Risalah Singkat Pembagian Hadits 

Risalah Singkat Pembagian Hadits

Oleh: AnneAhira.com Content Team

Sebelum membahas lebih jauh tentang pembagian hadits, alangkah baiknya jika kita ketahui terlebih dahulu apa itu hadits. Hadits artinya baru, berita, kabar, cerita, pernyataan, perkataan, pembicaraan, percakapan, atau kalimat.

Adapun definisi hadits menurut istilah ialah berita yang datang dari Rasulullah saw. mengenai ucapannya (qawl), perbuatannya (fi’l), atau perbuatan dan ucapan sahabat yang berhubungan dengan perkara agama yang disetujui atau dibenarkan oleh Rasulullah saw (taqrir).

Hadits disampaikan dan diterima melalui proses berikut.

  1. Orang pertama yang mendengar ucapan atau perbuatan Rasulullah saw. disebut shahabah (sahabat), jamaknya ash-shab. Sahabat adalah orang Islam yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw. dan bertemu serta bergaul dengan beliau, baik lama maupun sebentar.
  2. Dari shahabah, hadits diterima oleh tabi’un, yaitu orang-orang Islam yang tidak sezaman dengan Rasulullah saw., tetapi sezaman dengan para shahabah.
  3. Dari tabi’un, hadits diterima oleh atba’ al-tabi’in, yaitu orang-orang Islam yang tidak sezaman dengan para shahabah, tetapi sezaman dengan para tabi’un.
  4. Penyampaian hadits terus berlanjut sampai kepada mukharrij, yaitu orang-orang yang mencatat dan menyeleksi hadits-hadits Nabi saw., seperti Imam Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lain-lain.

Setiap orang yang meriwayatkan hadits disebut rawi atau rijal-isnad. Deretan para rawi (dari shahabah sampai ke mukharrij) disebut sanad. Adapun materi haditsnya disebut matn.

Pembagian Hadits Menurut Banyak Sedikitnya Sanad

Pembagian hadits dapat ditinjau dari banyak dan sedikitnya sanad dalam periwayatan suatu hadits, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.

1. Pembagian Hadits – Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak sanad, yakni orang-orang yang meriwayatkan hadits tersebut pada tiap-tiap tingkat merupakan suatu jamaah dan menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat dusta.

Di antara para ulama, tidak ada kesepakatan mengenai jumlah minimal  sanad agar memenuhi syarat dikatakan mutawatir. Ada yang berpendapat empat, lima, dua puluh, atau empat puluh orang.

Oleh para ulama, hadits mutawatir dibagi menjadi tiga macam, yakni sebagai berikut.

  • Hadits mutawatir lafzi, yakni suatu hadits  yang sama bunyi lafaznya menurut para rawi dan demikian juga pada hukum dan maknanya.
  • Hadits mutawatir maknawi, yakni hadits yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dari simpulannya dapat diambil satu makna yang umum.
  • Hadits mutawatir amali, yakni sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya atau serupa dengan itu.

2.  Pembagian Hadits – Hadits Ahad

Hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu jalan (sanad) atau lebih tetapi tidak sampai ke tingkat mutawatir. Hadits ahad terbagi dalam tiga kelompok berikut.

  • Hadits gharib, yakni hadits yang diriwayatkan oleh satu jalan (sanad), yakni hadits yang rangkaian rawinya hanya dengan satu orang saja pada setiap tingkat.
  • Hadits aziz, yakni hadits yang diriwayatkan oleh dua jalan.
  • Hadits masyhur, yakni hadits yang diriwayatkan oleh tiga jalan atau lebih, tetapi tidak sampai ke tingkat mutawatir.

Pembagian Hadits Menurut Kualitas atau Derajatnya

Apabila ditinjau dari segi kualitas atau derajatnya, hadits dikelompokkan ke dalam hadits maqbul dan hadits mardud.

1. Pembagian Hadits – Hadits Maqbul

Hadits maqbul adalah hadits yang dapat diterima sebagai hujjah. Hadits maqbul dibedakan menjadi dua, yaitu hadits shahih dan hadits hasan.

a. Hadits shahih

Hadits shahih ialah hadits yang dapat dipercaya dan diyakini kebenarannya. Semua hadits mutawatir berderajat shahih, sedangkan hadits ahad ada yang shahih, hasan, atau dhaif. Adapun syarat-syarat agar sebuah hadits termasuk shahih adalah rawi-rawinya orang yang adil serta ucapan dan perbuatannya dapat dipercaya.

Selain itu, rawinya pun harus mampu menjaga dan merawat hadits dengan sempurna dan kuat hafalannya, rawi yang meriwayatkan hadits yang sanadnya bersambung satu sama lain dari mukharrij sampai ke Nabi, tidak ada cacat atau celanya, dan tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat atau dengan Al-Quran.

Rawi yang adil di sini artinya bahwa semua rawinya mempunyai sifat ‘al-adalah’ (potensi baik yang dapat membawa pemiliknya kepada ketakwaan), memiliki karakter yang beretika, dan tidak fasik. Sedangkan sanadnya bersambung mengandung arti bahwa setiap rawi mengambil hadits secara langsung dari rawi yang berada di atasnya.

Secara Umum, Hadits shahih ini terbagi lai ke dalam dua kelompok hadits, yakni shahih lidzatihi dan shahih lighairihi. Shahih Lidzatihi : hadits yang shahih berdasarkan persyaratan shahih yang ada di dalamnya, tanpa membutuhkan penguat atau faktor eksternal. Shahih Lighairihi : hadits yang hakikatnya adalah hasan dan karena didukung oleh hadits hasan yang lain, maka dia menjadi Shahih Lighairihi.

b. Hadits hasan (baik)

Hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih, namun di antara rawinya ada orang yang kurang kuat hafalannya atau tidak dapat memelihara hadits secara sempurna. Hadits ini terbagi ke dalam dua golongan hadits, yakni  Hasan Lidzatihi: hadits yang hasan berdasarkan persyaratan hasan yang ada di dalamnya, tanpa membutuhkan penguat atau faktor eksternal. Dan Hasan Lighairihi: hadits yang hakikatnya adalah dla’if, dan karena didukung oleh hadits dla’if yang lain, maka dia menjadi hasan Lighairihi.

2.  Pembagian Hadits – Hadits Mardud

Hadits mardud adalah hadits yang ditolak sebagai hujjah. Hadits mardud mencakup hadits dhaif dan hadits maudhu’.

a. Hadits dhaif (lemah)

Hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat sebagai hadits shahih atau hadits hasan karena di antara rawinya ada orang yang tidak dapat dipercaya, atau tidak bersambung (terputus), atau ada cacatnya, atau bertentangan dengan hadits yang lebih kuat atau dengan Al-Quran.

Dalam hal mengamalkan hadits dhaif, terdapat perbedaan pendapat dari para ulama. Pendapat jumhur ulama misalnya. Golongan ulama ini menganjurkan untuk tetap mengamalkan hadits dhaif ini dalam hal fadhlailul a’mal. Meskipun demikian, hadits dhaif yang hendak diamalkan tersebut harus memenuhi 3 syarat sebagaimana yang disebutkan oleh ibnu hajar.

Ketiga syarat yang di maksud, yakni dhaifnya tidak parah; menginduk di bawah ushul yang dapat dijadikan sebagai landasan amal; dan ketika mengamalkannya tidak meyakini keotentikan hadits tersebut.

Meskipun sebagian ulama meyakini bahwa hadits dhaif tersebut masih bisa diamalkan, namun bagi kita yang tergolong awan, ada baiknya menghindari amalan-amalan yang bersumber dari hadits dhaif tersebut guna menghindari perbuatan yang tidak sesuai dengan al-Quran maupun ajaran Nabi Muhammad saw. Toh, bukankah lebih baik menghindari hal-hal yang kebenarannya masih diragukan.

b. Hadits maudhu’ (palsu)

Hadits maudhu atau hadits palsu adalah hadits yang sumbernya bukan berasal dari Rasulullah saw, melainkan karangan atau buatan orang-orang yang ingin merusak kemurnian dan kesucian agama Islam. Kita selaku orang awam harus berhati-hati dengan keberadaan hadits palsu ini. Jangan sampai kita mengamalkan hadits yang sama sekali bukan bersumber dari ajaran Nabi.

Nah, itulah sekilas gambaran tentang pembagian hadits. Sebagai seorang muslim yang taat, kita wajib untuk menjalankan segala amalan yang bersumber dari al-Quran dan hadits yang tidak diragukan kebenarannya.

http://www.anneahira.com/pembagian-hadits.htm