Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, Ummul Mukminin dari Kalangan Yahudi
Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, Ummul Mukminin dari Kalangan Yahudi
Rubrik: Jejak – Dibaca: 2781 kali
Tak banyak yang tahu bahwa di kalangan Ummul Mukminin ada yang berasal dari kaum Yahudi. Dialah Shafiyah binti Huyai. Dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah atau dua tahun setelah kenabian Rasulullah. Ibunya bernama Barrah binti Samaual dari Bani Quraizhah. Sedang ayahnya adalah Huyai bin Akhtab, seorang pimpinan Yahudi terpandang dari kalangan Bani Nadhir. Jika dirunut silsilah keluarganya, Shafiyah masih tergolong keturunan Nabi Harun as.
Sejak masih muda, Shafiyah sudah menggemari ilmu pengetahuan dan sejarah tentang Yahudi. Dari kitab suci Taurat dia mengetahui bahwa kelak akan datang seorang nabi penyempurna agama samawi yang berasal dari jazirah Arab. Fitrahnya yang hanif membuatnya merasa heran ketika ayah dan saudara-saudarnya mendustakan kenabian Muhammad dan risalah Islam yang dibawanya.
Karena kaum Yahudi, khususnya Bani Quraizhah dan Bani Nadhir mengingkari perjanjian Hudaibiyah, terlebih lagi Huyai menghasut kaum Quraiys untuk menyerang kaum muslimin, Rasulullah memutuskan untuk melakukan penyerangan terlebih dahulu. Dengan izin Allah peperangan yang terjadi di lembah Khaibar itu dimenangkan oleh kaum Muslimin. Benteng-benteng pertahanan kaum Yahudi berhasil dihancurkan kaum Muslimin. Banyak laki-laki Yahudi yang mati terbunuh, sedang yang masih hidup, bersama wanita dan anak-anak di jadikan tawanan. Shafiyah menjadi salah satu tawanan yang ditangkap oleh kaum Muslimin.
Suami Shafiyah, Kinanah bin Rabi, beserta ayah dan pamannya mati terbunuh. Shafiyah pun hidup sebatang kara dan menjadi tawanan pasukan musuh. Lalu, Bilal menggiring Shafiyah, melewati banyak mayat keluarga dan kaumnya untuk menghadap Rasulullah. Melihat kedatangan Shafiyah, Rasulullah bangkit dan menaruh jubah di kepala Shafiyah. Beliau mendekati Bilal dan berkata, “Apakah kau sudah tidak punya perasaan kasih sayang hingga membiarkan wanita-wanita itu melewati mayat orang-orang yang mereka cintai?”
Kemudian Rasulullah mengambil keputusan mengenai rampasan perang, termasuk para tawanan. Rasulullah saw berkata pada Shafiyyah, “Pilihlah! Jika engkau memilih Islam, aku akan menikahimu. Dan jika engkau memilih agama Yahudi, Insya Allah aku akan membebaskanmu supaya engkau bisa bergabung dengan kaummu,” tawar Rasulullah bijaksana.
“Ya Rasulullah, Aku telah menyukai Islam dan membenarkanmu sebelum engkau mendakwahiku. Aku tidak meyakini agama Yahudi. Orangtua dan saudara-saudaraku pun telah tiada. Allah dan Rasul-Nya lebih aku sukai dari pada dibebaskan untuk kembali ke pada kaumku,” jawab Shafiyah tegas. Rasulullah pun kemudian menikahi Shafiyah dengan
memberikan mahar berupa kebebasannya.
Walaupun sudah menjadi Ummul Mukminin, banyak sahabat yang kurang menyukai Shafiyah karena latar belakangnya sebagai seorang Yahudi. Bahkan Shafiyah pernah menangis karena Aisyah dan Hafsah –isteri lain Rasulullah- pernah menyindirnya sebagai wanita Yahudi. Lalu Rasulullah menghiburnya: “Mengapa tidak kau katakan, bahwa aku lebih baik dari kamu. Ayahku Harun, pamanku Musa, dan suamiku Muhammad saw?”
Maka sejak itu, setiap ada yang mengganggunya Shafiyah pun menjawab sesuai dengan jawaban yang diajarkan Rasulullah.
Setelah Rasulullah wafat, semakin sering terdengar ada yang mempermasalahkan latar belakang Shafiyah sebagai Yahudi. Namun beliau tetap tegar dan membuktikan kesetiaannya pada Islam dengan membantu Khalifah Umar dan Utsman. Shafiyah wafat pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Sufyan sekitar tahun 50 H. Jenazahnya dimakamkan di Baqi, berdampingan dengan makam istri Rasulullah saw yang lain.
Aini Firdaus
=================================
Shafiyah binti Huyay
Shafiyah binti Huyay (Bahasa Arab صفية بنت حيي, Shafiya/ Shafya/ Safiyya/ Sofiya) (sekitar 610 M – 670 M) adalah salah satu istri ke-11 Muhammad yang berasal dari suku Bani Nadhir. Ketika menikah, ia masih berumur 17 tahun.[1] Ia mendapatkan julukan “Ummul mu’minin“.[2] Bapaknya adalah ketua suku Bani Nadhir, salah satu Bani Israel yang bermukim disekitar Madinah.
Daftar isi |
Genealogi
Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah bin Amir bin Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin Habib bin Nadhir bin al-Kham bin Yakhurn, termasuk keturunan Harun bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Israel bin Ishaq bin Ibrahim. Ibunya bernama Barrah binti Samaual darin Bani Quraizhah. Shafiyyah dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah, atau dua tahun setelah masa kenabian Muhammad.
Biografi
Shafiyah telah menjanda sebanyak dua kali, karena dia pernah kawin dengan dua orang keturunan Yahudi yaitu Salam bin Abi Al-Haqiq (dalam kisah lain dikatakan bernama Salam bin Musykam), salah seorang pemimpin Bani Qurayzhah, namun rumah tangga mereka tidak berlangsung lama.
Kemudian suami keduanya bernama Kinanah bin Rabi’ bin Abil Hafiq, ia juga salah seorang pemimpin Bani Qurayzhah yang diusir Rasulullah. Dalam Perang Khaibar, Shafiyah dan suaminya Kinanah bin Rabi’ telah tertawan, karena kalah dalam pertempuran tersebut. Dalam satu perundingan Shafiyah diberikan dua pilihan yaitu dibebaskan kemudian diserahkan kembali kepada kaumny atau dibebaskan kemudian menjadi isteri Muhammad, kemudian Safiyah memilih untuk menjadi isteri Muhammad.
Shafiyah memiliki kulit yang sangat putih dan memiliki paras cantik, menurut Ummu Sinan Al-Aslamiyah, kecantikannya itu sehingga membuat cemburu istri-istri Muhammad yang lain. Bahkan ada seorang istri Muhammad dengan nada mengejek, mereka mengatakan bahwa mereka adalah wanita-wanita Quraisy bangsa Arab, sedangkan dirinya adalah wanita asing (Yahudi). Bahkan suatu ketika Hafshah sampai mengeluarkan lisan kata-kata, ”Anak seorang Yahudi” hingga menyebabkan Shafiyah menangis. Muhammad kemudian bersabda, “Sesungguhnya engkau adalah seorang putri seorang nabi dan pamanmu adalah seorang nabi, suamimu pun juga seorang nabi lantas dengan alasan apa dia mengejekmu?” Kemudian Muhammad bersabda kepada Hafshah, “Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah!” Selanjutnya manakala dia mendengar ejekan dari istri-istri nabi yang lain maka diapun berkata, “Bagaimana bisa kalian lebih baik dariku, padahal suamiku adalah Muhammad, ayahku (leluhur) adalah Harun dan pamanku adalah Musa?”[3] Shafiyah wafat tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu’awiyah.
Sejak kecil dia menyukai ilmu pengetahuan dan rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan datang seorang nabi dari jazirah Arab yang akan menjadi penutup semua nabi. Pikirannya tercurah pada masalah kenabian tersebut, terutama setelah Muhammad muncul di Mekkah. Dia sangat heran ketika kaumnya tidak mempercayai berita besar tersebut, padahal sudah jelas tertulis di dalam kitab mereka sendiri. Demikian juga ayahnya, Huyay bin Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum Muslim.
Sifat dusta, tipu muslihat, dan pengecut ayahnya sudah tampak di mata Shafiyyah dalam banyak peristiwa. Di antara yang menjadi perhatian Shafiyyah adalah sikap Huyay terhadap kaumnya sendiri, Yahudi Bani Qurayzhah. Ketika itu, Huyay berjanji untuk mendukung dan memberikan pertolongan kepada mereka jika mereka melepaskan perjanjian tidak mengkhianati kaum Muslim (Perjanjian Hudaibiyah). Akan tetapi, ketika kaum Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut, Huyay melepaskan tanggung jawab dan tidak menghiraukan mereka lagi. Hal lain adalah sikapnya terhadap orang-orang Quraisy Mekah. Huyay pergi ke Mekah untuk menghasut kaum Quraisy agar memerangi kaum Muslim dan mereka menyuruhnya mengakui bahwa agama mereka (Quraisy) lebih mulia daripada agama Muhammad, dan Tuhan mereka lebih baik daripada Tuhan Muhammad.
Penaklukan Khaibar dan Penawanannya
Perang Khandaq telah membuka tabir pengkhianatan kaum Yahudi terhadap perjanjian yang telah mereka sepakati dengan kaum muslimin. Muhammad segera menyadari ancaman yang akan menimpa kaum muslimin dengan berpindahnya kaum Yahudi ke Khaibar kernudian membentuk pertahanan yang kuat untuk persiapan menyerang kaum muslimin.
Setelah perjanjian Hudaibiyah disepakati untuk menghentikan permusuhan selama sepuluh tahun, Muhammad merencanakan penyerangan terhadap kaum Yahudi, tepatnya pada bulan Muharam tahun ketujuh hijriah. Muhammad memimpin tentara Islam untuk menaklukkan Khaibar, benteng terkuat dan terakhir kaum Yahudi. Perang berlangsung dahsyat hingga beberapa hari lamanya, dan akhirnya kemenangan ada di tangan umat Islam. Benteng-benteng mereka berhasil dihancurkan, harta benda mereka menjadi harta rampasan perang, dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan perang. Di antara tawanan perang itu terdapat Shafiyyah, putri pemimpin Yahudi yang ditinggal mati suaminya.
Bilal membawa Shafiyyah dan putri pamannya menghadap Muhammad. Di sepanjang jalan yang dilaluinya terlihat mayat-mayat tentara kaumnya yang dibunuh. Hati Shafiyyah sangat sedih melihat keadaan itu, apalagi jika mengingat bahwa dirinya menjadi tawanan kaum muslimin. Muhammad memahami kesedihan yang dialaminva, kemudian ia bersabda kepada Bilal, “Sudah hilangkah rasa kasih sayang dihatimu, wahai Bilal, sehingga engkau tega membawa dua orang wanita ini melewati mayat-mayat suami mereka?” Muhammad memilih Shafiyyah sebagai istri setelah terlebih dahulu menawarkan untuk memeluk agama Islam kepadanya dan kemudian Shafiyyah menerima tawaran tersebut.
Seperti telah dikaji di atas, Shafiyyah telah banyak memikirkan Muhammad sejak dia belum mengetahui kerasulan beliau. Keyakinannya bertambah besar setelah dia mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Anas berkata, “Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyay bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku sudah rnengharapkanrnu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah memeluk Islam.” Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada Muhammad dan rindunya terhadap Islam.
Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan sesuatu dalam tidurnya kemudian dia ceritakan mimpi itu kepada suaminya. Mengetahui takwil dan mimpi itu, suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya. Muhammad melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kemudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, ‘Apakah engkau suka menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah?’ Kemudian dia menampar wajahku.”
Masa Pernikahannya (Menjadi Ummu al-Mukminin)
Muhammad menikahi Shafiyyah dan kebebasannya menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan Muhammad dengan Shafiyyah didasari beberapa landasan. Shafiyyah telah mernilih Islam serta menikah dengan Muhammad ketika ia memberinya pilihan antara memeluk Islam dan menikah dengan beliau atau tetap dengan agamanya dan dibebaskan sepenuhnya. Ternyata Shafiyyah memilih untuk tetap bersama Muhammad, Selain itu, Shafiyyah adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat membahayakan kaum muslim, di samping itu, juga karena kecintaannya kepada Islam dan Muhammad.
Muhammad menghormati Shafiyyah sebagaimana hormatnya ia terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, istri-istri Muhammad menyambut kedatangan Shafiyyah dengan wajah sinis karena dia adalah orang Yahudi, di samping juga karena kecantikannya yang menawan. Akibat sikap mereka, Muhammad pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang dia lontarkan tentang Shafiyyah. Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta Shafiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rasulullah berkata kepada Zainab, ‘Unta tunggangan Shafiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dan untamu?’ Zainab menjawab, ‘Akankah aku memberi kepada seorang perempuan Yahudi?’ Akhirnya, beliau meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan Muharam. Artinya, beliau tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan. Zainab berkata, ‘Sehingga aku putus asa dan aku mengalihkan tempat tidurku.” Aisyah mengatakan lagi, “Suatu siang aku melihat bayangan Rasulullah datang. Ketika itu Shafiyyah mendengar obrolan Hafshah dan Aisyah tentang dirinya dan mengungkit-ungkit asal-usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu kepada Rasulullah sambil menangis. Rasulullah menghiburnya, ‘Mengapa tidak engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa.” Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga disebutkan, “Ketika Shafiyyah mendengar Hafshah berkata, ‘Perempuan Yahudi!’ dia menangis, kemudian Muhammad menghampirinya dan berkata, ‘Mengapa engkau menangis?’ Dia menjawab, ‘Hafshah binti Umar mengejekku bahwa aku wanita Yahudiah.’ Kemudian Muhammad bersabda, ‘Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia banggakan kepadamu?’ Muhammad kemudian berkata kepada Hafshah, ‘Bertakwalah engkau kepada Allah, Hafshah!”
Salah satu bukti cinta Hafshah kepada Muhammad terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Saad dalarn Thabaqta-nya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang beliau wafat. Shafiyyah berkata, “Demi Allah, ya Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi deritaku.” Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat satu sama lain. Melihat hal yang demikian, beliau berkata, “Berkumurlah!” Dengan terkejut mereka bertanya, “Dari apa?” Beliau menjawab, “Dari isyarat mata kalian terhadapnya. Demi Allah, dia adalah benar.”
Setelah Muhammad wafat, Shafiyyah merasa sangat terasing di tengah kaum muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dan Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Muhammad. Ketika terjadi fitnah besar atas kematian Utsman bin Affan, dia berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits Nabi. Dia wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi’.
wikki 2:41 pm on 17/08/2012 Permalink |
Safiyah adalah gadis cantik yang berusia 17 tahun, ia adalah putri dari kepala suku Yahudi yang dikenal sebagai Bani Nadir. Nama ayahnya adalah Huyah ibn Akhtab. Bani Nadir dirampok oleh Muhammad dan diusir paksa oleh sang Nabi untuk meninggalkan tanah Arab. Sisa Bani Nadir dan keluarga Huyah ibn Akhtab, termasuk Safiyah melarikan diri ke tempat Bani Qurayza di Khaibar. Di Khaibar inilah Safiyah menikah dengan seorang pemuda Yahudi bernama Kinana al-Rabi, bendahara Bani Nadir.
Beberapa bulan kemudian Muhammad dan pasukannya bersiap2 untuk merampok Bani Qurayza juga. Untuk meyakinkan dan menyenangkan pengikutnya atas perampokan ini, Muhammad menurunkan Sura al-Fath (Sura 48 ayat 20). Di sura ini ALLAH MENJANJIKAN BARANG2 HASIL PERAMPOKAN BAGI PARA MUSLIM YANG BERGABUNG DALAM JIHAD.
Kemudian Muhammad memimpin tentaranya dan menyerang masyarakat Yahudi Khaybar. Akhirnya masyarakat Khaybar menyerah, Muhammad memerintahkan para lelaki agar diikat tangan mereka, sementara para wanita dan anak2 disekap secara terpisah. Melihat ini, suku Al-Aus memohon agar nabi memperlakukan mereka dengan ringan. Muhammad mengusulkan agar Sa‘d bin Mu‘adh, diberi tugas untuk menentukan hukuman dan mereka setuju.
Sad bin Mu‘adh kemudian berkata; “Saya putuskan bahwa para laki2 mereka harus dibunuh dan anak2 serta kaum wanitanya harus diambil jadi tawanan”. Sahut Muhammad, “Hebat Sad! Engkau telah menjatuhkan putusan untuk mereka dengan putusan (menyerupai) keputusan Allah”. (Sahih Bukhari 52:280)
Ahhirnya Sekitar 600-800 lelaki Yahudi dibantai disana termasuk ayah Safiyah juga. Rupanya Muhammad belum puas terhadap banyaknya harta yang ia dapatkan dari perampokan ini. Ia mencari Kinana al-Rabi, suami Safiyah yang mengelola keuangan Bani Nadir.
“Ketika dia (nabi) menanyakannya (Kinana) tentang harta lainnya, Kinana menolak mengungkapkannya, maka nabi memberi perintah kepada al-Zubayr Al-Awwam, “Siksa dia hingga kamu dapat apa yang dia punya.” Lalu dia menyalakan api dengan batu keras dan baja di dadanya hingga dia hampir mati. Lalu sang nabi menyerahkannya kepada Maslama dan dia penggal kepalanya, sebagai balas dendam bagi saudara lelakinya Mahmud.” (Ibn Ishaq “Sirat Rasulallah”, p 515)
Setelah para pria dibunuh, para wanitanya dikumpulkan untuk dibagi2kan kepada para Jihadis.
Sahih Bukhari 8 no 367
Dikisahkan oleh ‘Abdul ‘Aziz: Anas berkata, ‘Ketika Rasul Allah menyerang Khaibar, kami melakukan sembahyang subuh ketika hari masih gelap. Sang Nabi berjalan menunggang kuda dan Abu Talha berjalan menunggang kuda pula dan aku menunggang kuda di belakang Abu Talha. Sang Nabi melewati jalan ke Khaibar dengan cepat dan lututku menyentuh paha sang Nabi. Dia lalu menyingkapkan pahanya dan kulihat warna putih di pahanya. Ketika dia memasuki kota, dia berkata, “Allahu Akbar! Khaibar telah hancur. Ketika kita mendekati suatu negara maka kemalangan menjadi pagi hari bagi mereka yang telah diperingatkan.” Dia mengulangi kalimat ini tiga kali. Orang2 ke luar untuk bekerja dan beberapa berkata, ‘Muhammad (telah datang)’ (Beberapa kawan kami berkata, “Dengan tentaranya.”)
Kami menaklukkan Khaibar, menangkap para tawanan, dan harta benda rampasan dikumpulkan. Dihya datang dan berkata, ‘O Nabi Allah! Berikan aku seorang budak wanita dari para tawanan.’ Sang Nabi berkata, ‘Pergilah dan ambil budak mana saja.’ Dia mengambil Safiya bint Huyai. Seorang datang pada sang Nabi dan berkata, ‘O Rasul Allah! Kauberikan Safiya bint Huyai pada Dihya dan dia adalah yang tercantik dari suku2 Quraiza dan An-Nadir dan dia layak bagimu seorang.’ Maka sang Nabi berkata,’Bawa dia (Dihya) beserta Safiya.’ Lalu Dihya datang bersama Safiya dan ketika sang Nabi melihatnya (Safiya), dia berkata pada Dihya,’Ambil budak wanita mana saja lainnya dari para tawanan.’ Anas menambahkan: sang Nabi lalu membebaskannya dan mengawininya.”
Thabit bertanya pada Anas,”O Abu Hamza! Apa yang dibayar sang Nabi sebagai maharnya?” Dia menjawab, “Dirinya sendiri adalah maharnya karena dia telah membebaskannya (dari status budak) dan lalu mengawininya.” Anas menambahkan, “Di perjalanan, Um Sulaim mendandaninya untuk (upacara) pernikahan dan malam ini Um Sulaim mengantar Safiya sebagai pengantin sang Nabi.
Oo begitu ya kelakuan seorang nabi, tak tahan melihat gadis cantik lalu merebutnya dari tangan Dihya?
Karena tak tahan dengan kecantikannya maka Muhammad pun mengambil Safiyah untuk ditidurinya. Malam itu juga Muhammad menggauli Safiyah, setelah siang tadi ia puas membantai anggota suku, keluarga, ayah, serta suami Safiyah.
Bagaimana anda membayangkan perasaan Safiyah saat itu?
Di Tabaqat dikisahkan bahwa Abu Ayyub al-Ansari menjaga tenda sang nabi semalaman selama Muhammad menggauli Safiyah. Ketika fajar tiba, nabi melihat Abu Ayyub terus berjaga2. Nabi bertanya alasannya dan ia menjawab, ”Saya khawatir tentang perbuatan wanita ini terhadapmu. Anda telah membunuh suami, ayah dan banyak kerabatnya dan sampai saat ini ia masih kafir. Saya sangat menghawatirkan pembalasan darinya.”
Keesokan harinya baru dilaksanakan pernikahan Muhammad dan Safiah, nah di pesta pekawinan ini Muhammad di racun oleh wanita Yahudi dan tewas 3 tahun kemudian.
Bagaimana Islam Arab membumbui kisah nabinya ini agar nampak mulia?
Kisah dibawah ini diambil dari Tabaqat nya Ibn Sa”ad;
“Nabi kemudian memberikannya pilihan: bergabung dengan sukunya setelah bebas ATAU menerima Islam dan mengadakan hubungan perkawinan dengan nabi.”
“Ketika Safiyah menikah, ia sangat muda, berumur 17 tahun, dan sangat cantik. Bukan hanya ia sangat mencintai Muhammad (???) iapun sangat menghormati kenabiannya karena sebelum menikah, ia telah mendengar pembicaraan ayah dan pamannya tentang Muhammad ketika ia baru saja mengungsi ke Medinah. Salah seorang berkata, ”Bagaimana pendapatmu tentang Muhammad?”, jawabnya, ”Ia adalah benar seorang nabi yang telah diramalkan oleh kitab kita” (???) , lalu yang lain berkata, ”Lalu apa yang harus dilakukan?” jawabannya adalah “Kita harus menentangnya sekuat tenaga.”
“Safiyah kemudian sadar akan kebenaran nabi. Dengan suka rela ia merawat, menyediakan kebutuhan dan menyenangkan nabi dengan berbagai cara. Hal ini jelas terlihat pada saat kedatangannya kehadapan nabi saat jatuhnya Khaibar.”
“Kamu tahu setelah pernikahan rasul dengan Syafiah, beliau melihat tanda bekas Tamparan di pipi Syafiah dan beliau bertanya :”Apa ini?” Syafiah menceritakan bahwa dia bermimpi bahwa rembulan telah jatuh di kamarnya, (mengisyaratkan mimpi bahwa ia akan menikah dengan beliau), dan kemudian suaminya menampar pipinya… “
Betapa lucunya pembelaan orang Arab satu ini !
Masuk akalkah cerita ini? Bagaimana mungkin dua orang Yahudi menganggap Muhammad telah diramalkan di kitab mereka? Sedangkan Isa saja tidak mereka anggap sebagai nabi? Bagaimana mungkin dua orang Yahudi berhasil mengetahui ramalan tentang Muhammad dari kitab mereka, sedangkan selama 1400 tahun kaum terpelajar muslim saja tak mampu menemukannya!
Andaipun benar mereka menganggap Muhammad adalah nabi, logiskah jika kemudian mereka justru menentang Muhammad ? Bukannya mereka seharusnya berbondong2 masuk Islam…
Benarkah Syafiah secara suka rela menyerahkan dirinya kepada Muhammad? Bukankah itu bertentangan dengan kisah yang diceritakan pada Sahih Bukhari? Bukankah Safiyah adalah tawanan, yang ingin diperkosa Dihya, kemudian Muhammad merebutnya karena Syafiah sangat2 cantik. Dimana sukarelanya?
Mungkinkah Syafiah bemimpi bertemu Dewa Bulan ( Muhammad maksudnya), kemudian ia jatuh hati pada Muhammad karena mimpinya itu? Mungkinkah Syafiah begitu gembira tidur bersama Muhammad seorang kakek 59 tahun, saat sebelumya 600 orang saudaranya termasuk ayah dan suaminya dibantai oleh Muhammad?
Jika anda memuji perbuatan Muhammad tersebut maka para muslim seharusnya menyerang rumah2 non-muslim, membunuh mereka dan memperkosa istri2 mereka. Jika anda berkata TIDAK dan tindakan Muhammad pada jaman tersebut tidak dapat diterapkan pada peradaban sekarang, maka semua ayat yang mengatakan bahwa kita harus mengikuti contoh Muhammad menjadi tidak berarti.
Muhammad bukan hanya figur sejarah.. Sebelum menjadi presiden Amerika, Washington mungkin meniduri budaknya. Pada jaman tersebut mungkin tindakan itu dianggap biasa, namun tidak ada orang yang mengatakan bahwa tindakan Washington ataupun Muhammad yang meniduri budak merupakan contoh yang harus diikuti UNTUK SEGALA JAMAN DAN UNTUK SEMUA BANGSA !
SERBUIFF 11:07 pm on 17/08/2012 Permalink |
Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, Ummul Mukminin dari Kalangan Yahudi
Tak banyak yang tahu bahwa di kalangan Ummul Mukminin ada yang berasal dari kaum Yahudi. Dialah Shafiyah binti Huyai. Dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah atau dua tahun setelah kenabian Rasulullah. Ibunya bernama Barrah binti Samaual dari Bani Quraizhah. Sedang ayahnya adalah Huyai bin Akhtab, seorang pimpinan Yahudi terpandang dari kalangan Bani Nadhir. Jika dirunut silsilah keluarganya, Shafiyah masih tergolong keturunan Nabi Harun as.
Sejak masih muda, Shafiyah sudah menggemari ilmu pengetahuan dan sejarah tentang Yahudi. Dari kitab suci Taurat dia mengetahui bahwa kelak akan datang seorang nabi penyempurna agama samawi yang berasal dari jazirah Arab. Fitrahnya yang hanif membuatnya merasa heran ketika ayah dan saudara-saudarnya mendustakan kenabian Muhammad dan risalah Islam yang dibawanya.
Karena kaum Yahudi, khususnya Bani Quraizhah dan Bani Nadhir mengingkari perjanjian Hudaibiyah, terlebih lagi Huyai menghasut kaum Quraiys untuk menyerang kaum muslimin, Rasulullah memutuskan untuk melakukan penyerangan terlebih dahulu. Dengan izin Allah peperangan yang terjadi di lembah Khaibar itu dimenangkan oleh kaum Muslimin. Benteng-benteng pertahanan kaum Yahudi berhasil dihancurkan kaum Muslimin. Banyak laki-laki Yahudi yang mati terbunuh, sedang yang masih hidup, bersama wanita dan anak-anak di jadikan tawanan. Shafiyah menjadi salah satu tawanan yang ditangkap oleh kaum Muslimin.
Suami Shafiyah, Kinanah bin Rabi, beserta ayah dan pamannya mati terbunuh. Shafiyah pun hidup sebatang kara dan menjadi tawanan pasukan musuh. Lalu, Bilal menggiring Shafiyah, melewati banyak mayat keluarga dan kaumnya untuk menghadap Rasulullah. Melihat kedatangan Shafiyah, Rasulullah bangkit dan menaruh jubah di kepala Shafiyah. Beliau mendekati Bilal dan berkata, “Apakah kau sudah tidak punya perasaan kasih sayang hingga membiarkan wanita-wanita itu melewati mayat orang-orang yang mereka cintai?”
Kemudian Rasulullah mengambil keputusan mengenai rampasan perang, termasuk para tawanan. Rasulullah saw berkata pada Shafiyyah, “Pilihlah! Jika engkau memilih Islam, aku akan menikahimu. Dan jika engkau memilih agama Yahudi, Insya Allah aku akan membebaskanmu supaya engkau bisa bergabung dengan kaummu,” tawar Rasulullah bijaksana.
“Ya Rasulullah, Aku telah menyukai Islam dan membenarkanmu sebelum engkau mendakwahiku. Aku tidak meyakini agama Yahudi. Orangtua dan saudara-saudaraku pun telah tiada. Allah dan Rasul-Nya lebih aku sukai dari pada dibebaskan untuk kembali ke pada kaumku,” jawab Shafiyah tegas. Rasulullah pun kemudian menikahi Shafiyah dengan
memberikan mahar berupa kebebasannya.
Walaupun sudah menjadi Ummul Mukminin, banyak sahabat yang kurang menyukai Shafiyah karena latar belakangnya sebagai seorang Yahudi. Bahkan Shafiyah pernah menangis karena Aisyah dan Hafsah –isteri lain Rasulullah- pernah menyindirnya sebagai wanita Yahudi. Lalu Rasulullah menghiburnya: “Mengapa tidak kau katakan, bahwa aku lebih baik dari kamu. Ayahku Harun, pamanku Musa, dan suamiku Muhammad saw?”
Maka sejak itu, setiap ada yang mengganggunya Shafiyah pun menjawab sesuai dengan jawaban yang diajarkan Rasulullah.
Setelah Rasulullah wafat, semakin sering terdengar ada yang mempermasalahkan latar belakang Shafiyah sebagai Yahudi. Namun beliau tetap tegar dan membuktikan kesetiaannya pada Islam dengan membantu Khalifah Umar dan Utsman. Shafiyah wafat pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Sufyan sekitar tahun 50 H. Jenazahnya dimakamkan di Baqi, berdampingan dengan makam istri Rasulullah saw yang lain.
Aini Firdaus
http://www.ummi-online.com/berita-18-shafiyah-binti-huyai-bin-akhtab–ummul-mukminin-dari-kalangan-yahudi.html
wikki 2:46 pm on 17/08/2012 Permalink |
Berikut ini adalah sejarah Safiyah Binti
Huyai Ibn Akhtab, wanita Yahudi yang
ditangkap ketika pasukan Muhammad
menyerang Khaibar dan membawanya
kepada Nabi sebagai bagian dari
rampasan perang. Muhammad memberi
perintah agar Kinana, suami yang masih
muda dari Safiyah, dianiaya hingga mati
supaya ia (Kinana) mengaku dimana
harta karun kota tersebut disimpan. Pada
malam yang sama itu juga, Muhammad
mengambil Safiyah dan dibawa ke
ranjangnya dan menjadikan dia istrinya…
Kisah ini dilaporkan secara detil oleh
Tabari. Kisah ini juga dapat ditemui dalam
Sirat Ibn Ishaq. Yang berikut ini dilaporkan
dalam buku dari Tabaqat yang disusun
oleh Ibn Sa’d.
Dua tahun sebelumnya Muhammad telah memancung kepala Huyai, ayahnya
Safiyah, beserta 900 pria dari Bani Quraiza.
Huyai Ibn Akhtab, ayah Safiyah, adalah pemimpin Bani Nadir, salah satu suku
Yahudi dari Medina. Para pengikut Muhammad telah membunuh sepasang suami
istri Arab yang sebelumnya telah menandatangani traktat perdamaian dengan
Muhammad. Nabi memutuskan untuk membayar uang darah kepada keluarga
korban yang salah dibunuh. Ia lalu pergi ke Bani Nadir untuk meminta kepada
mereka agar membayarkan uang darah ini. Permintaan itu sangat aneh, sebab
orang-orang Yahudi tak ada sangkut pautnya dengan pembunuhan tersebut.
Namun orang-orang Yahudi ini takut kepada Muhammad, karena Muhammad
sebelumnya telah menghancurkan suku Yahudi yang lain, yaitu Bani Qainuqah
dan oleh karena itu mereka takut hal ini akan terjadi juga kepada mereka.
Orang-orang Yahudi selalu bersikap pengecut hingga hari ini dan mereka telah
membayar harga atas sikap pengecut mereka. Kapankah mereka cukup belajar
bahwa seseorang tak mungkin senang dengan gangster??? Kapankah mereka
akan belajar bahwa mereka harus berperang melawan kelompok orang seperti
itu?
1
Para tua-tua bani Nadir akhirnya mengumpulkan uang yang diminta. Muhammad
dan para sahabatnya duduk dibawah sebuah dinding-perteduhan dikawasan
Yahudi sambil menanti. Namun, maksud Muhammad sebenarnya adalah untuk
menghancurkan Yahudi dan mengambil semua harta yang mereka miliki, dan
bukan sekedar uang darah untuk kejahatan dari pengikut-pengikutnya.
Muhammad berharap orang Yahudi akan memprotes sehinggga ia justru dapat
memakai ini sebagai alasan untuk menyerang mereka.
Setelah duduk-duduk dan menantikan, ia tiba-tiba bangkit dan pergi tanpa
mengatakan apa-apa kepada siapapun. Para pengikutnya melihat bahwa ia
berjalan terus, maka mereka pun pergi juga. Akhirnya Muhammad mengatakan
kepada mereka, bahwa ada malaikat Jibril yang memberitahukan kepadanya,
bahwa orang-orang Yahudi sedang merencanakan untuk melemparinya dengan
sebuah batu dari atas dinding-perteduhan dan ingin membunuhnya. [Kalau ada
peringatan Jibril tentang rencana pembunuhan, mengapa para pengikutnya
ditinggalkan diam-diam?]. Ini tentu saja sebuah kebohongan. Kalau Bani Nadir
betul-betul ingin membunuhnya, mereka tidak perlu melemparkan batu padanya.
Muhammad ada dalam tangan mereka ketika itu. Mereka itu justru takut, dan
inilah yang harus mereka bayar dengan nyawa mereka kelak.
Muhammad kemudian menyerang
Bani Nadir dan memutuskan aliran
air mereka. Ketika mereka
menyerah, Muhammad
berketetapan untuk membunuh
mereka semua. Namun Abdullah
Ibn Obay, seorang pemimpin tua
Arab Median mengintervensi.
Muhammad khawatir hal ini akan
menyebabkan perpecahan diantara
pengikutnya sehingga ia akhirnya
memutuskan tidak membunuh Bani
Nadir. Sebagai gantinya ia mengambil semua harta kekayaan dan properti milik
bani Nadir serta mengusir mereka.
Maka Bani Nadir pun mengungsi ke Khaibar, yang merupakan benteng orangorang
Yahudi di sebelah Utara Medina. Inilah yang membuat Safiyah tinggal di
Khaibar dan menikahi Kinana, pemimpin muda dari kota tersebut. Akan tetapi,
ayah Safiyah, Huyai, dipancung lehernya ketika Muhammad menyerang suku
Yahudi yang terakhir di Medina, yaitu Bani Quraiza.
2
Safiyah berumur 17 tahun dan sangat cantik. Ketika Muhammad menyerang
Khaibar ia membunuh semua lelaki disana. Orang-orang tidak siap untuk
berperang. Mereka diserang secara mendadak. Muhammad bukanlah seorang
pahlawan perang terbuka, melainkan seorang teroris yang melakukan
penyergapan. Peperangannya disebut gazwah, yaitu sergapan/penyerangan
dadakan.
Maka Muhammad pun menangkap
Kinana dan menyiksa dia karena
Muhammad ingin tahu dimana harta
kekayaan kota tersebut
disembunyikan. Ia menusukkan
batangan besi yang panas pada
mata Kinana dan membutakannya.
Kinana adalah pemuda ksatria, ia
tidak buka mulut.
Seorang Yahudi lain (mungkin nenek moyang-nya Noam Chomsky dan
George Soros) telah mengabarkan kepada Muhammad dimana ia
dapat menemukan harta kekayaan tersebut. Orang-orang Yahudi selalu
memberikan saham kepada para pengkhianat.
Kinana mati dibawah penyiksaan Muhammad. Kemudian Muhammad
menanyakan kepada orang-orangnya untuk membawakan kepadanya gadis yang
paling cantik. Safiyah adalah yang tercantik berumur 17 tahun, istri dari Kinana.
Bilal membawa Kinana dan sepupu perempuan Kinana menghadap Muhammad.
Namun ketika sepupu perempuan Kinana ini melihat jenazah saudaranya
3
terpotong-potong, ia pun menjadi histeris. Muhammad kemudian marah besar dan
memerintahkan, “Bawa setan perempuan ini pergi dari saya”.
Kemudian ia berkata kepada Bilal, “Tidakkah engkau mempunyai perasaan
manusiawi sehingga menjejerkan wanita-wanita di depan jenazah orang yang
mereka cintai?” Wah! Betapa hebatnya sang Nabi yang penuh dengan belas-asih
dan perasaan manusiawi!?
Selanjutnya ia membawa Safiyah ke tendanya, sebab ia telah menjadi seorang
janda. Muhammad mengasihaninya dan memutuskan untuk mengambil ia
sebagai istrinya. Tentu saja [Muslim berkilah], fakta ia muda dan cantik tidak ada
hubungannya dengan keputusan Nabi. Masih ada beratus-ratus wanita lain yang
juga telah menjadi janda pada hari tersebut.
Berikut ini adalah periwayatan Tabaqat.
“Safiyah dilahirkan di Medina. Ia berasal dari suku Yahudi Banu I-Nadir.
Ketika suku ini diusir dari Medina tahun 4 AH, Huyai adalah salah satu
dari orang-orang yang menetap di wilayah subur Khaibar bersama
Kinana Ibn al-Rabi’ yang menikahi Safiyah sesaat sebelum Muslim
menyerang Khaibar. Ia berumur 17 tahun. Sebelumnya ia adalah istri
dari Sallam Ibn Mishkam yang menceraikannya. Disinilah, satu mil dari
Khaibar, Nabi menikahi Safiyah. Dia dipelihara dan dirawat untuk Nabi
oleh Umm Sulaim, ibu dari Anas Ibn Malik. Mereka menginap disana.
Abu Ayyub al-Ansari menjaga tenda Nabi sepanjang malam. Pada saat
subuh, Nabi yang melihat Abu Ayyub berjalan hilir mudik itupun
bertanya kepadanya apa maksudnya, dan ia menjawab: “Saya khawatir
akan engkau karena perempuan muda itu. Engkau telah membunuh
ayahnya, suaminya, dan banyak dari keluarganya, dan dia juga masih
seorang kafir. Saya sungguh khawatir terjadi apa-apa karena dia.
Nabipun mendoakan Abu Ayyub al-Ansari (Ibn Hisham, p.766). Safiyah
telah meminta kepada Nabi untuk menunggu hingga ia telah lebih
menjauh dari Khaibar. “Kenapa?” tanya Nabi. “Saya mengkhawatirkan
engkau karena orang-orang Yahudi yang masih dekat dengan
Khaibar!”
Alasan Safiyah menolak pendekatan seksual Muhammad tentu saja jelas bagi
setiap orang yang berpikir. Saya percaya, praktis semua wanita memilih untuk
berkabung ketimbang melompat ke dalam ranjang – bercengkerama dengan si
pembunuh dari ayahnya, dan pembunuh suami dan banyak anggota keluarganya,
pada hari yang sama.
Tetapi kenyataannya Nabi Allah ini tak dapat menahan desakan nafsu seksualnya
untuk satu hari saja dengan membiarkan perempuan muda ini untuk berkabung.
Ini semua menggambarkan karakter moral Muhammad. Ia adalah seorang
psikopat tanpa hati nurani dan empati.
Untuk kelanjutan kisah ini kita tidak tahu persis apakah benar atau telah
direkayasa oleh ahli sejarah Muslim yang ingin mengosongkan adanya kesan
pemaksaan perkosaan. Tetapi ini adalah semua yang kita punyai, dan untuk
menemukan kebenaran kita hanya bisa bergantung pada dokumen-dokumen
4
yang terlihat bias (ter-plintir) ini, yang dilaporkan dan ditulis sepihak oleh orangorang
Muslim.
Kisah selanjutnya menggambarkan Abu Ayyub yang mengkhawatirkan
keselamatan Nabi, karena Nabi telah membunuh ayah, suami dan sejumlah
anggota keluarga Safiyah. Hal ini logis. Tentu saja bodoh untuk tidur dengan
seorang wanita dimana orang-orang yang dicintai oleh wanita tersebut baru
dibunuhnya. Namun tampak bias alasan penolakan Safiyah terhadap pendekatan
seksual Muhammad, tampak sekali kurang masuk akal. Ketika Muhammad
membawa wanita muda ini ke dalam tendanya, ia telah membunuh banyak orang
Yahudi, dan memperbudak orang-orang Yahudi lainnya.
Jikalau masih ada orang Yahudi yang tertinggal, maka mereka mungkin lebih
mengkhawatirkan hidup mereka sendiri ketimbang masalah Safiyah apakah ia
diperkosa atau tidak. Lagipula wanita ini telah ada di dalam tenda sendirian
dengan Muhammad, jadi bagaimana orang-orang Yahudi akan mengetahui kalaukalau
mereka melakukan hubungan seks? Alasan ini kedengarannya bodoh dan
tampaknya dipaksakan oleh Muslim untuk mengklaim bahwa Safiyah-lah yang
menginginkan hubungan seks dengan Muhammad, dan bila tidak, itu hanya
karena Safiyah mengkhawatirkan keselamatan Nabi (jadi bukan karena ada unsur
pemaksaan/perkosaan).
Muslim adalah sekelompok orang bodoh tertentu yang mempercayai omong
kosong yang paling konyol tanpa berpikir, namun saya percaya ada kelompok lain
yang wajar menyadarinya sebagai sebuah kebohongan.
Dikatakan lebih lanjut,
“Hari berikutnya Walima (pesta pernikahan) diselenggarakan atas nama
Nabi…”
Harap dicatat bahwa penulis sejarah ini berkata, bahwa pernikahan terjadi satu
hari setelah Muhammad sendirian dengan Safiyah dan melakukan hubungan seks
dengan dia. Ini tidak mendatangkan persoalan kepada Nabi, karena ia telah
mendapatkan wahyu Allah yang mengatakan bahwa tidur dengan wanita yang
ditangkap dari peperangan adalah baik-baik saja tanpa usah menikahi mereka,
sekalipun mereka telah bersuami tadinya.
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki… “ (Surat 4:24)
Ayat di atas menunjukkan bahwa Muhammad tidak berpendapat bahwa para
budak mempunyai hak-hak apapun. Ketika Muslim berkuasa, ini akan menjadi
nasib bagi semua wanita non-Muslim. Muslim tidak dapat mengubah sedikitpun
apa yang telah dikatakan atau dikerjakan oleh Muhammad. Dan ini telah
dikonfirmasikan di tempat-tempat lainnya:
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya,
3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna,
4. dan orang-orang yang menunaikan zakat,
5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
5
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki;
maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.
7. Barangsiapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang
yang melampaui batas. (Surat 23:1-7).
Marilah kita meneruskan kisah Safiyah. Dikatakan,
“Para istri Nabi lainnya menunjukkan cemburunya dengan melakukan
pelecehan terhadap keyahudiannya. Namun Nabi selalu membelanya.
Suatu kali Safiyah dilukai dengan olok-olokan dari istri-istri Nabi yang
Arab itu secara melampaui batas. Maka iapun (Safiyah) mengeluhkan
hal tersebut kepada Nabi yang merasa sangat mengasihinya. Ia
menghiburnya. Ia membesarkan hatinya. Ia memberi pikiran logis
kepadanya. Ia berkata: “Safiyah, bersikap teguh dan beranilah. Mereka
tidak memiliki apapun yang melebihi engkau. Katakan kepada mereka:
“Aku adalah anak putri Nabi Harun, keponakan Nabi Musa, dan istri
dari Nabi Muhammad…”
Ketika ia dibawa bersama dengan para tahanan perang lainnya, Nabi
berkata kepadanya,
“Safiyah, ayahmu selalu membenci aku hingga Allah menetapkan
keputusan terakhir.”
Ia menjawab, “Tetapi Allah tidak menghukum seseorang atas dosa
orang lain.”
Hal ini (apa yang dikatakan Nabi) jelas berlawanan dengan perilaku Muhammad
sendiri yang sudah menghancurkan seluruh Bani Qainuqa dengan alasan bahwa
beberapa diantara mereka telah membunuh seorang Muslim ketika mereka
membela dengan membalaskan kematian seorang Yahudi. Muhammad
membinasakan seluruh anggota suku itu, ketika membalas kematian satu orang
Muslim! Padahal Muslim tersebut telah terlebih dahulu membunuh seorang
Yahudi, namun itu tidak dianggap/diperhitungkan oleh Muhammad. Ia
membutuhkan sebuah alasan demi mendapatkan harta-kekayaan mereka.
Ini sungguh mengabaikan ayat yang berkata: “bahwasanya seorang yang berdosa
tidak akan memikul dosa orang lain” (Surat 53:38). Jadi jelas bukan Allah yang
membuat keputusan akhirnya. Maka tampak betapa orang yang satu ini mencuci
tangannya terhadap kejahatannya sendiri. Ayah Safiyah dibunuh oleh
Muhammad, bukan Allah [tetapi Muhammad memplintirkannya seolah Allah-lah
yang memutuskan]. Jikalau Allah mengingini membunuh seluruh orang-orang
tersebut, Ia tentu telah melakukannya dengan cara-Nnya sendiri. Allah tidak
memerlukan pembunuh bayaran (yang merampas harta) untuk melaksanakan
kehendakNya.
Dikatakan lebih lanjut,
“Kemudian Nabi memberinya kebebasan untuk memilih apakah Safiyah
mau tetap bergabung dengan kaumnya, ataukah menerima Islam dan
masuk dalam hubungan pernikahan dengan dia”.
6
Memberinya kebebasan? Kebebasan macam apakah itu?
Muhammad telah membunuh suaminya dan semua anggota keluarganya.
Kemanakah ia harus pergi sekarang? Melebur dengan orang-orang dari
kaumnya? Orang-orang manakah itu? Orangnya praktis telah terbunuh dan
wanita-wanitanya telah ditawan dan jadi budak.
“Dia sangat pintar dan lembut hati dan berkata: “ O Rasul Allah, aku
telah berharap akan Islam, dan aku telah menegaskan sebelum
undanganmu. Kini ketika aku mendapat kehormatan berada
dihadapanmu, dan diberi kebebasan untuk memilih diantara kafir dan
Islam, maka aku bersumpah demi Allah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
adalah lebih berharga kepadaku ketimbang kebebasan diriku dan
bagaimana aku sebelumnya bergabung dengan kaumku.”
Apakah ini sebuah pengakuan, yaitu pengakuan yang jujur? Apakah ia bebas dan
aman mengutarakan pikirannya? Ia ditawan oleh seorang lelaki yang telah
menghabisi keluarganya. Sesungguhnya ini menunjukkan dengan jelas betapa ia
tidak bebas berulah. Ia mungkin saja sangat pintar menyiasati sebuah dusta demi
menyelamatkan dirinya, tetapi lebih mungkin lagi kisah ini telah dikarang untuk
menceritakan sebuah dusta tersendiri!
Ketika Safiyah menikah, ia masih sangat muda, dan menurut sebuah
laporan ia hampir berumur 17 tahun dan berperawakan amat sangat
cantik. Ada satu kali Aisyah berkata tentang kekurangannya (mencela),
untuk mana Nabi berkata, “Engkau telah mengatakan sesuatu yang
apabila itu dimasukkan ke dalam laut, maka hal itu akan melebur
bersama air laut itu (dan mengeruhkan airnya).” (Abu Dawud)
Ia tidak hanya sangat dalam mencintai Nabi, tetapi juga sangat besar
rasa hormatnya kepadanya sebagai Rasul Allah. Sebab ia telah
mendengar apa yang dikatakan oleh ayah dan pamannya ketika
mereka pergi ke Medinah. Ketika hijrah ke Medinah mereka datang
bertemu dengan dia untuk mengetahui apakah dia betul Rasul Allah
yang sejati seperti yang disampaikan oleh Alkitab. Ketika mereka
pulang dan berbicara bersama malam itu, Safiyah ada ditempat
tidurnya dan mendengar pembicaraan mereka. Salah satunya berkata,
“Bagaimana pendapatmu tentang dia?” Ia menjawab, “Ia adalah Nabi
yang sama yang dinubuatkan oleh Alkitab kita.” Lalu berkata yang lain,
“Apa yang harus dilakukan?” Dan jawabannya adalah bahwa mereka
harus melawannya dengan segala kekuatan.”
Kisah ini, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, apakah dapat dipercayai?
Bagaimanakah caranya kedua orang Yahudi biasa itu mengenal Muhammad
sebagai nabi yang dinubuatkan oleh Kitab Suci, lalu (kok malah) memutuskan
untuk melawannya dengan segala kekuatan mereka? (Semestinya bila mereka
tahu itu nabi yang dikisahkan Musa, mereka justru akan mendukungnya!). Jadi
semuanya adalah kontra logika. Hanya orang Muslim yang “tekor-intelektuil” yang
akan percaya akan kisah nonsense ini.
7
Dikatakan, dia sangat mencintai Muhammad yang adalah pembunuh ayah dan
suaminya? Betapa naifnya Muslim dapat mempercayai periwayatan ini?
Bagaimana seorang gadis muda cantik berumur 17 tahun dapat segera mencintai
seorang tua bangka yang giginya ompong dan badannya berbau? Bacalah buku
saya ”Understanding Muhammad” untuk mengetahui betapa postur Muhammad
cacat dan berbau. Kita curiga bahwa kata-kata tersebut berasal dari Safiyah, dan
andaikata itu benar, orang akan mencium hal itu sebagai kebohongan Safiyah
dalam usahanya untuk mencari keselamatan diri. Kita hanya memerlukan otak
yang aktif untuk mendapati kebohongan Muslim.
Kenapa seseorang sampai perlu mati-matian melawan seseorang lainnya yang
diketahuinya sebagai nabi yang dijanjikan dalam Alkitab? Dan dimana
Muhammad dijanjikan dalam Alkitab? Adakah Muhammad disebut dalam Alkitab?
(Is Muhammad mentioned in the Bible?) Baca artikel ini untuk melihat dusta yang
menyedihkan seperti itu. Muhammad tidak disebut di dalam Alkitab maupun di
dalam kitab sakral manapun.
“Maka Safiyah pun yakin akan kebenaran sang Nabi. Ia tak lelahlelahnya
mengurus dan merawat dia (Muhammad), serta memberikan
semua kenyamanan yang dapat diupayakannya. Ini terlihat sejak ia
menjadi bagian dalam kehidupannya (Muhammad) setelah jatuhnya
Khaibar.”
Lihat betapa penulis menyangkal dirinya sendiri dalam satu halaman yang sama?
Hanya beberapa baris sebelumnya kita membaca bahwa Safiyah ditawan dan
dibawa kepada Muhammad sebagai tawanan, bukan atas kemauannya sendiri. Ia
dibawa kepada Muhammad sebab ia muda dan cantik.
“Nabi sedikit kecewa kepadanya karena ia pada awalnya (dalam
perjalanan) telah menolak Nabi ketika ingin menggaulinya (hubungan
seks). Pada perhentian perjalanan berikutnya, Nabi menggaulinya
hingga sepanjang malam. Ketika ia (Safiyah) ditanyai oleh Umm
Sulaim, “Apa yang engkau lihat pada diri Rasul Allah?” Ia berkata
bahwa dia (Muhammad) sangat senang terhadapnya dan tidak tidur
melainkan bercakap-cakap sepanjang nalam. Dia (Muhammad)
bertanya kepadanya, “Mengapa engkau menolak ketika aku mau
menggaulimu pertama kalinya?” Ia menjawab, ‘Aku mengkhawatirkan
engkau sebab tempatnya dekat dengan Yahudi’. “Hal ini meningkatkan
nilaiku lebih lanjut dimatanya.” (Tabaqat)
Bukhari juga telah mencatatkan beberapa Hadits yang menceritakan tentang
invasi Khaibar dan bagaimana kisah Muhammad bertemu dengan Safiyah.
Diriwayatkan ‘Abdul’ Aziz:
Anas berkata, “Ketika Rasul Allah menginvasi Khaibar, kami melakukan
shalat Subuh disana ketika hari masih gelap… Ketika ia memasuki
kota, ia berseru, “Allahu Akbar! Khaibar diruntuhkan… Kami
menaklukkan Khaibar, menawan tawanan, dan barang jarahan
dikumpulkan. Dihya datang dan berkata, ‘O Rasul Allah! Berilah aku
seorang budak perempuan diantara tawanan’. Nabi berkata, ‘Pergi dan
8
ambillah budak perempuan yang mana saja’. Iapun mengambil Safiya
binti Huyai. (Tetapi) Seseorang datang kepada Nabi dan berkata, ‘O
Rasul Allah! Engkau memberikan Safiya binti Huyai kepada Dihya,
padahal ia (Safiya) adalah perempuan paling terkemuka dari suku
Quraiza dan An-Nadir dan ia hanya pantas untuk engkau saja’. Maka
Nabi berkata, ‘Bawa ia (Dihya) bersama dia (Safiya)’. Maka keduanya
menghadap dan ketika Nabi melihat Safiya, iapun berkata kepada
Dihya, ‘Ambillah gadis budak mana saja dari para tawanan selain dia’.
Anas menambahkan: Nabi membebaskan perbudakannya dan
mengawininya.” [Nabi menelan janji pertama, dan menggantikannya
dengan janji kedua, ketika tersilau dan bernafsu dengan kecantikan
Safiyah. Contoh moral surgawi!].
Thabit bertanya kepada Anas, “O Abu Hamza! Apa yang Nabi bayarkan
kepadanya (Safiya) (sebagai mahar)? Ia menjawab, “Dirinya sendiri
adalah maharnya sebab dia (Muhammad) telah membebaskannya dari
perbudakan dan kemudian mengawininya.” Anas menambahkan,
“Ketika dalam perjalanan, Um Sulaim mendandaninya untuk upacara
perkawinan dan pada malamnya dia mengirimnya sebagai pengantin
perempuan untuk Nabi”. (Sahih Bukhari 1.367)
Mahar adalah “emas kawin” yang diperoleh pengantin perempuan dari pihak
suaminya tatkala ia mengawininya. Muhammad tidak membayar mahar kepada
Safiyah, sebab ia (Muhammad) harus membayarkan kepada dirinya sendiri untuk
memerdekakan Safiyah. Kisah ini adalah luar biasa, sebab ini memberi
pencerahan kepada kita tentang nilai-nilai moral dan etika dari Muhammad dan
para pengikutnya yang keblinger. Muhammad adalah seorang psikopat. Namun
Muslim tidak mempunyai rasa malu. Muslim meng-idola-kan seorang psikopat dan
menginginkan kita juga untuk menghormati mereka. Apakah ke-tolol-an ini layak
atas sebuah penghormatan? Dengan mengikuti orang yang tidak waras semua
orang akan bertindak tidak waras.
Setiap orang yang terhormat atau orang normal jijik mendengar kisah semacam
ini, namun Muhammad mengajarkan bahwa ia akan memperoleh 2 pahala
dengan mengawini Safiyah. Satu adalah untuk memerdekakan seseorang yang
sesungguhnya ia tawani sendiri, dan kedua adalah mengambilnya untuk
menikahinya.
“Abu Musa melaporkan bahwa Rasul Allah berkata tentang seseorang
yang memerdekakan seorang wanita budak, dan kemudian
menikahinya, bahwa baginya tersedia 2 pahala.” (Sahih Muslim Book
008, Number 3327)
[Sayangnya tidak disebutkan bahwa yang mengawininya adalah
pembunuh ayah, suami, dan famili dari si wanita budak yang dikawini.
Dan wanita budak tersebut adalah budak yang terjadi karena ulah dari
yang akan mengawininya!]
9
Tidakkah ini menjijikkan? Buanglah ke-tolol-an “yang terhormat” dan berkelit-kelit
ini dan namakanlah hitam adalah hitam. Muslim adalah sekelompok moron.
Bagaimana mungkin bisa demikian konyol?
Diriwayatkan oleh Anas:
Nabi melakukan sholat subuh dekat Khaibar tatkala hari masih gelap
dan ia berkata, “Allahu Akbar” Khaibar dihancurkan, sebab ketika kami
menghadapi bangsa (lawan yang diperangi), maka kejahatan akan
menjadi pagi hari bagi mereka yang telah diperingati.”
Maka penduduk Khaibar lari keluar ke jalan-jalan. Sang Nabi telah
membunuh pahlawan-pahlawan mereka, keturunan mereka, dan
wanita yang ditawan sebagai tawanan. Safiyah adalah salah satu
diantara tawanan. Dia pertama-tama diambil untuk menjadi milik Dahya
Alkali, namun kemudian ia menjadi milik Nabi. Nabi memerdekakan dia
sebagai maharnya. (Sahih Bukhari V.5 B.59 N.512)
Sumber: http://alisina.org/safiyah-the-jewish-wife-of-muhammad/
SERBUIFF 11:03 pm on 17/08/2012 Permalink |
Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, Ummul Mukminin dari Kalangan Yahudi
Rubrik: Jejak – Dibaca: 2781 kali
Tak banyak yang tahu bahwa di kalangan Ummul Mukminin ada yang berasal dari kaum Yahudi. Dialah Shafiyah binti Huyai. Dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah atau dua tahun setelah kenabian Rasulullah. Ibunya bernama Barrah binti Samaual dari Bani Quraizhah. Sedang ayahnya adalah Huyai bin Akhtab, seorang pimpinan Yahudi terpandang dari kalangan Bani Nadhir. Jika dirunut silsilah keluarganya, Shafiyah masih tergolong keturunan Nabi Harun as.
Sejak masih muda, Shafiyah sudah menggemari ilmu pengetahuan dan sejarah tentang Yahudi. Dari kitab suci Taurat dia mengetahui bahwa kelak akan datang seorang nabi penyempurna agama samawi yang berasal dari jazirah Arab. Fitrahnya yang hanif membuatnya merasa heran ketika ayah dan saudara-saudarnya mendustakan kenabian Muhammad dan risalah Islam yang dibawanya.
Karena kaum Yahudi, khususnya Bani Quraizhah dan Bani Nadhir mengingkari perjanjian Hudaibiyah, terlebih lagi Huyai menghasut kaum Quraiys untuk menyerang kaum muslimin, Rasulullah memutuskan untuk melakukan penyerangan terlebih dahulu. Dengan izin Allah peperangan yang terjadi di lembah Khaibar itu dimenangkan oleh kaum Muslimin. Benteng-benteng pertahanan kaum Yahudi berhasil dihancurkan kaum Muslimin. Banyak laki-laki Yahudi yang mati terbunuh, sedang yang masih hidup, bersama wanita dan anak-anak di jadikan tawanan. Shafiyah menjadi salah satu tawanan yang ditangkap oleh kaum Muslimin.
Suami Shafiyah, Kinanah bin Rabi, beserta ayah dan pamannya mati terbunuh. Shafiyah pun hidup sebatang kara dan menjadi tawanan pasukan musuh. Lalu, Bilal menggiring Shafiyah, melewati banyak mayat keluarga dan kaumnya untuk menghadap Rasulullah. Melihat kedatangan Shafiyah, Rasulullah bangkit dan menaruh jubah di kepala Shafiyah. Beliau mendekati Bilal dan berkata, “Apakah kau sudah tidak punya perasaan kasih sayang hingga membiarkan wanita-wanita itu melewati mayat orang-orang yang mereka cintai?”
Kemudian Rasulullah mengambil keputusan mengenai rampasan perang, termasuk para tawanan. Rasulullah saw berkata pada Shafiyyah, “Pilihlah! Jika engkau memilih Islam, aku akan menikahimu. Dan jika engkau memilih agama Yahudi, Insya Allah aku akan membebaskanmu supaya engkau bisa bergabung dengan kaummu,” tawar Rasulullah bijaksana.
“Ya Rasulullah, Aku telah menyukai Islam dan membenarkanmu sebelum engkau mendakwahiku. Aku tidak meyakini agama Yahudi. Orangtua dan saudara-saudaraku pun telah tiada. Allah dan Rasul-Nya lebih aku sukai dari pada dibebaskan untuk kembali ke pada kaumku,” jawab Shafiyah tegas. Rasulullah pun kemudian menikahi Shafiyah dengan
memberikan mahar berupa kebebasannya.
Walaupun sudah menjadi Ummul Mukminin, banyak sahabat yang kurang menyukai Shafiyah karena latar belakangnya sebagai seorang Yahudi. Bahkan Shafiyah pernah menangis karena Aisyah dan Hafsah –isteri lain Rasulullah- pernah menyindirnya sebagai wanita Yahudi. Lalu Rasulullah menghiburnya: “Mengapa tidak kau katakan, bahwa aku lebih baik dari kamu. Ayahku Harun, pamanku Musa, dan suamiku Muhammad saw?”
Maka sejak itu, setiap ada yang mengganggunya Shafiyah pun menjawab sesuai dengan jawaban yang diajarkan Rasulullah.
Setelah Rasulullah wafat, semakin sering terdengar ada yang mempermasalahkan latar belakang Shafiyah sebagai Yahudi. Namun beliau tetap tegar dan membuktikan kesetiaannya pada Islam dengan membantu Khalifah Umar dan Utsman. Shafiyah wafat pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Sufyan sekitar tahun 50 H. Jenazahnya dimakamkan di Baqi, berdampingan dengan makam istri Rasulullah saw yang lain.
Aini Firdaus
http://www.ummi-online.com/berita-18-shafiyah-binti-huyai-bin-akhtab–ummul-mukminin-dari-kalangan-yahudi.html
lim bho tak 7:09 am on 12/02/2013 Permalink |
KISAH SEBENARNYA TENTANG ISTRI NABI MUHAMMAD. SAW
JAWABAN ATAS FITNAH YAHUDI ANGGUR ASAM YANG DENGKI SAMA NABI MUHAMMAD BANGSA ARAB KETURUNAN NABI ISMAIL ANAK NABI IBRAHIM.
KISAH ISTRI NABI MUHAMMAD JUWAIRIAH RA.
(8) Hadhrat Juwairiah bintul Harith (Radhiyallaho anha):
She was one of the large number of captives who fell ! into Muslim hands after the battle of Muraisee’, and she
was given to Hadhrat Thabit bin Qais (Radhiyallaho anho).
He offered to release her for 360 Dirhams. She came to the
Prophet (Sallallaho alaihe wasallam) and said:
“0,Pr ophet of Allah! I am the daughter of Harith who
is the chief of the tribe, and you know my story. The
ransom demanded by Hadhrat Thabit (Radhiyallaho
anho) is too much for me. I have come to seek your
help in the matter.”
The Prophet (Sallallaho alaihe wasallam) agreed to pay her
ransom, set her free, and offered to take her as his wife. She
was very glad to accept this offer. She was married to the
Prophet in 5 A. H. and as a consequence of this marriage,
the prisoners of Banu Mustaliq (Juwairiah’s tribe), about a
hundred families, were all set free by the Muslims. “The
tribe which was so honoured by the Prophet’s relationship,”
they said, “should not remain in slavery.”
Such were the noble expediences in all the marriages
of the Prophet. Hadhrat Juwairiah (Radhiyallaho anha) was
very pretty, her face was very attractive. Three days before
her falling captive in the battle, she had seen in her dream
the moon coming out from Madinah and falling into her
lap. She says:
“When I was captured, I began to hope that my dream
would come true.”
She was 20 at the time of her marriage with the Prophet
(Sallallaho alaihe wasallam). She died in Rabi-ul-Awwal,
50 A. H., in Madinah at the age of 65. ,
ALLAH TELAH MEMULIAKAN NABI MUHAMMAD DI QURAN
MAKANYA ORANG PINTER SEKALIBER PROFFESOR DOKTOR YAHYA WALONI DAN DOKTOR IRENE HANDONO KEMBALI KE ISLAMITULAH KEBENARAN KISAHNYA.
Reply
LIM BHO TAK Says:
February 11, 2013 at 4:43 am
KISAH SEBENARNYA ISTRI NABI MUHAMMAD SAW . SAFIYYAH RA
(10) Hadhrat Safiyyah (Kadhiyallaho anha):
She was the daughter of Hayi, who was a descendant
of Hadhrat Harun (Alaihis salaam) the brother of Hadhrat
Moosa (Alaihis salaam). She was first married to Salam bin
Mishkam and then to Kinanah bin Abi Huqaiq at the time
of Kheybar. Kinanah was killed in the battle and she was
captured by the Muslims. Hadhrat Dahya Kalbi (Radhiyallaho
anho) requested for a maid, and the Prophet made her
over to him. At this, the other Sahabah approached the
Prophet (Sallallaho alaihe wasallam) and said:
“0, Prophet of Allah! Banu Nazir and Banu Quraizah
(the Jewish tribes of Madinah) will feel offended to see
the daughter of a Jewish chief working as a maid. We
therefore suggest that she may be taken as your own
wife.” I
The Prophet paid a reasonable sum of money to Hadhrat
Dahya (Radhiyallaho anho) as ransom, and said to Safiyyah:
“You are now free: if you like you can go back to your
tribe or can be my wife.”
She said: “I longed to be with you while I was a Jew. How
can I leave you now, when I am a Muslim?”
This is probably a reference to the fact that she once saw in
-her dream a portion of the moon falling into her lap. When
she mentioned her dream to Kinanah, he smote her face. so
severely that she developed a mark on her eye He said:
“You seem to be desiring to become the wife of the
King of Madinah.”
Her father is also reported to have treated her similarly
when she related the same or similar dream to him. She
again saw (in her dream) the sun lying on her breast. When
she mentioned this to her husband, he remarked:
“You seem to be wishing to become the Queen of Madinah.”
She says: “I was seventeen when I was married to the
Prophet (Sallallaho alaihe wasallam).
She came to live with the Prophet (Sallallaho alaihe
wasallam) when he was camping at the first stage from
Khaiber. Next morning, he said to the Sahabah:
“Let everybody bring whatever he has got to eat.”
They brought their own dates, cheese, butter, etc. A long
leather sheet was spread and all sat round it to share the
food among themselves. This was the Walimah for the marriage.
She died in Ramadhan, 50 A. H., when she was about
60.
PENDETA2 YAHUDI PERUSAK AGAMA ALLAH, PEMBUNUH PARA NABI ALLAH.ANGGUR ASAM ITU AKAN BINASA DI NERAKA
wikki 2:18 am on 18/08/2012 Permalink |
masuk akal kah seorang wanita muda yang baru menikah .. padahari dimana keluarganya dibunuh termasuk suaminya yang disiksa dulu didepan matanya karena harta ..mau menikahi bangkotan tuaa/?? apakah saudara tidak berpikir wanita itu dibawah tekanan ketakutan ???terus terang membaca ini saya hampir muntah ..padahal mulanya muhammad mengatakan ambil bagimu masing masing tawanan perempuan yang mana saja …tapi ketika dia tahu safifah tercantik ..kemudian dia mengubah pikiranya…jelas wanita ini dibawah tekanan dan ketakutan..
SERBUIFF 3:50 am on 18/08/2012 Permalink |
Sejak masih muda, Shafiyah sudah menggemari ilmu pengetahuan dan sejarah tentang Yahudi. Dari kitab suci Taurat dia mengetahui bahwa kelak akan datang seorang nabi penyempurna agama samawi yang berasal dari jazirah Arab. Fitrahnya yang hanif membuatnya merasa heran ketika ayah dan saudara-saudarnya mendustakan kenabian Muhammad dan risalah Islam yang dibawanya.
wikki 4:59 am on 18/08/2012 Permalink |
bukti mengatakan syafifah adalah seorang yang setia pada keluarganya ..satu satunya kesalahan dia .hanya karena dia cantik dan muda..dan lemah ..bukti dari tulisan tulisan para sahabat muhammad tidak bisa menutupi kebiadaban muhammad.