ISLAM AGAMAKU,

Islamic (Surely The True Religion With Allah Taala is Islam (Qur’an Alimran:19)
KITAB SUCIKenapa kalian mengingkari

ayat-ayat Allah…?
 
WAHYU DAN MUKJIZAT
Wahyu dan pewahyuan
Pada awal pembahasan buku ini kita pernah membahas adanya kesinambungan wahyu sejak Nabi-nabi terdahulu hingga yang terakhir. Pesan-pesan Tauhid dan dua prinsip kehidupan sesama manusia, yang tergambar dalam prinsip kasih sayang dan prinsip keadilan, terlestarikan pada masing-masing kitab.
Untuk menyajikan kajian tentang wahyu ini, kami akan menggunakan berita-berita nubuat dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Injil). Kalau kami membahasnya dari kacamata Bibel bukan berarti mempercayai seluruh isi Bibel, ayat-ayat Bibel yang menyalahi konsep tauhid dan dua konsep kemanusiaan akan kami kesampingkan apalagi ayat-ayat yang porno dan tidak masuk akal. Hal ini berdasarkan prinsip yang dipakai Dr. Robert Morey dalam banyak hujatannya terhadap al-Qur’an, yaitu “Yang lama mencocokkan yang baru”. Dan sudah kita bahas pada awal buku ini. Pendapat kami tersebut tidak bisa disebut inkonsisten, di mana menyatakan ada penyelewengan dalam Bibel di satu pihak sementara beberapa dalil memakai Bibel. Inkonsistensi bisa dikatakan jika tidak ada aturan yang jelas, sementara bahasan kami ini berdasarkan aturan yang ditetapkan sendiri oleh Dr. Robert Morey seperti prinsip tersebut di atas. Dengan prinsip ini sebenarnya secara logika kami boleh menggunakan ayat-ayat al-Qur’an untuk menunjang semua bahasan sehingga kita akan mendapatkan pengertian yang benar dari permasalahan yang dilontarkan.
Banyak sekali ayat-ayat Bibel yang menubuatkan akan adanya seorang Nabi baru yang datang setelah Nabi Isa As, (Yesus). Dan perlu kami tegaskan bahwa tidak ada nabi lain setelah masa Yesus, sebab Yohanes Pembabtis (Nabi Yahya) adalah hidup sezaman dengan Yesus. Namun kami hanya memfokuskan pada nubuat Musa yang tercantum pada Kitab Ulangan 18:18. (kitab ulangan masuk dalam perjanjian lama/ Taurat). Ayat tersebut berbunyi :
“Bahwa aku akan menjadikan bagi mereka itu seorang nabi dari antara segala saudaranya, yang seperti engkau (Musa), dan Aku akan mernberi segala firman-Ku dalam mulutnya dan iapun akan mengatakan kepadanya segala yang Kusuruh akan dia” (Kitab: Ulangan 18:18).
Dalam mencermati ayat di atas Ahmed Deedat membuktikan dengan sangat baik bahwa yang dimaksud dalam kitab ulangan tersebut adalah Nabi Muhammad Saw walaupun kebanyakan sarjana Kristen menyatakan tidak mengakui hal itu10. Alasan yang dikemukakan Ahmed Deedat secara ringkas sebagai berikut :
  • …….antara segala saudaranya : Isyarat untuk keturunan IsmaEL saudara IsraEL keturunan Ibrahim dari Ishaq. Bibel juga mengakui bahwa Ibrahim berputra Ismael dan Ishaq.…...yang seperti engkau (Musa) : Isyarat untuk nabi yang perihalnya seperti Musa yaitu Muhammad dengan alasan sebagai berikut :
  • Musa dan Muhammad dilahirkan melalui ibu dan bapak. Yesus tidak.
  • Musa dan Muhammad menikah dan mempunyai anak. Yesus tidak.
  • Musa dan Muhammad diterima kaumnya -bani Israel­Yesus tidak.
  • Musa dan Muhammad membawa hukum agama baru. Yesus hanya meneruskan. 11 (Sampai hari ini pun Taurat dan Injil dalam satu paket yang disebut Alkitab/Bibel, atau perjanjian lama dan perjanjian baru12).
Dalam menjelaskan ayat di atas -… dan aku akan memberi segala firman-Ku dalam mulutnya-Ahmed Dedat mencontohkan dalam perdebatannya dengan pendeta Dominee sebagai berikut :
Apakah artinya jika dikatakan, “Saya akan menaruh firman saya dalam mulut Anda?’ Perhatikan, ketika mula-mula saya meminta Anda (Dominee) untuk membuka Ulangan 18: 18 dan jika saya meminta Anda untuk membacanya, lalu Anda telah membacanya, apakah itu berarti saya telah menaruh firman saya dalam mulut Anda?”
Dominee menjawab, “Tidak”
Tetapi, saya melanjutkan, “Jika saya mengajari Anda sebuah bahasa yang Anda tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, seperti bahasa Arab, dan bila saya meminta Anda untuk rnembaca atau mengulangi sesudah saya”, apa yang saya ucapkan yaitu:
 
 
“Katakanlah, ‘Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan, tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. (QS. Al-Ikhlas : 1-4).
Tidakkah saya sedang menaruh kata-kata asing yang belum pernah didengar dan telah kamu ucapkan, ke dalam mulut Anda?” Dominee tentu saja setuju.
Dengan cara yang sama, saya berkata, “Kata-kata kitab suci Al-Qur’an, wahyu yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada Muhammad diungkapkan.”
Ilustrasi Ahmed Deedat dalam menjelaskan kalimat di atas menjadikan gambaran tentang proses pewahyuan semakin dapat dinalar. Al-Qur’an sendiri memberikan gambaran yang sama sebagai berikut :
“Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat”. (QS. Al-Muzammil : 5).
“Kami akan membacakan (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa “. (QS. Al-A’laa: 6).
Dan seperti yang kita lihat bahwa ayat dalam kitab Ulangan 18:18 di atas adalah wahyu yang diberikan kepada Nabi Musa, -yang tentunya dengan bahasa Ibrani.13
Proses penurunan wahyu dengan cara ‘dibacakan’ – menurut Qur’an- atau ‘memberi segala firmanku kedalam mulutnya’ menurut gaya bahasa Taurat, secara tegas menunjukkan bahwa wahyu tersebut atau al-Qur’an bukan dari Nabi Muhammad Saw atau Nabi Musa, baik materi maupun bahasa. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Rasulullah pernah tergesa-gesa menggerakkan bibirnya untuk menirukan wahyu yang dibacakan.
Bibel yang diyakini kebenarannya oleh Dr. Robert Morey telah menyatakan kebenaran Nabi Muhammad Saw. dan al­Qur’an, bahkan dengan penjelasan tentang proses pewahyuannya. Satu proses pewahyuan al-Qur’an kepada Muhammad yang dijelaskan secara lebih gamblang dan bisa dinalar. Maka ketika disebut dalam hadits-hadits nabi tentang proses pewahyuan yang melalui Malaikat Jibril hal itu bukanlah hal yang mengada-ada. Para sahabat pun menurut riwayat hadits ada menyaksikan kedatangan Jibril. Namun demikian proses pewahyuan melalui pembacaan oleh Jibril lebih masuk akal ketimbang penjelasan Injil tentang pewahyuan Yesus :
“Maka Yahyapun menyaksikan serta herkata : ‘Aku sudah nampak Roh Allah turun dari langit, seperti seekor burung merpati, lalu hinggap di atasNya“. (Yahya 1: 32).
Jika dibaca melalui kaca mata Muslim, maka ….. di atasnya”, dengan memakai ‘n’ dengan huruf kecil. Itu berarti Allah mengutus Jibril datang kepada Yesus sehingga “seekor burung” sebagai suatu kiasan. Mungkin bahasa manusia abad I masehi memakai cara tersebut. Ayat ini secara tidak langsung menyatakan bahwa Roh (Qudus) adalah utusan, dan Yesus adalah nabi, di sini istilah wahyu baru ada.
Tapi kalau dibaca menurut kaca mata Kristen Trinitas, maka ayat tersebut sekedar bacaan tanpa makna. Cerita tiga tuhan sedang bersilaturrahmi. Bagaimana mungkin tuhan mewahyukan firman kepada tuhan. Yah begitulah Ajaran Nabi Isa telah dibajak oleh Paulus.
Proses pewahyuan al-Qur’an seperti di atas adalah salah satu tingkatan pewahyuan. Al-Qur’an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun, bukan diturunkan satu kitab secara langsung. Prosesnya pun berbeda-beda dari tingkat yang terendah hingga yang tertinggi yaitu pertemuan dengan Pencipta, seperti yang dialami Nabi Muhammad ketika Isra’ mi’raj dan mendapat perintah shalat, juga Nabi Musa yang disebut al-Qur’an sebagai Nabi yang kepadanya Allah berbicara.
Proses pewahyuan yang secara bertahap inilah yang dipahami salah oleh Dr. Robert Morey dan dijadikan alasan bahwa ada kontradiksi dalam masalah pewahyuan.14 Sebab umat Kristen secara umum tidak memiliki pandangan yang tepat masalah pewahyuan. Seperti pewahyuan Nabi Musa misalnya Selalu digambarkan satu buku turun dari langit, apalagi pewahyuan Nabi Isa As. jelas sulit mereka jelaskan karena Nabi Isa sendiri mereka lantik menjadi ‘tuhan’, karena itu mereka Sering menggunakan bahasa kiasan burung merpati yang mungkin sering kita lihat di gambar-gambar Yesus. Kalangan Kristen yang mengerti tentu saja enggan menjelaskan burung merpati tersebut, tapi yang tidak tahu ditelan mentah-mentah karena disajikan dengan gambar yang indah.
Mukjizat
Kita mengetahui dari al-Qur’an bagaimana para nabi terdahulu dalam penyebaran dakwahnya dibekali oleh hal-hal yang supranatural. Seperti perahu Nuh, Tongkat Nabi Musa, Menghidupkan orang mati dll. Tidak disangkal bahwa hal-hal seperti itu adalah adikudrati, sebagaimana diutarakan oleh Dr. Robert Morey dalam membanggakan nabi Isa.15 Umat muslim juga berpendapat sama bahwa itu adikudrati yang diberikan oleh Allah. Umat muslim juga ikut bangga bahkan cerita itu seringkali disampaikan pada anak-anak sejak masih kecil. Namun kemudian jika hal itu ditujukan untuk menyatakan bahwa ajaran Islam tidak valid karena mukjizat umat muslim yang berupa al-Qur’an kalah dibanding mukjizat nabi-nabi sebelumnya tentu saja tidak benar. PernyataanDr. Robert Morey ini mirip dengan cerita anak kecil yang mengunggulkan siapa dan apa saja yang disukai.
Secara jujur, mukjizat Yesus, hanya terjadi pada masa kenabiannya. Dan hal itu tidak bisa difungsikan pada masa sekarang. Namun al-Qur’an yang diturunkan 14 abad lalu masih ada dan masih menjalankan fungsinya. Anda bisa melihat bagaimana Islam masuk Eropa dan Amerika, apakah dengan menghidupkan orang mati? atau membelah laut dengan tongkat Musa? tentu saja tidak. Islam masuk Amerika dan Eropa karena ajaran al-Qur’an yang bersifat logis, setiap penyajiannya disertai dengan dalil-dalil, bahkan berisi isyarat Ilmu pengetahuan yang sedang menjadi symbol masa sekarang. Dan karena kebesaran al-Qur’an itulah buku Islamic Invasion ditulis, coba perhatikan judulnya : THE ISLAMIC INVASION Confronting the World’s Fastest Growing Religion. Tidakkah judul itu ditulis untuk membuktikan kehebatan al-Qur’an yang mampu menembus jantung Eropa dan Amerika hingga menjadikan agama Islam menjadi agama yang paling cepat perkembangannya?.
Justru seiring perkembangan pemikiran manusia, di mana manusia modern menginginkan sesuatu yang logis, maka hal-hal yang bersifat adikudrati dianggap hanya sebatas legenda yang diceritakan kepada anak-anak kecil ketika hendak tidur. ya..itulah manusia, selalu punya alasan untuk menolak. Masyarakat modern menghendaki bukti empiris yang logis, bukan hal yang tidak bisa dicerna akal. Otoritas gereja sekarang tidak akan bisa memaksa seorang ilmuan untuk mengimani TRINITAS dengan menceritakan mukjizat para nabi terdahulu. Begitu juga ciri penyampain logis dalam al-Qur’an, mungkin tidak akan efektif pada masa Musa dan Isa. Sebab pemikiran manusia pada 4000 tahun yang lalu jelas berbeda dengan sekarang. Berikut ini pengakuan dari Nazmi Luke seorang pendeta Mesir yang dinukil oleh Dr. Quraish Shihab dalam Mu’jizat al-Qur’an sebagai berikut :
“Tidak dapat disangka! bahwa menghidupkan orang mati, mengembalikan penglihatan orany buta, dan lain-lain merupakan hal-hal yang bernilai agung. Akan tetapi, itu sernua tidak akan berarti sarna sekali apabila ia dimaksudkan untuk membuktikan bahwa 2+2 = 9. Karena itu adalah wajar jika dipaparkan kepada rnanusia yang telah mencapai kedewasaannya bukti-bukti rasional dan logis”.16
Berikut ini akan kami ketengahkan bagaimana satu ayat al-Qur’an disertai satu hadits Nabi dapat merubah pandangan seorang Prof. Dr. Joe Leigh Simpson tentang agama. Dia adalah ketua Jurusan Ilmu Kebidanan dan Ginekologi serta Pakar molecular dan Genetika Manusia, Baylot College Medicine, Houston Amerika.
Itu terjadi pada pertemuan dan dialog yang diadakan dengan ilmuwan terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk menguji fakta ilmiah yang disebutkan di beberapa ayat al-Qur’an. Selain untuk menyorot fakta bahwa Agama Islam mendorong kemajuan Ilmu pengetahuan. Dialog tersebut diceritakan oleh Abdullah M. Rehaili sebagai berikut :
Ketika kami pertama kali bertemu dengannya, Prof. Simpson menuntut pembuktian al-Quran dan Sunnah. Akan tetapi, kami sanggup menghilangkan kecurigaannya. Kami menunjukkan kepadanya sebualt naskah garis besar perkembangan embrio. Kam; membuktikan kepadanya bahwa al-Quran menjelaskan kepada kita bahwa turunan atau hereditas dan sifat atau kromosom yang tersusun hanya bisa terjadi setelah perpaduan yang berhasil antara sperma dan ovum. Sebagaimana yang kita ketahui, kromosom-kromosom ini berisi semua sifat-sifat baru manusia yang akan menjadi mata, kulit, rambut dan lain-lain.
Oleh karena itu, beberapa sifat manusia yang tersusun itu ditemukan oleh kromosomnya. Kromosom­kromosom ini mulai terbentuk sebagai permulaan pada tingkatan nutfah dari perkembangan embrio. Dengan kata lain, ciri khas manusia baru terbentuk sejal: tingkatan nutfah yang paling awal. Allah Yang Maha agung dan Yang Maha Mulia berfiman di dalam Al­-Quran :
“Celakalah kiranya manusia itu ! Alarngkah ingkarnya (Kepada Tuhan). Dari apakah dia diciptakan ? Dari setetes air mani. (Tuhan) menciptakannya dan menentukan ukuran yang sepadan dengannya. ” (QS Abassa: 17-19)
Selama empat puluh hari pertama kehamilan, semua bagian dan organ tubuh telah sempurna atau lengkap, terbentuk secara berurutan. Nabi Muhammad SAW menjelaskan kepada kita di dalam hadistnya : “Setiap dari kamu, semua komponen penciptamu terkumpul dalam rahim ibumu selam empat puluh hari.”
Di dalam hadist lain, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Ketika setetes nutfah telah melewati 42 malam, Allah menyuruh seorang malaikat ke rahim perempuan, yang berkata : ‘Ya Tuhan! Ini laki-laki atau perempuan? Dan Tuhanrmu memutuskan apa yang Dia kehendaki. “
Profesor Simpson mempelajari dua hadist ini intensif, yang mencatat bahwa empat puluh hari pertama itu terdapat tingkatan yang dapat dibedakan secara jelas atau embriogenesis. Secara khusus, Dia dibuat kagum dengan penelitian yang mutlak dan keakuratan kedua hadist tersebut. Kemudian dalam salah satu konferensi yang dihadirinya, dia memberikan pendapat sebagai berikut :
“Dari kedua hadist yang telah tercatat dapat membuktikan kepada kita gambaran waktu secara spesifik perkembangan embrio sebelum 40 hari. Terlebih lagi, pendapat yang telah berulang-ulang dikemukakan pembicara yang lain pagi ini bahwa kedua hadist ini telah menghasilkan dasar pengetahuan ilmiah yang mana rekaman mereka sekarang ini didapatkan”.
Profesor Simpson mengatakan bahwa agama dapat menjadi petunjuk yang baik untuk pencarian ilmu pengetahuan. Ilmuwan Barat telah menolak hal ini. Seorang ilmuwan Amerika mengatakan bahwa agama Islam dapat mencapai sukses dalam hal ini. Dengan analogi jika Anda pergi ke suatu pabrik dan Anda berpedoman pada mengoperasilcan pabrik itu, kemudian Anda akan paham dengan mudah bermacam­macam pengoperasian yang berlangsung di pabrik itu. Jika Anda tidak memiliki pedoman ini, pasti tidak memiliki kesempatan untuk memahami secara baik versi proses tersebut.
Profesor Simpson berkata: “Saya pikir tidak ada pertentangan antara ilmu genetika dan agama, tetapi pada kenyataannya agama dapat menjadi petunjuk ilmu pengetahuan dengan tambahan wahyu ke beberapa pendekatan ilmiah yang tradisional. Ada kenyataan di dalam al-Quran yang ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan menjadi valid, yang mana al-Quran mendukung ilmu pengetahuan yang berasal dari Allah.”
Inilah kebenaran. Orang-orang Islam tentunya dapat memimpin dalam cara pencarian ilmu pengetahuan dan mereka dapat menyampaikan pengetahuan itu dalam status yang sesuai. Terlebih lagi orang Islam mengetahui bagaimana menggunakan pengetahuan itu sebagai bukti keberadaan Allah, Allah Yang Maha 
Kuasa dan Maha Mulia untuk menegaskan kerasulan Nabi Muhammad SAW.17
Ayat Al-Qur’an dan hadits tersebut disampaikan 14 abad yang lalu dimana bangsa Arab saat itu tidak memiliki ilmu pengetahuan modern. Mungkinkan seorang Muhammad yang disebut ummy (buta huruf) memiliki pengetahuan itu dari dirinya sendiri?. Tidakkah ini bukti kebenaran al-Qur’an? Ini hanya salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah yang bakal dipertontonkan dihadapan manusia, agar kembali kepada tauhid seperti yang dijanjikan oleh Allah Swt. dalam al-Qur’an sebagai berikut:
‘Akan Kami perlihatkan secepatnya kepada mereka kelak, bukti-bukti kebenaran Kami di segenap penjuru dunia ini dan pada diri mereka sendiri, sampai terang kepada mereka, bahwa al-Qur’an ini suatu kebenaran. Belumkah cukup bahwa Tuhan engkau itu menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Fushshilat: 53).
Tentang mukjizat Rasulullah yang lain akan kami bahas dalam bab Hadits.
NOTES
10. Ahmed Deedat, The Choise, Pustalca al-Kautsar, th. 1999, hal.20-26.
11. Ahmed Deedat menyertakan 8 bukti, tapi disini hanya kami sertalcan 4 saja.
12. Tambahan dari penulis.
13. Penulisan kitab ulangan berdasarkan dokumen yang disebut “Deuteronomy” yang berbahasa Ibrani
14. Dr. Robert Morey, The Islamic Invasion – confronting the World’s Fastest Growing Religion , Scolars Press, Las vegas, 1991, hal.175.
15. Robert Morey, ibid., hall52.
16. Nazmi Luke, Muhammad Ar-Rasul wa Ar-Risalah, dalam Dr. M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, Mizan, th. 2001. hal. 39.
17. Abdullah M. Rehaili, Bukti kebenaran al-Qur’an, Padma, 2003. hal. 31-34.
SYARI’AT ISLAMKalian tiada berarti sebelum

menjalankan Taurat dan Injil
TAK TERPISAHKAN
Sebagaimana yang telah kita singgung dalam pendahuluan, bahwa ibadah vertikal dan horizontal tidak dapat terpisahkan, seperti halnya ruh dan tubuh yang akan hidup jika bersatu. Itulah sebabnya ajaran para nabi tidak pernah terlepas dari pembersihan manusia secara jasadi dan ruhani, sebab pemisahan keduanya menjadikan tatanan sosial rusak, ibarat tubuh yang sudah mati ditinggal ruhnya.
Dari awal mulanya Islam merupakan suatu komunitas beragama dan juga suatu pemerintahan, maka wajar saja bila hal seperti ini masih dianggap sebagai kondisi ideal oleh umat Islam. Namun demikian, hal itu tidak berati bahwa orang tak dapat menjadi Muslim, kecuali di negara Islam. Selama berabad­abad, umat Islam adalah pedagang dan telah menjelajahi negara­negara non-Muslim bahkan singgah di sana; namun mereka toh tetap Muslim juga. Maka hal inilah yang mendasari umat Muslim yang.hidup dimana saja termasuk di Amerika, mengapa begitu sulit untuk mengubah dirinya menjadi penganut agama lain. Dalam hal ini Dr. Robert Moreymemandang bahwa segenap aspek kehidupan umat Muslim telah terdikte oleh Islam.44 Memang benar bila dikatakan:
“bagi umat Muslim tidak ada ruang “sekuler” yang memberi kebebasan bagi muslim diluar ikatan agama Islam. Bagi umat Muslim yang taat, Islam adalah kehidupannya.”
Privatisasi kesalehan beragama adalah langkah pertama menuju kemusnahannya. Modernitas Barat sebagai ideologi kemajuan menyajikan agama sebagai sebuah tempat terakhir yang membutuhkan sekularisasi. Yang dialami umat manusia sejak saat itu adalah tidak adanya teladan dalam sejarah manusia. Barat menjadi satu-satunya peradaban, hingga sekarang, yang mempercayai kemampuannya untuk berhasil tanpa hal yang berbau kerohaniahan, wahyu, terutama Tuhan, dengan berperilaku yang benar-benar materialistis, kendati banyak yang tidak mengakui ateisme secara terbuka.45
Dalam bukunya Dr. Robert Morey selalu menggambarkan bahwa
Agama Islam adalah bentuk dari imperialisme budaya di mana agama dan budaya Arab abad ke-7 ditingkatkan statusnya menjadi hukum ilahi.46
Dimana ekspresi politisnya, urusan keluarganya, hukum tata boganya, busananya, ritus agamanya, bahasanya dan lain-lain harus diterapkan di atas semua budaya lain yang ada di dunia.47 Hal tersebut dibandingkan dengan budaya Barat yang sekuler dengan memisahkan antara gereja dan negara, pada intinya organisasi keagamaan tidaklah diperlakukan sebagai penguasa yang ‘mengatur semua sendi-sendi kehidupan duniawi. Bahkan sebaliknya, terdapat banyak segi-segi kehidupan sekuler di mana agama tidak mempunyai wewenang sama sekali. Meskipun dia menganggap keliru imperialisme budaya, tetapi ia terus berpropaganda agar umat Muslim mengubah dirinya menjadi Penganut agama lain, dengan alasan superioritas budaya barat yang dilandaskan kekristenan.48
Fenomena ini sulit sekali untuk dinalar, bahkan terkesan menunjukkan arogansi yang sangat tinggi, dengan mengunggulkan konsep modernitas. Perjalanan sejarah Barat
Sebenarnya tidak membawa kepada “supra budaya” sebagaimana Yang dinyatakan oleh Dr. Robert Morey, melainkan menyebabkan tragedi kemanusiaan pada skala yang sangat besar: Proletarianisasi seluruh wilayah, buruh anak-anak, perbudakan, dan apartheid, dua perang dunia yang keji, penggunaan senjata kimia dan nuklir, dan penghancuran sistematis kaum petani dan Yahudi, Roma dan Sinti, homoseksual dan orang cacat mental, dengan menggunakan metode pemusnahan industri di bawah kekuasaan Nazi. Selain itu, ada terorisme negara Bolshevis, sauvinisme Fasis, dan masih ada “pembersihan etnis” di Eropa Timur: Kroasia, Bosnia, Serbia, dan Chechnya.49
Lebih jelasnya lagi mari kita simak pernyataan Dr. Houfman efek dari sekuleritas yang terjadi di Barat::
“Sementara itu, 47% dari seluruh orang Jerman menyatakan dirinya tidak beragama, 9% di antaranya adalah ateis yang sangat kukuh (18% di Jerman Timur). Pada saat yang sama, hanya 9% dari mereka yang beragama pergi kegereja secara rutin. Ini tidak mengejutkan, karena dewasa ini lebih banyak orang Jerman Protestan (32%) percaya dengan “kuasa tinggi” yang gaib ketimbang Tuhan personal Kristen seperti yang diajarkan oleh gereja mereka (31%). Sebagai akibatnya, mereka tanpa sadar lari dari Tuhan Semit yang berlandaskan wahyu, personal, dan transcendental, dan memuja -tanpa sadar juga- konsep Tuhan yang esa-panteistis dan filosofis seperti yang diprakarsai oleh para pemikir pra-Kristen di zaman Yunani kuno.
Eksodus massal dari gereja di seluruh dunia – gereja Katolik di Jerman kehilangan 124.000 anggota pada tahun 1977 saja – merupakan konsekwensi logis dari perkembangan ini. Kejadian ini tidak bergitu berhubungan dengan dampak dari “pajak gereja” Jerman yang tak seberapa atas sumber dana umat, dan lebih berhubungan dengan apa yang tengah berkecamuk dalam pikiran mereka. Sejak 1966, hanya 39 persen dari orang Jerman menjadi umat gereja Protestan, dan 33 persen Katolik. Ini berarti bahwa sebanyak seperempat dari seluruh orang Jerman harus diklasifikasikan sebagai tidak mempunyai afiliasi agama. Dalam sebuah artikel di edisi 15 Juni 1992, majalah mingguan Jerman Der Spiegel menyimpulkan bahwa Republik Federal Jerman telah berubah menjadi sebuah negara pagan yang bersisa Kristen. ……”
Fenomena diatas adalah wujud eliminasi ekspresi keagamaan secara luas dari kehidupan publik. Sehingga didapati seorang kanselir Jerman tidak mau lagi mengambil sumpah jabatan dengan Injil, ketika Tuhan tidak lagi disebutkan dalam pidato-pidato resmi Natal di Jerman, maka kita mempunyai bukti yang jelas, tidak saja tingkat dekristenisasi yang mengerikan, melainkan juga tingkat materialisme yang vulgar yang telah merasuk ke hati dan pikiran mayoritas orang Barat.
Kondisi masyarakat yang demikian pasti mempunyai dampak yang menghancurkan. Karena orang mulai hidup tanpa kendali dan mengikuti hawa nafsu mereka dengan bersibuk diri memenuhi kehidupan kecil mereka yang terbatas dengan kepuasan sensual sebanyak mungkin, sementara mereka semakin kehilangan pandangan tentang kebaikan bersama dan keluarga. Di Amerika, dari seluruh jumlah perkawinan, secara statistik dijelaskan bahwa tidak lebih dari 15% saja yang berkemungkinan akan berlangsung terus. Di beberapa bagian Skandinavia, lebih dari separuh anak-anak dilahirkan di luar ikatan perkawinan. Berjuta ibu yang kehilangan suaminya mau melepaskan keseluruhan satu generasi remaja ke masyarakat, sementara perkembangan emosional sang remaja mungkin telah terhambat oleh ketiadaan seorang ayah -sampai suatu batas di mana Perilaku dewasa mereka sebagai sosok manusia kelak mungkin menderita. Ibu yang mengasuh anak tanpa pasangan suami mungkin merupakan nasib yang tak dapat dielakkan. Di Jerman kira-kira 30% di antara perempuan-perempuan muda sekarang ini memilih tetap tidak mempunyai anak.50
Di Jazirah Arab pra-Islam, bayi perempuan dibunuh karena alasan ekonomi, sampai Al- Quran melarang kebiasaan yang mengerikan ini.51 Disini terlihat bahwa Dr. Robert Morey tidak mampu atau memang sengaja untuk tidak membedakan dan memilah-milah mana sejarah Pra Islam dan setelah Islam masuk dengan mengatakan
“Muhammad mengadobsi budaya Arab yang dikenal disekitarnya, beserta kebiasaan-kebiasaan sakral dan duniawinya, dan menjadikannya agama Islam.”52
Adat Jahiliyah Pra Islam ini sekarang justru diikuti di Barat dalam cara yang sistematis. Baru-baru ini, jutaan bayi perempuan dan laki-laki yang belum lahir dipilih menurut jenis kelamin, dengan bantuan alat ultrasuara, dan kemudian di aborsi. Di Berlin,di mana kebutuhan ekonomi tidak berperan penting, hanya setiap detik anak dilahirkan. Separuh dari jumlah kaum perempuan yang sudah bersuami melakukan aborsi, dan 37% dari perempuan yang melakukan aborsi tidak mempunyai anak.
Pandangan Barat tentang Islam.
Cara pandang orang barat sebagai mana yang terungkap dalam buku Dr. Morey terhadap perilaku umat Islam, hukum­hukum Islam dan peribadatan dalam Islam adalah reaksi spontan terhadap keadaaan umat Islam di negara-negara Islam tanpa memperhatikan apa sesungguhnya ajaran Islam itu sendiri secara menyeluruh melainkan -sepenggal-sepenggal sesuai dengan kebutuhan mereka dalam me maknai Islam. Sebagaimana telah kita bahas beberapa penyebabnya -yang juga membuat kita tidak heran dengan adanya pandangan negatif barat kepada Islam itu – namun juga tidak dapat disembunyikan bahwa pandangan Barat tersebut seringkali disebabkan oleh salah paham, atau malah oleh rasa permusuhan. Apalagi dengan adanya tulisan Samuel Huntington yang mengemukakan tentang kemunglcinan terjadinya perbenturan budaya (clash of civilizations) dengan Islam sebagai pola budaya yang paling potensial “membentur budaya modern Barat, maka rasa permusuhan yang laten kepada Islam itu semakin memperoleh bahan pembenaran.
Untunglah bahwa di kalangan orang Barat sendiri selalu tampil orang-orang yang jujur dan sadar. Dalam kejujuran dan kesadaran itu mereka tampil -sungguh menarik- sebagai pembela-pembela Islam yang tangguh. Kerapkali mereka juga sangat gemas dengan pandangan penuh nafsu namun salah dan Zalim dari kalangan orang Barat tentang Islam dan kaum Muslim. Contohnya ialah Robert Hughes, seorang yang lama bekerja sebagai kritikus seni majalah Time. Karena pandangan dan komentarnya dengan baik sekali mewakili dan mencoba bersikap adil dan benar, maka ada baiknya penulis terkenal ini kita kutip sebuah pernyataannya secara panjang lebar. Dalam sebuah bukunya yang berjudul Culture of Complaint- sebuah bestseller koran New York Times- Hughes mengatakan pandangan hidup aneka budaya (multicultural) demikian:53
“Maka jika pandangan aneka budaya ialah belajar melihat tembus batas-batas, saya sangat setuju. Orang Amerika sungguh punya masalah dalam memahami dunia lain. Mereka tidaklah satu-satunya -kebanyakan sesuatu memang terasa asing bagi kebanyakan orang­tetapi melihat aneka ragam asal kebangsaan yang diwakili dalam masyarakat mereka (Amerika) yang luas, sikap tidak pedulinya dan mudahnya merima stereotip masih dapat membuat orang asing heran, bahkan (berkenaan dengan diri saya) sesudah tinggal di A.S. duapuluh tahun. Misalnya: Jika orang Amerika putih masih punya kesulitan memandang orang hitam, bagaimana dengan orang Arab? Sama dengan setiap orang, saya menonton Perang Teluk di televisi, membaca beritanya di Koran dan melihat bagaimana perang itu membuat klimaks buruk kepada kebiasaan yang sudah lama tertanam pada orang Amerika, berupa ketidak pedulian yang penuh permusuhan kepada dunia Arab, dahulu dan sekarang. Jarang didapat petunjuk dari media, apalagi dari kaum politisi, bahwa kenyataan tentang budaya Islam (baik dahulu maupun kini) bukanlah tidak lain dari sejarah kefanatikan. Sebaliknya, orang pintar bergantian maju untuk meyakinkan umum bahwa orang Arab pada dasarnya adalah sekumpulan kaum maniak agama yang berubah­-ubah, pengambil sandra, penghuni semak berduri danpadang pasir yang sepanjang zaman menghalangi mereka untuk kenal dengan negeri-negeri yang lebih beradab. Fundamentalisme Islam di zaman modern memenuhi layar telebisi dengan mulut-mulut yang berteriak dan tangan-tangan melambaikan senjata; tentang Islam masa lalu -apalagi sikap ingkar orang Arab sekarang terhadap senofobia dan militerisme fundamentalis­sangat sedikit terdengar. Seolah-olah orang Amerika selalu dicekoki dengan versi pandangan Islam yang dianut Ferdinand dan Isabella pada abad 15, yang dibesar-besarkan dan disesuaikan dengan zaman. Inti pesannya ialah bahwa orang Arab adalah tidak hanya tidak berbudaya, tetapi tidak dapat dibuat berbudaya. Dalam caranya yang jahat, pandangan itu melambangkan suatu kemenangan bagi para mulla dan saddam Husein -di mata orang Amerika, apa saja di dunia arab yang tidak cocok dengan kejahatan dan maniak eskatologis ditutup rapat, sehingga mereka (orang Amerika) tetap menjadi pemilik penuh bidang (segala kebaikan) itu.
Tetapi memperlakukan budaya dan sejarah Islam sebagai tidak lebih daripada mukadimah kefanatikan sekaran gini tidak membawa faedah apa-apa. Itu sama dengan memandang katedral Gotik dalam kerangka orang Kristen zaman modern seperti Jimmy Swaggart atau Pat Robertson (dua penginjil televisi yang amat terkenal namun kemudian jatuh tidak terhormat karena skandal-skandal -NM). Menurut sejarah, Islam sang Perusak adalah dongeng. Tanpa para sarjana Arab, matematika kita tidak akan ada dan hanya sebagian kecil warisan ilmiah Yunani akan sampai ke kita. Roma abad tengah adalah kampung tumpukan sampah dibanding dengan Baghdad abad tengah. Tanpa invasi Arab ke Spanyol selatan atau al Andalus pada abad 8, yang merupakan ekspansi terjauh ke barat dari imperium Islam yang diperintah dinasti Abasiah dari Baghdad (Sic., yang benar ialah Spanyol Islam berdiri di bawah dinasti Umawiah, tanpa pernah menjadi bagian wilayah dinasti Abasiah di Baghdad-NM), kebudayaan Eropa selatan akan sangat jauh lebih miskin. Andalusia Spanyol-Arab, antara abad 12-15, adalah peradaban “multicultural” yang brilian, dibangun atas puing-puing (dan mencakup motif-motif yang hampir punah) dari koloni Romawi kuna, menyatukan bentuk-bentuk Barat dengan Timur Tengah, megah dalam ciptaan iramanya dan toleransinya yang pandai menyesuaikan diri. Atsitektur mana yang dapat mengungguli Alhambra di Granada, atau Masjid Agung Kordoba? Mestizaje es grandeza: perbauran adalah keagamaan.
Itulah mawas diri dan kritik seorang intelektual Amerika tentang masyarakatnya sendiri, suatu masyarakatyang mengidap perasaan benci kepada Islam (khususnya Arab) yang tak pernah terpuaskan. Pandangan umum yang tidak senang dengan Islam itu, seperti dikatakan dalam kutipan diatas, sudah diidap orang Barat sejak berabad-abad yang lalu, kemudian seolah-olah diperkuat oleh kejadian-kejadian mutakhir yang menyangkut Islam dan umat Islam.
Mari kita lihat bagaimana Dr. Robert Morey menunjukkan kebenciaanya pada umat Islam seperti pernyataannya berikut ini:
“Orang Barat mengalami kesulitan memahami Islam karena mereka tidak mengerti bahwa Islam merupakan suafu bentuk dari imperalisme budaya di mana agama dan budaya Arab abad ke – 7 ditingkafkan statusnya menjadi hukum Ilahi”.
Kesimpulan yang impulsive yang mereka buat tentang segi­segi negatif masyarakat Islam karena melihat kejadian-kejadian itu barangkali memang dapat dipahami. Tetapi orang Barat, termasuk kebanyakan kaum cendikiawan mereka, apalagi politisi mereka, melupakan dua sejarah dari dua masyarakat masa lalu yang sangat kontras: mereka lupa akan sejarah mereka sendiri yang kejam, bengis dan tidak beradab, sampai dengan saatnya mereka berkenalan dengan peradaban Islam; kemudian mereka lupa, atau semata-mata tidak tahu, sejarah Islam yang membawa rahmat bagi semua bangsa, membuka ilmu pengetahuan untuk semua masyarakat, dan membangun peradaban yang benar­benar kosmopolit. Sampai-sampai para sarjana Yahudi (yang di masa lalu terkenal sengit kepada Islam dan Kristen itu), seperti Schweitzer, Halkin, dan Dimont, memuji masyarakat Islam klasik sebagai paling baik memperlakukan para penganut agama lain, termasuk kaum Yahudi, yang sampai sekarang pun belum tertandingi.
NOTES
44. Murad W Hofman, Bangkitnya Agama, op. cit., hal 26.
45. Robert Morey, op. cit., hal 21
46. Robert Morey, Ibid., ha125
47. Robert Morey, Ibid., hal 24
48. Murad W Hofman, Bangkitnya Agama, terj. Abdullah Ali, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2003, hal 23.
49. Murad W Hofman, Ibid., ha130-32
50. Q.S. Yunus 10:51; an Nahl 16:59; al Isra’ 17:31. 51. Robert Morey, op. cit. hal 25
52. Lihat Nurkholis Majid, Islam Agama peradaban- Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, Penerbit Paramadina, Jakarta, 2000, hal 236-237.
53. Robert Morey, Op. cit., hal 21
SYARI’AT ISLAMKalian tiada berarti sebelum

menjalankan Taurat dan Injil
IBADAH VERTIKAL
Dalam masalah ibadah vertikal (ibadah mahdlah), pokok-pokok ajaran yang dihujat adalah masalah shalat, puasa dan haji. Ketiganya merupakan bagian dari 5 rukun Islam. Dan ketiga rukun ini dianggap sebagai hasil adopsi dari ritual penyembah berhala7. Oleh sebab itu bahasan akan kami cukupkan pada ketiga macam ibadah ini.
Shalat
Selain dianggap sebagai hasil adopsi ritual penyembah berhala, shalat yang menghadap kiblat dianggap sebagai ketundukan kepada saudi Arabia?. Tuduhan ini memang agak berlebihan, apalagi bahwa bentuk Ibadah Yesus dan Musa juga memiliki gerakan yang sama, seperti yang telah kita singgung dan akan kita bahas lebih lanjut. Sedang masalah kiblat maka akan lebih jelas dalam bahasan tentang Haji, walaupun dalam bahasan ini juga kami singgung.
Shalat ialah suatu bentuk komunikasi antara makhluq dan Penciptanya. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan shalat bukanlah sekedar ruku’ dan sujud saja, membaca ayat-ayat al­-Quran atau mengucapkan takbir dan ta’zim demi kebesaran Allah tanpa mengisi jiwa dan hati sanubari dengan iman, dengan kekudusan dan keagungan-Nya. Tetapi yang dimaksudkan dengan shalat atau sembahyang ialah arti yang terkandung di dalam takbir, dalam pembacaan, dalam ruku’, sujud serta segala keagungan, kekudusan dan iman itu. Maka beribadat secara demikian kepada Allah ialah suatu ibadat yang ikhlas.
“Kebaikan itu bukanlah karena kamu menghadapkan muka ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu ialah orang yang sudah beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian, rnalaikat-malaikat, Kitab, dan para Nabi serta mengeluarkan harta yang dicintainya itu untuk kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang terlantar dalam perjalan, orang-orang yang meminta, untuk melepaskan perbudakan mengerjakan sembahyang dan mengeluarkan zakat, kemudian orang-orang yang suka memenuhi janji bila berjanji, orang-arang yang tabah hati dalam rnenghadapi penderitaan dan kesulitan dan di waktu perang. Mereka itulah orarng-orang yang benar dan rnereka itu orang-orang yang dapat memelihara diri. 8
Orang mukmin yang benar-benar beriman ialah yang menghadapkan kalbunya kepada Allah ketika ia sedang sembahyang, disaksikan oleh rasa takwa kepada-Nya, serta mencari pertolongan Allah dalam menunaikan kewajiban hidupnya. la mencari petunjuk, memohonkan taufikAllah dalam memahami rahasia dan hukum alam ini. Orang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah tengah ia sembahyang akan merasakannya sendiri, selalu akan merasa, dirinya adalah sesuatu yang kecil berhadapan dengan kebesaran Allah Yang Maha Agung.
Dalam kita menghadapkan seluruh kalbu kita dengan Penuh ikhlas kepada Kebesaran Allah Yang Mahasuci, kita mengharapkan pertolongan kepada-Nya untuk memberikan kekuatan atas kelemahan diri kita ini, memberi petunjuk dalam mencari kebenaran – alangkah wajarnya bila kita dapat melihat Persamaan semua manusia dalam kelemahannya itu, yang dalam berhadapan dengan Allah tak dapat ia memperkuat diri dengan harta dan kekayaan, selain dengan imannya yang teguh dan tunduk hanya kepada Allah, berbuat kebaikan dan menjaga diri. Persamaan ini dilambangkan dengan satu kesatuan kiblat ke Baitullah, sebagai rumah Allah yang pertama kali di bangun. Persamaan di hadapan Allah ini menuju kepada persaudaraan yang sebenarnya, sebab semua orang dapat merasakan bahwa mereka sebenarnya bersaudara dalam beribadat kepada Allah dan hanya kepada-Nya mereka beribadat. Persaudaraan demikian ini didasarkan kepada saling penghargaan yang sehat, renungan serta pandangan yang bebas seperti dianjurkan oleh al-Quran. Adakah kebebasan, persaudaraan dan persamaan yang lebih besar daripada umat ini di hadapan Allah, semua menundukkan kepalanya kepada­Nya, bertakbir, ruku’ dan bersujud. Tiada perbedaan antara satu dengan yang lain – semua mengharapkan pengampunan, bertobat, mengharapkan pertolongan. Tak ada perantara antara mereka itu dengan Allah kecuali amalnya yang saleh (perbuatan baik) serta perbuatan baik yang dapat dilakukannya dan menjaga diri dari kejahatan. Persaudaraan yang demikian dapat membersihkan hati dari segala noda materi dan menjamin kebahagiaan manusia, juga akan mengantarkan mereka dalam memahami hukum Allah dalam kosmos ini, sesuai dengan petunjuk dalam cahaya Allah yang telah diberikan kepada mereka.
Dari dasar pijakan umat Islam dalam melakukan shalat di atas, maka pemindahan kiblat dari Yerussalem ke Mekkah bisa kita maknai sebagai sejarah pelembagaan peribadatan agama monoteisme, yang mana Islam secara ritual menjadi terlepas dari monoteisme sebelumnya.
Pada prinsipnya, satu sistem peribadatan sama baiknya dengan yang lain; ke mana saja seseorang menghadapkan wajahnya, seperti ayat di atas, di sana ada Allah. Sebuah sistem peribadatan dilembagakan hanya untuk memenuhi tuntutan­tuntutan manusia; yang penting adalah, seperti yang ditekankan Al Quran, adalah penerimaan seseorang pada Penciptanya, bukan pada penyembahan apapun yang lebih kecil.
Bila Dr. Robert Morey memaknai tindakan sujud menyembah dalam sembahyang sehari lima kali Menghadap arah Mekkah Arabia hanyalah suatu tanda ujud pemaksaan cultural, adalah terlalu naif. Dalam bibel sendiri disebutkan bahwa peribadatan Yesus dan Musa ternyata sama dengan yang dilaksanakan oleh umat Islam, yaitu ada berdiri, ruku’, sujud yang jika dirangkai maka menjadi “shalat”. Hal mana yang tidak dilakukan oleh umat Kristiani sekarang. 

 

Dalam Taurat kitab ulangan disebutkan :
Segera Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah (Keluaran 34:8).
Dalam Injil disebutkan :
Jika kamu berdiri untuk berdo’a,……(Markus 11:25); ,……. lalu ia berlutut dan berdo’a (Lukas 22: 41); la maju sedikit,lalu sujud ke tanah dan berdo’a…. (Markus 14:35).
Jika kita memakai bahasa Arab -yang tentunya lebih dekat kepada bahasa Aramaik-, maka kata: berdiri, berlutut, sujud, serta berdo’a; akan menjadi qiyam, ruku’, sujud, dan shalat. Dalam Arabic/Englis Bible yang diterbitkan oleh International Bible Society tahun 1999, kalimat berlutut dan berdoa tertulis wa raka’a yushalli.Raka’a beram ruku’ dan yushalli adalah shalat sebagaimana yang dipakai oleh kaum Muslim dalam mengungkapkan hal tentang peribadatan mereka.
Orang mungkin bertanya-tanya mengapa gerakan shalat yang diajarkan oleh para nabi ternyata sama? Banyak yang mencari hikmah dibalik gerakan shalat, namun alasan kenapa kita melakukan bukanlah karena hikmah tersebut, tapi yang pasti karena adanya perintah Allah untuk melakukan shalat dengan gerakan semacam itu. Namun demikian mencari hikmah dibalik bentuk gerakan shalat diharapkan dapat menambah keikhlasan kita dalam melakukan shalat.
Kami mencoba melihat dari sisi perlambang dari setiap gerakan pokok, yaitu : berdiri, ruku’ dan sujud. Ketika seseorang dalam keadaan berdiri maka otak yang merupakan lambang akal dan logika berada di atas, sedangkan hati sebagai lambang kalbu berada di tengah. Pada saat ruku’ maka otak dan hati berada pada posisiyang sama, melambangkan kesetaraan posisi akal dan kalbu. Dan ketika sedang sujud maka akal berada di bawah, sedang hati berada di atas.
Perlambang di atas, menggambarkan keadaan manusia dalam mencari Tuhannya. Saat awal pencarian maka akal adalah yang pertama kali dipergunakan, Nabi Ibrahim sendiri memulai dengan melihat bintang-bintang. Namun akal yang sering kali tertipu perlu dikuatkan dengan kalbu, seperti nasehat Rasulullah kepada Wabishah :
Wahai Wabishah, tanyakanlah kepada kalbumu dan nafsmu (akalmu) -tiga kali-, kebaikan itu jika akal merasa tenang (ketika melakukan perbuatan-pen), dan kejelekan jika akal merasa bergolak sedang (kalbu) rnerasa ragu di dalam dada, walaupun seseorang atau semua manusia menasehatirnu. (HR. Ahmad).
Keseimbangan antara kalbu dan akal akan mengantarkan manusia lebih mendekat kepada Penciptanya.Dan ketika sudah mendekat maka yang mampu menerima hanyalah kalbu, sedang akal dan indera materi manusia tidak mampu mengidera wujud Yang Maha Kuasa. Tidakkah kita lihat akal hanya mampu melihat perwujudan Allah melalui ciptaanNya, dan selalu terpeleset ketika mencoba menerobos hakekatNya, hingga ada manusia yang menyebutnya beroknum tiga, seperti dewa-dewa purbakala yang selalu `bertiga’. Itulah sebabnya maka tahap terakhir adalah sujud, ketika akal diletakkan sejajar dengan organ paling bawah ketika berdiri yaitu kaki. Sebagaimana nasehat Rasulullah:
Dari Abi Hurairah: bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sedekat-dekatnya seorang hamba dari Tuhannya ketika dia sedang sujud, maka perbanyaklah do’a”. (HR. Muslim).
Jika dalam al-Qur’an disebutkan atsar as-sujud (bekas sujud), maka kemungkinannya adalah perbuatan baik dari seorang yang mendekat kepada Allah. Agak naif jika sebagian orientalis menerjemahkan kalimat tersebut sebagai kulit yang menghitam dijidat karena kebanyakan sujud. Kalau hanya dengan kulit jidat yang menghitam seseorang dianggap dekat kepada Allah, maka ibadah lain akan ditinggalkan orang, mereka cukup mencari tembok yang kuat.
Puasa
Selain shalat, puasa juga mendapatkan porsinya untul: dihujat oleh Dr. Robert Morey dengan menyebutkan bahwa shalat dan puasa paruh hari adalah ritual-ritual para penyembah berhala9. Dan sebagaimana shalat maka puasa sebenarnya diajarkan para nabi-nabi bangsa Israel, sebagaimana ajaran Musa dan Isa berikut ini:
Dalam Taurat kitab Imamat disebutkan :
Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selamanya bagi kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa ….(Imamat 16:29).
Dalam Injil disebutkan:
‘Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang murtafik….. ” (Matius 6:16-18).
Mereka (para nabi) juga melakukan uzlah (menyepi) dengan berpuasa sebelum akhirnya mendapatkan wahyu; nabi Musa melakukan uzlah di Sinai selama 40 hari dengan berpuasa,10 nabi Isa melakukannya di padang gurun juga dengan berpuasa 40 hari11, dan Rasulullah pun melakukan hal yang sama di gua Hira’ 12 dengan jumlah puasa yang sama 40 hari. Uzlah banyak dilakukan oleh para salik (pencari Tuhan) hingga hari ini.
Puasa yang dilakulan oleh Yesus, sebagaimana tertulis dalam injil Matius 4:2, tidak makan dan minum siang dan malam ‘Sehari penuh-, sementara yang diajarkan oleh Rasulullah adalah paruh hari. Perbedaan semacam ini adalah naif jika kemudian diartikan oleh Dr. Robert Morey bahwa Rasulullah mengadopsiritual pagan. Sebab seperti yang dinyatakan Allah dalam al­-Qur’an, bahwa masing-masing umat diberi syariat serta jalan
sendiri-sendiri13. Maka pertanyaan yang paling logis adalah; sejauh mana masing-masing umat dapat menjalankan syariat itu dengan benar, tanpa mengurangi apalagi mencampurkan kebatilan di dalamnya.
Hikmah puasa amatlah banyak, dalam kehidupan kita sehari-hari kita dapat merasakan bagaimana suasana puasa Ramadlan -misalnya di Indonesia-, kehidupan tentram lebih terasa karena mayoritas muslim yang berpuasa berusaha menahan hawa nafsunya, termasuk dalam dunia politik yang sering memanas akhir-akhir ini.
Ibadah Haji Ke Mekah
Jika seorang Dr. Robert Morey, dan mungkin negaranya­ Amerika Serikat- mengatakan :
“Walaupun sangat berat dan membutuhkan biaya besar seorang Muslim diwajibkan untuk men unaikan ibadah haji ke Mekah, Arab Saudi, paling sedikitsekali selama hidupnya.
Bayangkan jika ada agama Rusia yang memerintahkan pengikutnya diseluruh dunia untuk menunaikan ibadah penyembahan di Lapangan Merah, Moskow, paling sedikit sekali selama hidupnya, atau agama Amerika yang memerintahkan pengikutnya untuk menunaikan perjalanan ibadah ke Tugu Peringatan Washington, Amerika Serikat”14
Pernyataan yang bertujuan “mengalihkan” kiblat semacam ini, sebenarnya bukanlah hal yang aneh bagi kalangan Kristen, apalagi oleh negara yang merasa berkuasa. Hal ini sering dilakukan oleh penguasa, yang ingin menjadi kiblat bagi dunia.Pada masa awalnya, Kristen diboyong dari Jerussalem menuju Romawi timur (Bizantium), kemudian beralih ke Eropa. Peralihan ke Eropa bahkan disertai dengan memboyong sebisa murigkin simbol kesucian agama ini. Karen Armstrong, menggambarkan hal ini dengan cukup jelas seperti berikut:
…Tapi sifat lokal dari kesucian tersebut amatlah problematis bagi orang Eropa karena semua tempat ibadah tersuci jelas berada di Timur, tempat Yesus pernah hidup dan mati. Inilah sebabnya mengapa berbagai legenda dikembangkan untuk memelihara kepercayaan bahwa setelah kematiaanya, banyak sahabat Yesusyang datang ke Eropa dan dimakamkan di sana. St. Petrus sungguh diyakini telah datang ke Eropa, walaupun tidak ada satu pun bukti yang mendukung kepercayaan ini…… Yang terpenting St. James, yang disebut sebagai saudara Tuhan, dipercaya telah datang ke Spanyol dan dimakamkan di Compostela. Ada juga legenda kuno yang menyebutkan bahwa James adalah saudara kembar Yesus, sehingga jelas bahwa memiliki tubuh James menjadi hal terbaik kedua setelah memiliki tibuh Yesus sendiri. 15
Untuk memboyong apa yang sudah diambil Eropa mungkin Amerika merasa risih, sementara masih ada tempat suci lain yang tidak pernah berhasil diboyong oleh bangsa manapun yaitu Ka’bah di Mekah. Kristen Najran pernah mencobanya sebelum kelahiran nabi Muhammad, clan gagal16. Begitu juga umat sebelum dan sesudahnya, kini Amerika ingin memindahkan kiblat Muslim ke Washington DC?. Setelah berusaha memaksa negara-negara muslim berkiblat ke Amerika dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya, kini bidang spiritual pun diobok-obok?. Dan seperti jawaban Abdul Mutholib kepada Abrahah yang ingin merusak Ka’bah dan memindahkan haji ke Najran: “Saya adalah pemilik onta, sedang rumah itu (Ka’bah) ada Pemiliknya yang akan menjaganya”17.
Sebenarnya ibadah haji ini adalah ajaran agama samawi Yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim, yang merupakan ibadah wajib bagi umat Islam yang telah mampu menjalankan baik fisik maupun materi. Umat Islam yang menunaikan ibadah Haji ke Bait Allah, -yang didirikan oleh Ibrahim dan Isma’il- bisa saling berkenalan, dan saling mempererat tali persaudaraan, segala perbedaan dan diskriminasi yang bagaimanapun di kalangan umatIslam itu harus hilang. Mereka harus merasa, bahwa dihadapan Allah mereka itu sama, tidak perduli presiden atau para peminta disekitar masjid al-Haram.
Ibadah ini tidak lepas dari perintah Allah, sebagaiman firman Allah :
“Sesungguhnya rumah (untuk ibadah) yang mula-mula dibangun bagi manusia ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. “
Didalamnya terdapat tanda-tanda yang nyata (yaitu) tempat berdirinya (maqam) Ibrahim ; dan barangsiapa masuk ke dalamnya amanlah dia ; mengerjakan ibadah haji adalah wajib bagi manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sudah dapat mengadakan perjalanan kesana.18
Sebelum Nabi Muhammad diutus membawakan risalah Islam, ibadah haji ini telah dirusak oleh orang-orang kafir atau orang jahiliyah di Mekah, akibat penyimpangan mereka yang terlalu jauh dari syariat yang dibawakan Nabi Ibrahim AS. Tetapi setelah masa kerasulan Nabi Muhammad SAW maka ibadah haji ditegakkan kembali.
Nabi Muhammad pada tahun 632, sebelum beliau wafat telah memantapkan bentuk-bentuk haji yang dipertahankan dalam Islam. Haji telah menempati posisi yang penting dalam peribadatan Islam, karena mencakup semua peribadatan yang ada dalam Islam -Seperti shalat, puasa, dan zakat -, baik itu secara ruhani maupun fisik. Setelah masa ini, peribadatan dalam haji terfokus secara lebih tajam. la bersifat intertribal tidak lagi karena ia menghimpun berbagai berhala dari semua suku, tetapi karena sistem peribadatannya mengatasi suku apapun – bahkan suku Quraisy sendiri. Umat Islam mencium Hajar Aswad (Batu Hitam) di sudut Ka’bah yang tidak lagi sebagai penjelmaan beberapa dewa, tetapi sebagai tindak simbolis kesetiaan pada Allah, yang telah mengutus Nabi Ibrahim dan juga Nabi Muhammad untuk membimbing umat manusia. Sahabat Umar bin Khattab mengatakan:
Dari ibn ‘Umar, bahwa Umar ra. mencium hajar aswad kernudian berkata: “Saya tahu bahwa kamu adalah batu, kalau bukan karena aku melihat Rasulullah saw. meneiummu maka aku tidak akan menciummu. (HR. Imam Ahmad).
Umat Kristiani juga mempunyai tempat suci yaitu di Yerussalem, yang setiap tahunnya banyak di ziarahi oleh umat Kristiani dari berbagai negara. Perang salib yang dihembuskan oleh Eropa tidak lain karena masalah ziarah ke tempat suci Yerussalem. Dr. Robert Morey mungkin tidak tahu akan peribadatannya sendiri atau juga sudah bosan untuk berkiblat ke Yerussalem sehingga ingin mengganti kiblat umat Kristiani ke Washington DC, clan beribadah di tugu peringatan Washington, Amerika Serikat, sebab bagaimanapun juga Yerussalem berada di tanah Arab. Entah fobia apa yang dialami oleh Dr. Robert Morey terhadap Arab sehingga berulangkali dia menyudutkan Arab, tanpa alasan yang berdasar.
Peribadatan ini, ternyata telah dinubuwat-kan melalui apa yang disampaikan oleh Nabi Daud. Sebab pada dasarnya seluruh nabi berasal dari Yang Satu, yaitu Allah, maka tidak heran jika mereka diberi pengetahuan tentang masa yang akan datang, apalagi menyangkut risalah yang diperuntukkan bagi umat manusia.
  1. Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur banl Korah.
  2. Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam !
  3. Jiwaku hancurkarena merlndukan pelataran pelataran Tuhan ; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allal yang hidup.
  4. Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya Tuhan semesta alam, ya Rajaku dan Allahku !
  5. Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu yang terus-menerus memuji-muji Engkau. –
  6. Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah !
  7. Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan pada awalmusim menyelubunginya dengan berkat.
  8. Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion.
  9. Ya Tuhan, Allah semesta alam, dengarkanlah doaku, pasanglah telinga ya Allah Yakub. –
  10. Lihatlah perisai kami, ya Allah, pandanglah wajah orang yang Kau urapi !
  11. Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu daripada seribu hari di tempat lain; lebih baik kami berdiri di ambang pintu rumah Allahku daripada diam di kemah­kemah orang fasik.
  12. Sebab, Tuhan Allah adalah matahari dan perisai, kasih dan kemuliaan ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak tercela.
  13. Ya Tuhan semesta alam, berbahagialah manusia yang percaya kepada-Mu!” 19
Nubuat di atas jelas menerangkan Bait Allah yang ada di Makkah (Masjidil Haram), dengan sedikit menyinggung Bait Allah yang ada di Yerussalem, Palestina, seperti keterangan berikut :
Ayat 1-3; menerangkan bahwa rumah Tuhan (Bait Allah) itu selalu dirindukan setiap orang untuk menziarahinya.
Ayat 4; mengisyaratkan masing-masing utusan Allah mendapatkan tempat bagi umatnya. Burung pipit mengisyaratkan adanya seorang nabi termuda dalam kerajaan Allah yaitu nabi Muhammad, sedang burung layang-layang adalah para nabi bani Israel yang telah lebih dahulu mendapat tempat di Bait al-Maqdis Yerussalem. Tentang nabi termuda ini kami bahas dalam kajian tentang sosok nabi Muhammad.
Ayat 5-6; menerangkan keutamaan orang yang berada di dalam bait Allah dan mereka yang berkeinginan untuk ziarah ke tempat tersebut. Rasulullah Muhammad menyabdakan bahwa ziarah yang disunnahkan adalah ke tiga tempat: masjid al-Haram, masjid Nabawi, dan masjid al-Quds (di Yerussalem). 20
Ayat 7; tidak lagi isyarat, tapi menunjuk nama lain Makkah yaitu Bakka, dengan ciri khasnya sumur zam-zam yang tidak pernah kering hingga saat ini.
Ayat 8,9,10; mengisyaratkan adanya ibadah yang dilakukan sambil berjalan, seperti sa’i dan tawaf serta perjalanan ke masyairal-muqaddasah (wilayah-wilayah suci) hingga sampai ke masy’ar21 yang kita sebut ‘Arafah, untuk ibadah pamungkas dalam ritual haji yaitu wukuf. Kata masya’ir di sini -menurut hemat kami- sangat identik dengan kata Sion atau Zion. Baik Yahudi maupun Kristen menggunakan kata Sion sebagai simbol untuk Jerussalem, yang pada tempat lain kata Sion merujuk pada suatu bukit terletak di barat daya Jerussalem. 22
Ayat 11; mengisyaratkan keunggulan shalat di bait Allah yang nilainya 1000 kali lebih baik dibanding tempat lain. Sebagaimana sabda Rasulullah : “Shalat di masjidku (masjid Madinah) seribu kali lebih baik dari lainnya kecuali masjid al-Haram ” 23Hadits-hadits yang menyebut angka tentang keunggulan shalat di tiga tempat-al-Haram, an-Nabawi, al-Aqsha-, menggunakan bahasa hiperbol untuk menunjukkan keutamaan tempat tersebut. Ayat ini juga menunjukkan keutamaan tempat di depan pintu bait Allah (Ka’bah), yang kita kenal dengan sebutan multazam.
Ayat 1 hingga 6, mengupas bait Allah secara umum – yang ada di Makkah dan Yerussalem-, sedang selebihnya lebih terfokus kepada bait Allah yang ada di Makkah. Dalam beberapa edisi Bible, beberapa kata dari mazmur ini sering kali disamarkan, khususnya kata Bakka. Dalam Bible edisi Internasional dalam bahasa Arab, menerjemahkan Bakka, dengan bukaa ‘ (tangisan), sementara yang dalam bahasa Inggris tetap memakai Bacca. Dalam Bible edisi Indonesia, tempatan Gedeon (1976), menerjemahkan Bakka dengan “pokok kertau”. Sedang Alkitab edisi milenium (2000) tetap menuliskan “Bakka”.
Bait Allah atau rumah Allah, bukanlah rumah seperti layaknya rumah manusia maka diartikan tempat tinggal bagi Allah, tapi lebih merupakan kiblat bagi umat manusia untuk menuju pada SATU tempat, yang dipunyai oleh yang Maha SATU. Lantas bagaimana dengan Yerussalem dan Madinah?, menurut hemat kami, keduanya adalah tempat suci yang dianugerahkan kepada umat masing-masing pembawa risalah dari dua umat, yaitu bangsa Israel dan bangsa Arab. Dalam Mazmur di atas, nabi Daud menyebut “rumah” bagi burung pipit, sedang bagi burung layang-layang mendapat “sarang”, Rasulullah menyebut masjid Madinah, sebagai “masjidku”, walaupun semua masjid adalah rumah Allah namun penyebutan Rasulullah “masjidku” menunjukkan kekhususan masjid Madinah sebagai anugerah kepada Nabi Muhammad clan umatnya, seperti Yerussalem yang menjadi tempat suci umat para nabi dari bangsa Israel.
Sedikit menyinggung iri hati Dr. Robert Morey yang menganggap ibadah haji sebagai pemaksaan kultur Arab untuk mendapatkan keuntungan materi24; perlu kita sadari bahwa Arab Saudi menjadi negara Petro Dolar baru beberapa abad belakangan, padahal ibadah haji telah dilaksanakan sejak 1400 tahun yang lalu, bahkan sebelum itu. Negara ini kaya karena minyak yang melimpah di negara ini, bukan sekedar karena haji, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa haji membawa berkah tersendiri bagi Arab Saudi. Jadi bila dikatakan oleh Dr. Robert Morey bahwa karena alasan ekonomi lah Islam mengadobsi praktek Haji, ini sangat tidak berdasar.
NOTES
7. Quran, 2:177
8. Robert Morey, Op. cit., hal 183.
9. Ulangan 9:9.
10. Matius 4:2.
11. Gua kecil di bukit dekat Makkah.
12. Al-Maidah 48.
13. Robert Morey, Op. cit., hal 30.
14. Karen Armstrong, Perang Suci (Holy War), terjemah Hikmat Darmawan, Serambi, Cetakan I, 2003, hal. 108-109.
15. Abrahah membangun Gereja yang sangat megah, untuk mengalihkan haji orang-orang Arab -sebelum Islam-. Lihat : Ibnu Hisyam, Ash-Shirah an-nabawiyyah, Daar al-Manar, Kairo, 1990, vol. I, hal. 49.
16. Ibnu Hisyam, Ibid, I/56.
17. Q.S. Ali Imraan, 3 :96-97
18. Mazmur 84: 1-13
19. Lihat: Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, vol. 2, ha1.71.
20. Masy’ar, kata bahasa Arab dalam bentuk kata tempat atau menunjuk tempat, dari akar kata sy`a-ra yang memiliki makna ritual (syi’ar). Maka masy’ar adalah tempat ritual, atau tempat suci. Hal ini dikuatkan dengan penambahan al-Muqaddasah yang memang berarti suci.
21. The World University Encyclopedia, vol. 12, hal. 5690.
22. Ibid
23. Robert Morey, Op. cit., hal 31.
24. Robert Morey, Ibid., hal 28
SYARI’AT ISLAMKalian tiada berarti sebelum

menjalankan Taurat dan Injil
DUNIAWI DAN ROHANI
Pada dasarnya manusia memiliki perjanjian dengan penciptanya di alam praeksistensi -seperti yang telah kita bahas dalam bab tauhid-, setelah dilahirkan penjagaan fitrah manusia tersebut kadang terdistorsi oleh lingkungan yang membuatnya lupa akan Penciptanya. Oleh sebab itu Rasul pembawa risalah memiliki kewajiban untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Kewajiban pertama adalah mengajarkan tauhid, dan kedua yaitu memperbaiki keadaan umat agar tidak lalai; dalam hubungan vertikal antara manusia dan Penciptanya diajarkan dalam bentuk ibadah vertikal (ibadah mahdlah), dan perbaikan secara horizontal antar manusia secara individu maupun kelompok melalui ibadah horizontal (mu’amalah bi husnil khuluq) .
Ibadah vertikal
Kesaksian manusia pada masa praeksistensi, tetap dituntut pada masa eksistensi, yaitu pentauhidan Allah, yang dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah syahadah (kesaksian). Syahadah adalah modal awal bagi manusia untuk bisa mengenal Penciptanya, untuk kemudian diperkuat dengan Ibadah vertikal atau horizontal. Allah tidak membutuhkan ibadah manusia, justru sebaliknya manusia sangat membutuhkan ibadah, sebagai sarana untuk bertemu dengan penciptanya, dalam batas-batas tertentu sesuai kemampuan masing-masing individu. Sebab syahadah (kesaksian) harus dibuktikan dengan tindakan yang menunjukkan ketaatan dan kepasrahan terhadap sang Khaliq, dan bukti ketaatan itulah yang menjadikan manusia sedapat mungkin mendekat kepada Penciptanya. Lain dari pada itu, ibadah merupakan sarana peningkatan energi sepiritual, yang dengannya seseorang dapat membuka mata hatinya. Mata hatilah yang mampu membawa manusia untuk bertemu dengan Pencipta, sebagaimana yang dialami para nabi dan orang-orang saleh yang dikehendaki oleh Allah Swt. Rasulullah dalam haditsnya mengajarkan agar kita menyembah Allah seakan kita melihatNya, namun jika kita tidak mampu melihatNya maka sebenarnya Dia melihat kita.1
Dalam ibadah vertikal, bentuk peribadatan yang diajarkan oleh Allah kepada para nabi dan rasulnya sebenarnya tidak jauh berbeda; dalam ajaran Nabi Musa dan Nabi Isa dikenal ada shalat (arti shalat menurut etimologi adalah berdo’a) dan puasa, seperti yang akan kita bahas nanti.
Kesamaan bentuk ibadah dikalangan nabi-nabi seperri Musa, Isa dan Muhammad bukanlah suatu kebetulan atau sekedar tradisi Semit, namun lebih merupakan kesatuan risalah ilahi yang dibawa oleh para nabi pada setiap masa hingga masa nabi Muhammad. Jika dikemudian hari cara peribadatan itu ada yang berubah atau malah hilang, maka yang perlu dipertanyakan adalah umat itu sendiri, sebab para nabi telah menyampaikan risalah yang dibawanya.
Ibadah Horizontal.
Dalam hubungan antar manusia, para nabi mengajarkan pentingnya moral, individu dan kelompok. Secara individu mereka mengajarkan agar manusia bersikap mengasihi dan berbuat adil terhadap diri sendiri clan orang lain. Nabi Musa yang menerima 10 perintah Allah, selain masalah tauhid yang merupakan pokok pertama, juga menyebutkan ajaran-ajarau sosial. Dalam Injil, tentang perintah utama -setelah yang pertama, masalah pengesaan Allah-, disebutkan: :
“Perintah yang kedua ialah : Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Markus 12: 31).
Dan Rasulullah mengajarkan :
Dari Abdullah bin Amru: Rasulullah Saw. bersabda: “Orang yang mengasihi akan dikasihi oleh yang Maha Pengasih. Kasihilah siapapun yang di atas bumi, maka engkau akan dikasihi yang ada dilangit…. ” (HR. Tirmidzi).2
Mengasihi diri sendiri dengan tetap memperhatikan tubuh kasar untuk mendapatkan hak-haknya, berbuat adil terhadap diri sendiri dengan menuntut diri agar melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab yang dipikulnya. Mengasihi orang lain dengan segala perbuatan yang mendatangkan manfaat, berbuat adil kepada orang lain dengan tidak melanggar hak-hak orang lain. Ajaran untuk peduli sesama dalam Islam di wakili dalam salah satu rukunnya yaitu zakat, setelah sebelumnya dilatih untuk menumbuhkan empati melalui puasa -menahan lapar dan haus seperti yang dialami mereka para fakir miskin-. Mengeluarkan harta benda untuk diberikan pada mereka yang berhak dan tentunya tanpa keinginan mendapat ganti dari manusia, merupakan simbol utama dari kepedulian terhadap sesama, sebab kecintaan manusia terhadap harta kadang melebihi kecintaan terhadap seseorang yang dekat sekalipun. Apalagi masyarakat modern yang sering menganggap segala sesuatu berdasarkan nilai uang, mengeluarkan harta seringkali dengan harapan imbalan, minimal promosi.
Selain ajaran untuk mengasihi sesama, prinsip keadilan luga ditekankan agar tidak ada individu yang terdzalimi oleh individu lain.
Dalam Taurat disebutkan :
Maka jangan kamu sayang akan dia, melainkan jiwa akan ganti jiwa, dan mata akan ganti mata, dan gigi akan ganti gigi, dan tangan akanganti tangan, dan kaki akanganti kaki adanya. (Ulangan 19:21)3
Dalam Injil, nabi Isa menyebutkan seperti hukum Taurat
Kamu sudah mendengar perkataan demikian: Mata ganti mata, dan gigi ganti gigi; (Matius S: 38).
Hal ini ditegaskan lagi oleh al-Qur’an: 

 

Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At­ Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan ( hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah 45).
Ayat Qishas dalam ketiga kitab samawi ini mencerminkan prinsip keadilan yang paling mendasar; pelanggaran atas hak orang lain yang jika ringan maka diganjar ringan tapi jika berat maka harus diganjar berat. Jika terbalik maka ketidak-adilan akan merebak, mereka yang berkuasa akan sewenang-wenang dan hukum dapat dibeli, palu kedzaliman bisa diketok di meja pengadilan dengan senyum manis, ketidak percayaan masyarakat terhadap aparat hukum menjadikan mereka bisa lebih kejam dari yang dibayangkan -akibat mencuri seseorang bisa dibakar-, yang tersisa hanya hukum rimba. Jika itu yang terjadi, maka fitrah manusia menjadi tumpul, hingga mengeras melebihi batu, dan agama hanya dijadikan ritual tahunan saja untuk menjaga gengsi clan populeritas, bagaimana mungkin dapat mencapai kedekatan dengan Penciptanya?
Keduanya tak terpisahkan
Moralitas individu dan sosial, selain demi kenyamanan hidup manusia, merupakan sarana pembersihan jiwa agar fitra manusia tidak terkikis oleh hiruk-pikuk keduniaan, seperti halny ibadah vertikal. Maka tidak heran jika Rasulullah mengajarkan bahwa memotong kuku termasuk fitrah4, dan memungut pak dan sejenisnya dari jalanan adalah sebagian dari iman, seper dalam hadits berikut ini:
Dari Abu Hurairah mengatakan, bersabda Rasulullah Saw.: “Iman itu ada tujuh puluh lebih atau enam puluh lebih macamnya, yang paling baik adalah mengatakan tiada ilah selain Allah, dan yang terendah adalah rnernungut adza (hal­hal yang rnembahayakan pejalan) dari jalan; dan malu adalah bagian dari pada iman”.(HR. Muslim) 5
Penyebutan angka tujuh puluh dan enam puluh lebil adalah gaya bahasa hiperbol yang sering dipakai oleh bahasa Arab (Semit) untuk menyatakan banyaknya sesuatu. Dari hadit di atas kita mendapat gambaran bahwa keimanan kepada Allah dijabarkan dalam ibadah vertikal seperti syahadat, serta ibadal horizontal dengan menyempurnakan moral seperti memungut paku (dan sejenisnya) dari jalanan. Seperti halnya shalat dan puasa, maka berbuat baik pada diri sendiri clan orang lain adalal untuk menjaga fitrah manusia. Dan fitrah adalah universal merupakan anugrah Allah kepada makhluqnya, hanya saja manusia kadang tertutup fitrahnya oleh hawa nafsunya sendiri tidakkah kita melihat, jika ada seseorang tertimpa musibah – misalnya- kita akan merasa iba dan ingin menolong, namui perasaan itu bisa terkubur ketika nafsu mengatakan bahwa dia adalah “orang lain” dan mungkin berubah 180% menjadi sikap nyukurin ketika hawa nafsu mengatakan ia adalah “musuh” Maka dari itu perang terhadap hawa nafsu yang dihembuskan oleh Setan menjadi jihad terbesar dalam ajaran Islam.
Hal yang sama telah disampaikan oleh Nabi Isa dalan nasehatnya kepada murid-muridnya, ia mengatakan :
“Berjaga jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam percobaan; roh memang berniat baik, tetapi tabiat manusia lemah.” (Markus l4: 38).
Roh manusia menurut al-Qur’an dibekali dengan fitrah ilahiah6 maka cenderung lurus, namun tabiat manusia seringkali kalah menahan godaan setan, hingga hawa nafsu menguasi dirinya dan fitrahnya menjadi redup. Itulah sebabnya baik Nabi Muhammad maupun para nabi sebelumnya, mengajarkan disiplin diri dalamritual peribadatan seperti shalat dan puasa, juga budi pekerti dan menjaga diri dari perbuatan tercela yang dapat mengotori fitrahnya.
Dari seluruh ibadah vertikal dan horizontal, pemungkasnya adalah mengunjungi bait Allah, dalam ajaran Islam disebut haji, yang dilakukan di Makkah dalam waktu
tertentu. Pembahasan tentang masing-masing ibadah di atas akan kami lengkapi pada bahasan tersendiri.
Apa yang diajarkan oleh para nabi dan rasul serta kitab­kitab yang diturunkan kepada masing-masing rasul, pada hakekatnya sama, hanya saja umatnya yang menyikapi berbeda.
Oleh sebab itu maka Allah memperingatkan agar hukum yang pernah diturunkan kepada masing-masing umat untuk dijaga dan ditegakkan. Dalam Al-Qur’an Allah menegur mereka yang telah diberi kitab:
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran­ajaran Taurat, Injil dan al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”. Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.
Teguran Allah melalui nabi terakhirnya bukanlah tanpa alasan, kita saat ini dapat melihat apakah shalat, dan puasa dijalankan di dua agama samawi sebelum Islam? Kalaupun sebagian mereka menjalankan -khususnya puasa-, namun tata cara yang ada di dalam bibel hanya bersifat global, seperti wudlu’ misalnya, dalam perjanjian lama hanya disebutkan membasuh tangan dan kaki sebelum memulai peribadatan, demikian juga dengan shalat dan puasa; semuanya bersifat global tidak tidak ada rinciannya.
Apalagi pada masa sekarang, ketika panggung agama Yahudi dan Kristen beralih ke Amerika dan Eropa, sisi ibadah vertikal yang begitu sakral sudah berubah, apalagi ibadah horizontal. Pesan-pesan agama tentang aturan hidup sudah dianggap kuno, maka ajaran kitab suci kadang terpaksa diganti (lihat bahasan tentang kitab suci). Kemegahan duniawi yang dicapai oleh kiblat kedua agama di atas tidak disertai dengan kemajuan spiritual, yang membuat masyarakat keduanya menjadi kering dan bimbang, tanpa tujuan hidup yang berarti, maka tidak mengherankan jika tolak ukur keberhasilan adalah materi. Kekeringan ruhani yang menjurus kepada kehidupan tanpa aturan, akan lebih terlihat dalam jawaban atas hujatan buku Islamic Invasion pada kajian berikut :
NOTES
1. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Daar al-Fikr-Beirut, 1994, Vol. I, hal, 23.
2. Menurut Abu Isa hadits ini hasan-shahih. Jami’ at Tirmidzi, Imam Tirmidzi, kitab al-birri wa ash-shilah, bab maa jaa’a fi rahmat an-naas.
3. Lihat juga: Keluaran 21: 23-25, Imamat 24: 19-21.
4. Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. bersabda: “Fitrah itu ada lima (atau lima macam dari fitrah): Khitan, bercukur, memotong kuku, mencabut (bulu) ketiak, dan memotong kumis”. Diriwayatkan oleh
Imam Muslim dalam Shahih Muslim, Daar al-Fikr, Beirut, 1992, vol. l, hal. 135.
5. Al Bukhari, Op. cit., I/42.
6. Robert Morey, Robert Morey, The Islamic Invasion – confronting the World’s Fastest Growing Relegion, Scholars Press, Las Vegas, 1991′ ha1183.
ALLAHJangan berkata tentang Allah

Kecuali yang Haq…
ALLAH, TUHANKU DAN TUHANMU
Setelah menyatakan bahwa umat Muslim menyembah dewa bulan, Dr. Robert Morey berusaha memisahkan antara komunitas Islam dan Kristen dengan pernyataan bahwa Tuhan yang disembah oleh umat Islam tidaklah sama dengan Tuhan yang disembah oleh umat Kristiani. Selain alasan dewa bulan beberapa alasan lain di antaranya:
  •  Pandangan Bible tidak sama dengan pandangan Al-Qur’an. Dan untuk memutuskannya -seperti kata Dr. Robert Morey­ harus ada kajian secara adil dari kedua belah pihak terhadap teks kedua kitab suci dan dokumen lain yang berkenaan dengan hal tersebut.
  • Kata Allah tidak ada dalam Bible.
  • Perbandingan antara pandangan kedua kitab terhadap Allah. Seperti masalah-masalah :
1. Sifat Tuhan,
2. apakah Tuhan dapat dikenal,
3. apakah berbentuk pribadi,
4. apakah berbentuk Roh,
5. apakah diimani dengan doktrin unitas atau trinitas,
6. apakah Tuhan terbatas,
7. apakah Terpercaya,
8.tentang kasih Tuhan,
9. keaktifan dalam sejarah,
10. tentang juru selamat.
Kajian terhadap dua Kitab Suci.
Seperti yang kami sebutkan tadi, dalam upaya membandingkan antara Tuhan umat Muslim dan Kristen,Dr. Robert Morey menghendaki adanya pengkajian atas kedua buah kitab suci secara adil oleh kedua belah pihak sehingga bisa di dapatkan hasil yang memuaskan. Keinginan Dr. Robert Morey ini, jika tertulis sejak awal penulisannya pada tahun 1946 dengan judul Islam Unveiled yang kemudian pada tahun 1992 diperbaharui dengan judul The Islamic Invasion, maka sebetulnya keinginan tersebut sudah terwujud. Sebanyak 75 sarjana Bibel dari perguruan tinggi terkemuka di Amerika dan Eropa telah berupaya -seperti yang diinginkan Dr. Robert Morey­ untuk meneliti Bibel selama 6 tahun. Dan hasilnya, sebanyak 82 % dari ayat-ayat Bibel adalah bukan perkataan Yesus, sedang sisanya yang 18% dianggap asli. Hal yang sama telah dilakukan oleh kalangan Muslim sejak berabad-abad yang lalu, dalam upaya pembersihan ajaran yang teracuni cerita-cerita Israihyat dari Yahudi dan Kristen.
Sesuai ketentuan Dr. Robert Morey, mestinya dalam pembaruan tulisannya pada tahun 1992 -apalagi yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia baru-baru ini-, kajian tentang pandangan Bible terhadap Tuhan harusnya didasarkan pada hasil kajian para sarjana Bibel yang telah berupaya selama 6 th. Namun sayang upaya mereka ditinggal begitu saja, malah sebagian otoritas gereja menolak hasil kajian mereka.
Kata “ALLAH” dalam Bible
Untuk memperkuat hujatan tentang dewa bulan Dr. Robert Morey berusaha menafikan pemakain kata “Allah” dikalangan Kristen khususnya dalam Bible, dengan mengatakan
“Padahal Alkitab sudah selesai ditulis jauh-jauh hari sebelum Muhammad lahir, jadi bagaimana mungkin Alkitab berbicara tentang Allah dari Muhammad. Dalam kenyataannya, sebutan nama Allahpun tidak pernah keluar dari bibir para pen ulis Alkitab. Sampai jaman Muhammad, Allah adalah nama salah satu dari dewa-dewa berhala, namo Allah dikenal secara khusus sebagai nama dewa bulan yang menjadi sesembahan orang Arab pada jaman itu. 5
Pernyataan Dr. Robert Morey di atas mungkin agak janggal jika dilihat dalam konteks umat Kristen Indonesia yang sejak dulu memakai kata “Allah” bahkan dalam Injil berbahasa Indonesia, juga dalam buku-buku yang mereka tulis. Bible yang ditempatkan oleh Gedeon tahun 1976, memakai kata “Allah” seperti yang kita kutip sebelumnya tentang hukum yang terutama yaitu:
“…hai Israel, adapun Allah Tuhan kita, Ialah Tuhan yang Esa. “ (Markus; 12: 29). Bible edisi milenium yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (th. 2000), terbitan tahun 1958 malah menggunakan kata “Hua” (kata ganti orang ketiga dalam bahasa Arab) juga memakai kata Allah dalam Ulangan 6:4:Sesungguhnya Hua Allah kita, Hua itu Esa adanya “. 
 Jika Bible edisi Arab yang juga memakai kata “Allah” dikatakan oleh Dr. Robert Morey ditulis abad 9 dan kata tersebut terpaksa dipakai karena takut ancaman penguasa muslim, bagaimana dengan yang di Indonesia? Kalau dikatakan karena kondisi yang sama, bagaimana dengan umat Hindu clan Budha yang tidak pernah memakai kata “Allah” hingga saat ini, toh mereka tenang ­tenang saja tidak takut mendapat ancaman dari mayoritas muslim Indonesia. Alasan “takut ancaman”, hanyalah rekaan Yang tidak berdasar sebab masyarakat Kristen Arab pada masa kejayaan Islam mendapat perlindungan yang bahkan beberapa dari mereka menjadi wazir (menteri) pada masa daulah Abasiyah. Di Indonesia sendiri tidak pernah ada upaya pemurtadan oleh umat Muslim terhadap umat Kristen, apalagi ancaman dan pemaksaan agar memakai kata “Allah”, yang terjadi justru sebaliknya agama Kristen dipaksakan oleh penjajah dan pemurtadan umat Islam dilanjutkan oleh otoritas Kristen hingga saat ini, dengan berbagai macam cara.
Dengan mengatakan bahwa dewa bulan yang dipanggil dengan nama `Allah” adalah sesembahan umat Muslim -seperti kutipan di atas-, sebenarnya Dr. Robert Morey telah menyakiti umat Kristiani. Sebab salah satu alasan dari hujatannya adalah bahwa bahasa Semit sebelum Islam (termasuk Ibrani dan Aram bukan hanya Arab) adalah tempat penyebaran penyembahan dewa bulan atau dewi yang bernama “allah” -alasan yang tidak berdasar-. Bila seseorang menyatakan bahwa ia menemukan bukti bahwa dewa bulan yang bernama “allah” di Palestina, Siria, atau Libanon, pernyataan ini juga menunjuk dewa yang dihormati oleh umat Kristen sendiri. Toh kata “Tuhan” yang pertama muncul di Bibel, pada Kitab Kejadian 1:1, menyatakan:
B’reshit bara ELOHIM et ha-shama’im, V’et ha-arets.
In the beginning, God created the heavens and the earth.
Ketika umat Kristen mengatakan bahwa kata “Elohim” adalah bahasa Ibrani asli, akan mengakui bahwa bahwa kata kuno untuk Tuhan mempunyai cerita yang hilang kepada kita. Bagaimanapun bila seseorang menemukan kata eloh (alef­lamed-heh) di beberapa prasasti yang tertulis dalam Ibrani-Paleo, Aram, atau tulisan pendek dari Nabatean, akan terbaca dalam beberapa cara tanpa tanda baca bagi para pembaca. Huruf campuran ini (yang bisa dibaca alah) adalah akar dari kata “to swear (bersumpah)” atau “to take an oath (untuk mengambil sumpah),” sebagaimana kata “to deify” atau “to worship” (menyembah), seperti berikut ini:
Akar kata itu sendiri adalah ash dengan akar kata yang lama, el, yang berarti God (Tuhan), dewa, kemampuan, kekuatan, dll.
Satu dari dasar kata Ibrani untuk Tuhan, (eloh), dapat dengan mudah dibaca alah tanpa tanda baca. Tidak mengejutkan bahwa kata Arab untuk Tuhan adalah allah. Kata ini, adalah tulisan standar atau tulisan Estrangela, yang dieja alap-lamad-heh (ALH), yang mana berhubungan langsung dengan kata Ibrani eloh. Bahasa Aramaic berhubungan dekat dengan akar kata lama untuk Tuhan, eel.6
Kata Arab untuk Tuhan, adalah Allah, ini dibaca dengan cara yang sama, dan berhubungan secara terpisah dengan sebagian besar kata umum untuk dewa,  (ilah). Sangat penting untuk dicatat bahwa tatabahasa yang jelas dan hubungan etimologi antara kata penghormatan untuk Tuhan dalam hal ini berhubungan sangat dekat di dalam bahasa Semit (contoh, Allah, Alah dan Eloh berhubungan dengan Ilah, Eel, dan El, untuk penghormatan). Jadi, dapat disimpulkan bahwa, jika satu kesatuan bahasa tiga agama tauhid ingin menyatakan bahwa Allah/alah adalah nama dari suku dewa bulan, dan penyembahan dewa tersebut adalah praktek pagan, maka harusnya umat Kristen membuang Bibel di tempat sampah karena dewa ini juga ada dalam teks Bibel. Mereka juga harus mengingkari Yesus karena memanggil dewa ini pada saat di tiang Salib.
Dicantumkan bahwa Ezra dan Nabi Daniel memanggil Tuhan mereka dengan “Elah”. Hal ini lebih dari cukup untuk menolak anggapan yang salah dari umat Kristen -Dr. Robe, Morey-, bahwa Allah adalah dewa bulan. Jika Allah adalah dewa bulan, maka apa yang telah disembah oleh Ezra dan Nabi Daniel?
Eloh, Elohim, dan Yahweh.
Ketika umat Islam menentang Missionaris Kristen dengan bukti etimologi bahwa kata Allah adalah benar-benar berhubungan dengan kata Elohim, para misionaris kemudian menunjuk bahwa (yahweh) adalah “nama sakral” untuk Tuhan yang mereka sembah dan bahwa sejak itu umat Islam tidak menela’ah tentang “nama sakral” Tuhan, karena itulah – menurut mereka- umat Islam salah dalam memanggil nama Tuhan. Ini bukanlah argumentasi yang baru dari missionaris. Ketika Nabi Muhammad di Madinah, umat Yahudi Madinah melemparkan tuduhan yang sama, dengan mengatakan bahwa umat Islam tidak merujuk kepada Tuhan dengan hanya menyebut Dia sebagai ‘Allah”. Karena itulah kemudian turun ayat al-Quran untuk menepis tuduhan tersebut
 
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mernpunyal al-asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) … “(al-Isra’, 17:110).
Berdasarkan pengamatan kita juga mempunyai catatan tentang tuduhan bahwa :
  1. Yang pertama dari semuanya, yang paling pertama di Kitab Kejadian 1 :1 adalah “Elohim”, bukan “Yahweh”. Kata (YHWH) mulai muncul pada Kitab Kejadia sejak saat itu selalu memakai kata “Elohim”.
  2. Menurut James Strong pada The New Storng’s Exhausive Concordance of the Bible, kata Yahweh adalah “Nama nasional Tuhan umat Yahudi”7. Pendek kata, bahwa nama ini -katanya- hanyalah umat Yahudi yang memakai. Kita bandingkan pada rujukan yang sama, untuk kata Elohim adalah ” .. . khusus dipakai untuk Tuhan yang maha tinggi”.8
  3. Point yang terakhir adalah berdasarkan kepercayaan umat Kristiani sendiri, nama Yahwe hanya dipakai untuk kontek kitab perjanjian lama, dan tidak untuk umat Kristiani yang hanya percaya pada kitab perjanjian baru.
Pada sisi yang lain, kalau kita merujuk pada Markus 15:34 dimana Yesus dikatakan menangis dalam bahasa Aramaic:
ELOI, ELOI, LAMA SABACHTHANI?
Yang artinya :
Ya TuhanKu, Ya Tuhan Ku, Apakah sebabnya Engkau Meninggalkan Aku ?
Kalaulah pengakuan bahwa Yahweh adalah panggilan yang benar dari nama Tuhan, kenapa pada saat Yesus memanggil :
ELOI, ELOI, LAMA SABACHTHANI?
Yesus tidak menangis dan memanggil
YAHWEH, YAHWEH, LAMA SABACHTHANI ? ”
Hal ini menunjukkan, pengakuan bahwa Yahweh adalah nama yang paling benar” untuk Tuhan adalah tidak berdasar. Yesus merujuk kepada Tuhan sebagai “ELOI” atau “ELI” (berdasarkan Matius 27:46). Jika benar tuduhan Dr. Robert Morey maka kita harus percaya bahwa Yesus mengabaikan “nama Yang benar” untuk Tuhan ketika dia memanggil-Nya sebagai “ELI” -Yang mana akar katanya berhubungan dengan akar kata bahasa Arab ALLAH- untuk Yahweh, dan umatKristen yang setuju dengan Dr. Robert Morey telah “mengabaikan” tentang apa nama Yang benar” untuk Tuhan!.
Kata-kata yang diakui oleh Dr. Robert More berdasarkan Peranjian lama adalah Yahweh dan Elohim. Mungkin dia termasuk yang menerima hukum Taurat, walaupun sebagian lain umat Kristen tidak mengakui hukum Taurat berdasarkan ajaran Paulus. Namun demikian dua kata di atas sebenarnya bukan kata yang asing dalam tradisi Islam. Kata Yahweh yang berbahasa Ibrani masih dekat dengan bahasa Arab “Yaa Huwa” di mana tradisi sufi sering menggunakan kata ganti orang ketiga untuk menyebut Allah, mereka bahkan hanya menyebut “Huwa”atau “Hu” dalam dzikir mereka. Kata yang kedua “Elohim” -yang juga berbahasa Ibrani- sama seperti sebelumnya dekat dengan bahasa Arab “Allahumma” yang sering dipakai umat Muslim dalam do’a. do’a mereka.
Kedekatan pemakaian kata-kata ini, setidaknya menunjukkan kesinambungan ajaran Tauhid yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim melalui dua putranya Isma’il dan Ishaq. Penyebutan Yahweh dan Elohim oleh bangsa Yahudi keturunan Ishaq; dikarenakan mereka berbicara dengan bahasa Ibrani yang ketika sampai pada masa Nabi Isa mereka mulai memakai bahasa Aramaik. Adapun keturunan Nabi Ismail yang memang tinggal di Jazirah Arab tentu saja memakai bahasa Arab dan menyebut Elohim dengan Allahumma, Eloh/Eloi dengan Allah. Perubahan kata/nama ketika dipakai bahasa lain adalah hal yang seringkali terjadi, kata ‘alim menjadi “ngalim” ketika disebut orang jawa, nama Muhammad menjadi Mamado jika orang Afrika yang menyebut. Hal ini sangat mungkin terjadi akibat perbedaan logat dan dialek. Adapun “God’ atau “Lord” tentu saja bukan dikarenakan logat tapi penerjemahan, sebagai mana orang Indonesia menyebut “Tuhan” untuk yang mereka sembah. Dalam kontek bahasa Semit kata yang paling jauh justru “God” atau “Lord”, karena memakai bahasa Engris-Eropa sementara pentas pewahyuan Taurat dan Injil berada di wilayah Palestina-Arab Secara bahasa, Taurat (Ibrani) dan Injil (Ibrani-Aramaik) adalah serumpun dengan bahasa Arab. Bahasa Arab tentu saja lebih dekat kepada saudara serumpunnya jika dibandingkan dengan bahasa Yunani atau Romawi dan bahasa-bahasa Eropa.
Tuhan dapat dikenal
Bahasan-bahasan berikut ini adalah jawaban atas upaya- upaya pembandingan Tuhan menurut Kristen dan Allah menurut Islam, serta masalah keimanan kedua umat.
Menurut Dr. Robert Morey, “Tuhan dapat dikenal. Yesus Kristus datang kedunia ini agar kita boleh mengenal Tuhan (Yohanes 17:3). Namun dalam Islam Allah tidak dapat dikenal. Allah begitu tinggi dan mulia, sehingga tidak ada seorangpun yang pernah secara pribadi mengenalNya”.9
Yohanes 17: 3 yang dimaksud oleh Dr. Robert Morey berbunyi seperti berikut: “Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.10 Berdasarkan ayat ini maka berarti umat Kristen mengenal Tuhannya melalui seorang utusan yaitu Yesus. “Melalui utusan” seharusnya diartikan “melalui apa yang diajarkan” oleh seorang utusan, bukan mengenal sang utusan sebagai Tuhan.
Mengenal Tuhan dengan pandangan sebagai pribadi, lebih mendekati pikiran primitif yang pernah dikenal oleh masyarakat Mesir Kuno -salah satunya-. Kepercayaan terhadap Re (dewa matahari), yang sebetulnya adalah matahari itu sendiri, bertahan dari dinasti ke II (± 3000 SM) raja-raja Mesir Kuno hingga dinasti Khofo (1400 SM). Hal ini dikuatkan dengan ditemukannya tulisan di makam salah satu raja dinasti II, yang menyebut dewa matahari dengan sebutan “Nabire”11. Pada abad 14 SM, raja­raja mesir mulai mengembangkan pandangan pantheisme demi melanggengkan kekuasaannya. Kepercayaan masyarakat Mesir kuno yang sebelumnya tertuju kepada Matahari akhirnya beralih kepada Raja-raja itu sendiri sebagai perwujudan dewa Re di muka bumi.
Dr. Robert Morey yang mengenal Tuhannya dalam pandangan wujud seorang manusia, seharusnya menyadari bahwa wujud manusia yang berbentuk materi -ketika masa kehidupan Yesus- sekarang sudah tidak ada lagi. Tapi Allah yang tidak pernah akan mati masih ada dan bisa dikenali. Pandangan untuk mengenal Tuhan dalam perwujudan seorang manusia adalah pandangan primitif ketika manusia tidak mampu menalar keberadaan Tuhan yang tidak bisa diindera, hal ini menjadi pandangan umum umat manusia pada masa sebelum Islam, apalagi pada masa Fir’aun yang menuhankan dirinya. Tapi pada masa modern seperti saat ini pandangan wujud Tuhan dalam bentuk manusia adalah aneh, terhadap seorang pemimpin negara saja penghormatannya tidak seperti dulu yang seakan menyembah. Manusia modern lebih bisa menalar bahwa manusia sangatlah terbatas, maka tidak mungkin menjadi Tuhan. Pandangan perwujudan Tuhan dalam bentuk pribadi manusia hanyalah sekedar ‘kepercayaan’ yang sangat susah dihilangkan karena tertanam sejak kanak-kanak, tapi secara logika amat sulit untuk dijelaskan, maka tidak mengherankan jika penjelasannya seringkali menggunakan analogi.
Selain pandangan bahwa tuhan dalam wujud pribadi, ada pandangan lain -seperti yang diungkapkan oleh Dr. Robert Morey-, yaitu pandangan bahwa tuhan itu berwujud roh. Pandangan ini pada dasarnya hanya untuk memasukkan roh kudus ke dalam jajaran trinitas. Sebab jika pandangan itu terlepas dari kepentingan tersebut, maka akan lebih parah lagi, sebab kepercayaan kepada roh sebagai yang dipertuhankan adalah pandangan yang paling primitif dalam sejarah kepercayaan umat manusia. Paham inilah yang memunculkan paham totemisme, yaitu kepercayaan terhadap roh-roh yang berada pada beberapa macam binatang atau benda yang kemudian divisualisasikan dalam bentuk totem, atau patung dan berhala.12
Kelemahan akal manusia sering kali membuat mereka memvisualisasikan hal-hal yang tidak dapat mereka indra. Kepercayaan terhadap wujud yang tak terindra agak sulit mereka terima, karena sarana yang dipakai hanya akal saja. Itulah sebabnya manusia perlu bimbingan lain untuk menggunakan akalnya, yaitu melalui Rasul dan kitabnya. Bibel sendiri mengajarkan bahwa wujud Allah tidak bisa disamakan dengan yang lainnya.
Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus. (Yesaya 40: 25).
Ajaran ini pada dasarnya sama dengan ajaran al-Qur’an.yang menyebutkan :
Tidak ada satupun yang menyerupaiNya. (as Syura: 11)
Jika memang tidak ada satupun yang menyerupaiNya, maka bagaimana cara mengenalnya? Dalam ajaran Islam banyak sekali cara-cara yang diajarkan untuk mengenal Allah menurut kemampuan masing-masing orang. Mereka yang hanya mampu mengenal melalui logika akal, dapat membuktikan keberadaan Allah melalui perenungan terhadap ayat-ayatNya baik yang tertulis (al-Qur’an) maupun yang tidak tertulis (alam semesta). Sedangkan mereka yang mampu menambahkan kemampuan batin selain logika akal, maka dapat mengenal Tuhannya dengan mata hati, seperti yang dicapai oleh para sufi. Indera manusia yang berwujud materi tidak akan mampu mengindera dzat Allah yang maha Agung, Nabi Musa saja ketika ingin melihat Allah tidak mampu hingga pingsan dan gunung di dekatnya hancur apalagi manusia modern yang sudah banyak lalai terhadap Tuhannya. Penjelasan masalah ini kami cukupkan sebatas jawaban, untuk penjelasan tatacaranya lebih baik merujuk pada karya-karya para Sufi yang sudah berhasil mengenal Allah dengan sarana akal dan kalbunya.
NOTES
5. Robert Morey, The Islarnic Invasion – confronting the World’s Fastest Growing Relegion, Scholars Press, Las Vegas, 1991, hal. 70.
6. Lihat Mohd Elfi Nieshaem Juferi, www.bismikallahumma.org
7. Lihat Concordance no. 3608 atau Elfie Nieshaem Juferi, http://www.bismikallahumma.org.
8. Ibid, no. 430
9. Robert Morey, Op. cit., hal. 63.
10. Alkitab Edisi Milenium, Lembaga Alkitab Indonesia, th. 2003, hal. 143
11. Mu’jam al-Hadlarah al-Mashriyah al-Qadimah (Ensiklopedi Peradaban Mesir Kuno), hal. 170.
12 Abas Mahmud al-Aqad, Allah, Al-Haiah al-Mashriyah al-`Amah lilkitab, Kairo, 1998, hal. 15.
ALLAHJangan berkata tentang Allah

Kecuali yang Haq…
DEWA BULAN
Tradisi Kristen yang telah kita bahas diatas rupanya ingin diimbaskan kepada ajaran Islam dengan mengembalikan ajaran Islam pada paganisme Arab dan menghilangkan fakta sejarah bahwa paganisme Arab tersebut adalah paham yang diperangi habis-habisan oleh Rasulullah dan umatnya. Oleh sebab itu maka Dr. Morey menyudutkan Islam dengan mengemukakan poin-poin hujatan berikut :
1. Bahwa Umat Islam menyembah dewa bulan.
2. Tentang Allah dalam Islam dan Tuhan dalam Bibel.
Pada hujatan pertama, Dr. Robert Morey ingin mengelabuhi masyarakat bahwa umat muslim adalah masyarakat pagan, sehingga negaranya mendapatkan pembenaran atas segala apa yang mereka perbuat terhadap negara-negara Islam yang ia nyatakan pagan. Sedang dalam poin kedua ia ingin memisahkan antara kepercayaan Kristen dengan Islam. Jika yang dimaksud adalah Kristen Trinitas maka adalah benar tidak sama, karena umat Islam menESAkan Tuhan sementara Kristen Trinitas “menyekutukan” Tuhan. Tapi kalau yang dimaksud adalah Kristen Unitarian (Nazaren/Nashoro) tentu saja masalahnya lain, karena mereka berpaham monoteisme. Suatu upaya pembuktian Class of Civilization yang ujung-ujungnya adalah kekuasaan dan Ekonomi (Minyak).
Dr. Robert Morey menyatakan bahwa Allah adalah nama dari Dewa Bulan yang disembah di Arab sebelum Islam. Hal ini ia kuatkan dengan pernyataan bahwa :
  • Nama Allah sudah dikenal masyarakat Arab sebelum kenabian Muhammad.
  • Adanya nama-nama seperti Qomaruddin, Syamsuddin.
  • Kepercayaan Jahiliyah (PraIslam), agama Astral.
  • Berhala yang ada di Ka’bah.
  • Simbol bulan sabit.
Yang agak memalukan bahwa dalam membuktikan tuduhan-tuduhannya tersebut Pak Doktor ini banyak memanipulasi pernyataan dari penulis-penulis yang menjadi rujukannya. Sebagai Contoh :
– Untuk menguatkan pendapatnya bahwa “dewa bulan dipanggil dengan berbagai nama, salah satunya adalah Allah’” ia merujuk pada halaman 7 dari Buku Guillame yang berjudul Islam. Tetapi sebenarnya Guillame mengatakan di halaman yang sama : “Di Arab Allah telah dikenal dari sumber umat Kristen dan Yahudi sebagai Tuhan yang Esa, dan tidak ada keraguan meslvpun dia telah dikenal oleh Pagan Arab di Mekkah sebagai yang Tertinggi.”1
– Dr. Morey juga mengutip dari penulis non-Muslim Caesar Farah di ha128. Tetapi pada saat dirujuk dalam buku tersebut didapati bahwa Dr. Morey hanya mengutip sebagian dan meninggalkan pokok bahasan dari buku tersebut. Buku tersebut sebenarnya menyatakan bahwa Tuhan yang dipanggil il oleh orang Babilon dan EI oleh orang Israel telah dipanggil ilah, al-ilah, dan Allah di Arab. Farah mengatakan lebih lanjut pada halaman 31 bahwa sebelum Islam orang pagan telah mempercayai bahwa Allah adalah dewa tertinggi. Dikarenakan mereka sudah mempunyai 360 berhala, tetapi Allah bukan salah satu dari 360 berhala tersebut. Sebagaimana Caesar Farah menyatakan di halaman 56, bahwa Nabi Muhammad saw, telah menghancurkan berhala-berhala tersebut.
Nama Allah sebelum Islam
Adanya kata Allah sebelum masa Islam, seperti yang dikatakan Robert Morey bahwa Ayah Rasulullah bernama Abdullah (hamba Allah), tidak sepantasnya dijadikan alasan bahwa Allah tersebut adalah dewa bulan.
Seperti yang pernah kita bahas sebelum ini bahwa El, Eloy, Allah, Yahweh, Ya Hua, Elohem,Allahumma; adalah kata-kata yang dipakai oleh masing-masing bangsa -saat itu- untuk menyebut Tuhan. Dan kata Allah adalah kata yang dipakai oleh bangsa Arab untuk menyebut Tuhan khususnya oleh para Ahnaf (masyarakat Arab yang mengikuti tradisi Ibrahim). Dan nama itu tidak termasuk dalam jajaran nama-nama berhala dan dewa­dewa Arab. Permasalahannnya bukan hanya pada kata-kata itu saja, kemudian kita menilai paham suatu masyarakat. Tapi pada cara penyikapan kepada “Tuhan” yang disebut menurut bahasa mereka sendiri-sendiri. Bangsa Israel yang menggunakan kata Yahweh untuk merefleksikan pemahaman mereka tentang konsep “Tuhan” dibimbing oleh rasul dan nabi mereka untuk meluruskan pemahaman dan penyikapan terhadap Tuhan yang mereka sebut Yahweh. Begitu juga masyarakat Arab yang pada masa jahiliyah memakai kata Allah untuk menyebut Tuhan dibimbing oleh Rasulullah Saw untuk menyikapi dan memahami apa yang mereka sebut Allah itu. Cara penyikapan inilah yang diajarkan oleh masing-masing rasul dan nabi kepada umatnya, yaitu meng-ESA-kan. Kalau ukurannya hanya pada tataran kata saja untuk menilai paham suatu umat, maka Yahudi dan Kristen luga pagan, karena nama “EL’ yang dipakai IsraEL adalah Tuhan dari bangsa Kan’an yang menurut mereka pagan.
Qomaruddin dan Syamsuddin
Pembaca dari kalangan Muslim mungkin akan tertawa ketika dikatakan bahwa nama-nama Cak Qomar dan Cak Udin luga kang Najam dijadikan bukti adanya penyembahan terhadap dewa bulan. Menurut Dr. Robert Morey :
  • Agama Penyembah Bulan disebut Komaruddin.
    Komarun = Bulan; Dinun = Agama.2
Begitu juga dengan nama Syamsuddin dan Najmuddin, keduanya diterjemahkan dengan cara yang sama.
Komarun berarti bulan dan dinun berarti agama maka arti dari nama tersebut adalah “bulannya agama”, maksudnya seorang yang dengan agamanya berkiprah di masyarakatnya seperti bulan yang bersinar terang benderang, membawa nama baik agamanya. Begitu syamsuddin, di harapkan oleh orang tuanya agar lebih bersinar seperti matahari yang selalu memberi manfaat kepada manusia. Nama-nama muslim yang dinisbatkan kepada dien (agama) memiliki makna senada, seperti saifuddin (pedang agama), adalah harapan orang tuanya agar anaknya mampu membela agamanya ibarat sebuah pedang yang siap dipakai kapan saja. Sedang “penyembah bulan” kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Arab ‘abid al-Qomar. Begitu juga dengan dua nama lainnya.
Masyarakat Arab pada masa pra Islam seringkali menamakan budaknya dengan nama-nama yang dapat menyenangkan hati mereka seperti nama Qomar dan Syams, diharapkan agar budaknya dapat menerangi mereka seperti namanya. Sedang untuk mereka sendiri, mereka memakai nama­nama yang menyeramkan, untuk menakuti musuh-musuhnya, seperti Kilab (anjing-anjing), Asad (singa), Namir dan Fahd (harimau). Pada masa Rasulullah nama-nama jahiliyah banyak dinisbatkan langsung pada Allah, seperti Saifullah (pedang Allah), Asadullah (Singa Allah) dan lain sebagainya. Rasulullah meluruskan kebiasaan masyarakat Arab jahiliyah bahkan pada masalah nama.
Pada masa selanjutnya ketika perbudakan sudah terhapuskan, dan para mantan budak yang membentuk komunitas tersendiri, tampil dalam pemerintahan. Mereka dikenal sebagai kaum Mawali (orang-orang yang meminta perlindungan). Untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat yang sebelumnya adalah tuan-tuan mereka, maka mereka menisbatkan nama-nama, mereka kepada kata din (agama). Hal ini sejalan dengan perkembangan zaman yang tidak lagi menisbatkan nama-nama kepada tuan-tuannya, sebab zaman perbudakan sudah berakhir, dan semua mereka adalah sama dalam urusan agama. Maka kita melihat bahwa nama-nama seperti Qomaruddin dan Syamsuddin tidak pernah kita temukan pada masa jahiliyah, ataupun pada masa Rasulullah, nama-nama itu baru muncul kemudian pada saat mantan budak memegang tampuk pemerintahan.
Pada masa sekarang nama-nama di atas tidak dipakai untuk menyenangkan tuan, tidak juga untuk legalitas kekuasaan. Nama-nama itu dipakai umat muslim dengan maksud yang berbeda, karena mereka hanya melihat arti dari nama-nama itu, yang diharapkan pemiliknya dapat menjadi seperti namanya.
Kepercayaan masa Jahiliyah (Pra Islam)/Agama Astral
Menurut Dr. Morey : “Allah, dewa bulan, kawin dengan dewa matahari. Mereka berdua mempunyai tiga orang puteri yang disebut putri-putri Allah. Ketiga putri tersebut AI-Lata, AI­Uzza, dan Manat”. Untuk memperkuat anggapannya ia memanipulasi pernyataan Guilluame seperti yang kita ungkap sebelum ini.
Bahwa masyarakat Arab pra Islam memiliki kepercayaan terhadap bintang dan bulan juga matahari memang benar, hanya saja Dr. Morey berhenti sampai disini untuk menyatakan bahwa yang disembah oleh umat Muslim adalah dewa bulan, padahal kepercayaan yang semacam inilah yang diserang dengan keras oleh Rasulullah tanpa kompromi sedikitpun. Itulah sebabnya maka masa tersebut dikatakan sebagai masa Jahiliyyah (zaman kebodohan). Terjemah ayat-ayat berikut ini akan menggambarkan bagaimana Rasulullah secara radikal menyerang kepercayaan masyarakatnya :
“ Maka apakah patut bagi kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al- Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan; Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama­nama yang kamu dan bapak-bapak karnu mengada­adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan rnereka. Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita­citakannya (Tidak), maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. ” (QS. An-Najm 19-25).
Berhala di dalam Ka’bah
Berikut ini adalah salah satu dari pernyataan tidak berdasar yang dilontarkan oleh Robert Morey : Ada satu berhala Allah ditempatkan di ka’bah bersama dengan semua ilah-ilah berhala lain. Penyembah-penyembah berhala sembahyang menghadap Mekah clan Kaabah karena di sanalah dewa-dewa mereka disemayamkan”. Kita tidak tahu dari mana pak Doktor mendapatkan sumbernya, tapi yang jelas tidak pernah melihat Ka’bah secara langsung apalagi masuk di dalamnya.
Pada Masa Jahiliyah -tradisi menyebut demikian untuk membedakan antara masa kebenaran dan kebodohan-, banyak berhala ditempatkan di Ka’bah tapi tidak ada satupun berhala disebut Allah. Dan berhala-hala yang amat banyak tersebut telah dihancurkan oleh Rasulullah saat memasuki Makkah, setelah sebelumnya umat Islam diusir dari Makkah. Rasulullah sendiri pada saat sebelum menjadi nabi, pernah bersumpah dihadapan Khadijah istrinya bahwa beliau “tidak akan menyembah uzza selamanya”, hal ini jelas membedakan antara Allah dan ilah­ilah lainnya, sebab saat itu agama Hanifah (jalan lurus) ajaran Ibrahim As. masih bertahan di Makkah, walaupun pengikutnya tidak sebanyak para pagan. Kini jangankan di Ka’bah di rumah seorang muslim saja tidak akan ada berhala. Sangat berbeda dengan Rumah dan Kantor Robert Morey yang mungkin memasang patung salib di sudut ruang atau kamarnya.
Dewa bulan dan Simbol Bulan Sabit
Simbol bulan sabit yang sering dipakai umat muslim dianggap sebagai simbol penyembahan dewa bulan oleh Dr. Robert Morey. la menyatakan : “Simbol penyembahan dewa bulan dalam budaya Arab dan di tempat-tempat lain di seluruh timur tengah adalah bulan sabit”. Gambar bintang yang biasa berada ditengah bulan sabit tidak disebut, karena Amerika memakai simbol bintang.
Dr. Robert Morey dan para orientalis Barat menuduh dengan bertanya kenapa umat Islam memakai simbol bulan sabit untuk agama mereka? Atau kenapa bulan dipakai untuk menandai bulan baru?. Mereka sengaja bertanya dengan logika yang salah dari sesuatu yang tersembunyi, sejak saat umat Islam memakai bulan sabit sebagai simbol, maka dikatakan bahwa umat Islam menyembah “dewa bulan”. Ini tidak benar sebagaimana anggapan bahwa sejak umat Yahudi mengambil bintang David sebagai simbol, maka umat Yahudi menyembah bintang, berarti umat Kristen juga menyembah patung salib saat mereka memakai simbol tersebut, atau menyembah matahari saat menggunakan tanda silang dari sinar matahari.
Islam tidak pernah mengajarkan untuk menyembah bulan. Dalam firman Allah disebutkan:
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. ” (QS. Fushshilat 37)
Ayat ini diperkuat dengan ayat lain, bahwa bulan bukanlah object penyembahan.
“Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalarn siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. (QS. Luqman 29).
Jika Allah adalah “dewa bulan” seperti yang dituduhkan oleh Dr. Morey, apa mungkin “dewa bulan” mencip
takan bulan untuk dipakai oleh manusia?. Dengan bukti di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa umat Islam hanya menyembah `Allah” saja, dan bukan menyembah dewa bulan. Kepercayaan terhadap kekuatan benda-benda angkasa yang pernah berkembangan di Mesir, Babilonia, serta Asiria, mungkin saja mempengaruhi Jazirah Arab, sebab secara geografis letaknya tidaklah berjauhan; Hanya saja pada masa Rasulullah kepercayaan tersebut diluruskan dengan menempatkan benda-benda tersebut pada tempat dan fungsinya. Seperti bulan -misalnya-, seperti yang pernah ditanyakan oleh masyarakatArab kepada Rasulullah, ditempatkan sebatas untuk menandakan pergantian waktu. Sebagaimana Firman Allah di Surat Al Baqarah 189:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”.
Dari riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.: Untuk apa diciptakan bulan sabit?” maka turun ayat tersebut yang
memerintahkan Rasulullah untuk menjawab bahwa bulan adalah untuk menunjukkan waktu kepada manusia kapan mereka harus memakai pakaian ihram pada waktu haji dan kapan harus menanggalkannya, atau kapan mereka harus memulai puasa dan kapan harus mengakhirinya. Dari sini, dapat kita ketahui bahwa tidak ada kepentingan penyembahan kepada bulan, tetapi hanya sebagai Penunjuk pergantian waktu, seperti Haji clan Puasa. Pada masa Khalifah Umar umat Muslim membuat penanggalan berdasarkan hitungan bulan, yang dimulai sejak masa Hijrah.
Yang menarik untuk dicatat bahwa umat Yahudi juga memakai Penanggalan Hijriah untuk menandai perayaan suci mereka. Penanggalan keagamaan Umat Yahudi, yang aslinya dari Babilonia, terdiri dari 12 bulan Qomariah/Hijriah, terhitung 354 hari. Dan penghitungan hari dimulai dari tenggelamnya matahari sampai tenggelam lagi.3
Maka bila dikatakan bahwa Islam menyembah “dewa bulan” dikarenakan memakai penanggalan yang berdasarkan bulan, maka apakah agama orang Yahudi, yang juga memakai penanggalan yang berdasarkan bulan ? berdasarkan “logika” Dr. Robert Morey maka umat Yahudi ” juga “penyembah bulan”. Demikian juga bila umat Kristen memakai penanggalan yang berdasarkan perputaran matahari, apakah mereka juga menyembah matahari ? Mari kita simak keterangan berikut ini. Penanggalan yang pertama adalah penanggalan yang berdasarkan bulan. Kebudayaan kuno, seperti Siria, Babilonia, Egypt, dan Cina telah memakai penanggalan bulan, sebagaimana budaya Semit juga mengambil penanggalan bulan untuk menandai waktu mereka. Setelah kita ketahui kenyataan bahwa umat Yahudi dan Islam, dalam tradisi budaya Semit, sama-sama memakai penanggalan Qomariah untuk menandai bulan mereka. Maka kenapa umat Kristen memakai penanggalan yang berdasarkan matahari menggantikan penanggalan bulan. Hal ini berkaitan erat dengan rekayasa perayaan natal tanggal 25 Desember clan pengaruh pemikiran-pemikiran pagan yang berporos pada penyembahan dewa Re (dewa matahari) dalam Kristen. Untuk melengkapi bahasan ini, maka akan kami sertakan secara ringkas kajian tentang perayaan natal 25 Desember oleh umat Kristen.
Asal Usul Perayaan Natal 25 Desember
Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal tidak ada dalam Bibel dan Yesus tidak pernah memberikan contoh ataupun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya.
Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan inipun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Dimana kita ketahui bahwa abad ke-1 sampai abad ke-4 M dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme.
Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katholik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/ budaya pagannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun=matahari; day=hari) yaitu kelahiran Dewa Matahari tanggal 25 Desember.
Maka supaya agama Katholik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya/ penyem-bahan berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiranSun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan=Yesus). Maka pada konsili tahun 325, Konstantin memutuskan dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus, Juga diputuskan: Pertama , hari Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut hitungan jatuh pada Sabtu. Kedua, lambang dewa matahari yaitu sinar yang bersilang dijadikan lambang Kristen. Ketiga, membuat patung-patung Yesus untuk menggantikan patung Dewa Matahari.
Sesudah Kaisar Konstantin memeluk agama Katolik pada abad ke- 4 Masehi, maka rakyat pun beramai-ramai ikut memeluk agama Katholik. Inilah prestasi gemilang hasil proses sinkretisme Kristen oleh Kaisar Konstantin dengan agama paganisme politheisme nenek moyang.
Demikian asal-usul Christmas atau Natal yang dilestarikan oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia sampai sekarang. Darimana kepercayaan paganis politheisme mendapat ajaran tentang dewa matahari yang diperingati tanggal 25 Desember?
Mari kita telusuri melalui Bibel maupun sejarah kepercayaan paganis yang dianut oleh bangsa Babilonia kuno didalam kekuasaan raja Nimrod (Namrud).
Putaran jaman menyatakan bahwa penyembah berhala versi Babilonia ini berubah menjadi “Mesiah palsu”, berupa dewa “13a-al” anak dewa matahari dengan obyek penyembahan “Ibu dan Anak” (Semiramis dan Namrud) yang lahir kembali. Ajaran tersebut menjalar ke negara lain: Di Mesir berupa “Isis dan Osiris”, di Asia bernama “Cybele dan Deoius”, di Roma disebut Fortuna dan Yupiter”, bahkan di Yunani. “Kwan Im” di Cina, Jepang, dan Tibet. Di India, Persia, Afrika, Eropa, dan Meksiko juga ditemukan adat pemujaan terhadap dewa “Madonna” dan lain-lain.
Dewa-dewa berikut dimitoskan lahir pada tanggal 25 Desember, dilahirkan oleh gadis perawan (tanpa bapak), mengalami kematian (salib) dan dipercaya sebagai Juru Selamat (Penebus Dosa):
  1. Dewa Mithras (Mitra) di Iran, yang juga diyakini dilahirkan dalam sebuah gua dan mempunyai 12 orang murid. Dia juga disebut sebagai Sang Penyelamat, karena ia pun mengalami kematian, dan dikuburkan, tapi bangkit kembali. Kepercayaan ini menjalar hingga Eropa. Konstantin termasuk salah seorang pengagum sekaligus penganut kepercayaan ini.
  2. Apollo, yang terkenal memiliki 12 jasa dan menguasai 12 bintang/planet.
  3. Hercules yang terkenal sebagai pahlawan perang tak tertandingi.
  4. Ba-al yang disembah orang-orang Israel adalah dewa penduduk asli tanah Kana’an yang terkenal juga sebagai dewa kesuburan.
  5. Dewa Ra, sembahan orang-orang Mesir kuno; kepercayaan ini menyebar hingga ke Romawi dan diperingati secara besar-besaran dan dijadikan sebagai pesta rakyat.
Demikian juga Serapsis, Attis, Isis, Horus, Adonis, Bacchus, Krisna, Osiris, Syamas, Kybele dan lain-lain. Selain itu ada lagi tokoh/pahlawan pada suatu bangsa yang oleh mereka diyakini dilahirkan oleh perawan, antara lain Zorates (bangsa Persia) dan Fo Hi (bangsa Cina). Demikian pula pahlawan-pahlawan Helenisme: Agis, Celomenes, Eunus, Soluius, Aristonicus, Tibarius, Grocecus, Yupiter, Minersa, Easter.
Jadi, konsep bahwa Tuhan itu dilahirkan seorang perawan pada tanggal 25 Desember, disalib/dibunuh kemudian dibangkitkan, sudah ada sejak zaman purba4.
Konsep/dogma agama bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan bahwa Tuhan mempunyai tiga pribadi, dengan sangat mudahnya diterima oleh kalangan masyarakat Romawi karena mereka telah memiliki konsep itu sebelumnya. Mereka tinggal mengubah nama-nama dewa menjadi Yesus. Maka dengan jujur Paulus mengakui bahwa dogma-dogma tersebut hanyalah kebohongan yang sengaja dibuatnya. Kata Paulus kepada Jemaat di Roma:
“Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliannya; mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa? (Roma 3:7) “.
Mengenai kemungkinan terjadinya pendustaan itu, Yesus telah mensinyalir lewat pesannya:
Jawab Yesus kepada mereka : “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaku dan berkata Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang”. (Matius 24:4-5)”.
NOTES
1.Mohd Elfi Nieshaem Juferi, www. Bismikallahumma.org.
2. Ibid 56.
3. lihat http://www.webear.com/reliengl.htm#*top4, dalam Mohd Elfi Nieshaem Juferi, www. Bismikallahumma.org.
4. Keterangan lebih jelas lihat buku saya, Hj. Irena Handono, Perayaan Natal 25 Desember -Antara Dogma dan Toleransi”, Bima Rodheta, 2003