkin Muhammad pada tahun 621 M mengatakan bahwa ia pergi ke Masjid Al Aqsa, padahal masjid itu baru berdiri 710 M, atau 89 tahun kemudian.
MUNGKINKAH KISAH ISRA MIRAJ INI HANYALAH DONGENG YANG DICIPTAKAN MUSLIM SETELAH KEMATIAN MUHAMMAD?
Hal aneh lain seputar Isra Miraj, adalah tentang pembangunan Masjidil Haram dan Al Aqsa. Muhammad bercerita demikian mengenai kedua masjid tersebut;
Dikisahkan oleh Abu Dhaar: Aku bertanya, “Ya Rasulullah! Masjid manakah yang dibangun pertama kali? Beliau menjawab, “Masjidil Haram” Aku bertanya, “Selanjutnya?” Beliau menjawab, “Masjidil Aqsa”. Kemudian aku bertanya, “Berapakah selisih pembangunan keduanya?” Rasulullah menjawab, “Empat puluh (tahun)”,….. (Hadis Bukhari 55:636)
Benarkah perkataan Muhammad tersebut? Menurut Islam Masjidil Haram dibangun oleh Ibrahim pada 2000 SM, sedangkan Masjidil Aqsa dibangun pada tahun 710 M, maka kalkulasi yang benar terdapat selisih 2710 tahun. Muhammad mengatakan 40 tahun. Apakah 40 = 2710 ?
Di dongeng Isra Miraj ini Allah setuju dengan Muhammad untuk mewajibkan sholat lima waktu. Namun anehnya ternyata Allah lupa mencatatkan jumlah sholat ini didalam Quran. Ataukah mungkin Allah sudah memerintahkan pada Jibril, namun Jibril lupa mengatakannya pada Muhammad.
ungke 3:10 pm on 16/10/2012 Permalink |
Sepi pengunjung ni… mungkin karena ketahuan Bohongnya si Mr. Moh… kali ya.
ungke 5:03 am on 17/10/2012 Permalink |
Aneh …Katanya sholat adalah tiang agama islam(soko guru) tapi kok hal sepenting itu malah tidak tertulis di quran, justru aulloh malah sibuk menuliskan berapa jumlah istri yang ideal, bagaimana orang berhubungan intim, apa yang harus dilakukan istri istri muhamad, masalah minum madu (Cerita maria) dan banyak hal hal sepeleh dan pribadi yang tidak perlu di tulis
Soebodo 1:18 am on 17/10/2012 Permalink |
Biarkan anjing menggongong khalifah tetap berlalu …
ungke 4:52 am on 17/10/2012 Permalink |
Mas Soebodo ..
Coba sekali ini saja anda jawab dengan Intelek &logis dan dengan bukti yang sahih tulisan mas Wikki diatas, supaya kami tahu anda ini bukan cuma asal ngomong saja seperti selama ini,
Soebodo 9:20 am on 17/10/2012 Permalink |
Anda nggak memerlukan jawaban dari saya….akan percuma kalau kalau anda masih punya nalar yg demikian banyak jawaban bagus dari temen dan dalam …. kalau anda mampu tanya saja sama YESUS agar jelas. buktikan senidiri kalau anda mampu berkomunikasi. bukan hanya cerita dari cerita bg kami tidak membutikan apa2(kalau paham) tingkatkan kualitas diri bukan hanya ilmiah ….rohaniah
ungke 11:36 am on 17/10/2012 Permalink |
Sekarang saya benar-benar yakin kalau anda itu memang cuma modal mbacot tidak berbobot, terima kasih untuk jawaban anda.
soebodo 11:35 pm on 17/10/2012 Permalink |
Diatas sebenarnya ada kalimat dalam sekali … tergantung kedalam rohani anda . kecuali dimatikan dengan mengisi dengan mencari kesalahan(padahal nggak paham) jangankan kepinteran ungke/wiki/camar x 1000 …manusia sedunia dikumpulin untuk membahas tidaklah ada artinya ( dah gamblang…) apalagi pembenaran diperoleh dari menyalahkan2 pihak laenya (janggal …. saya gambarkan KECAP biar jelas KECAP NO 1 bagi yang sudah merasakan dan tahu barangnya dengan jelas…apalagi ada yang menawarkan kecap laen tapi dia sendiri belum merasakan rasanya kecap apalagi memegang. hanya dari brosur saja dan kita tahu kwalitas kecap laen karena sudah merasakan
ungke 2:32 pm on 29/10/2012 Permalink |
“Diatas sebenarnya ada kalimat dalam sekali ” seking dalamnya sampe anda sendiri tidak bisa jelasin, sudahlah soebodo kalo nda tau apa apa mending anda ikut baca saja. jangan semakin memperlihatkan isi kepala anda.
soebodo 2:03 am on 30/10/2012 Permalink |
kalau mo jelasin lom sampe sana malah bengong…belajar berjalan dulu …. temen2 laen sudah pd pinter berlari … kok malah berkoar-koar bikin argumen lagi….apakah menununjukan inteleknya malah cetek bagi kami.