Kedudukan Akal Dalam Islam
Akal adalah nikmat besar yang Allah titipkan dalam jasmani manusia. Nikmat yang bisa disebut hadiah ini menunjukkan akan kekuasaan Allah yang sangat menakjubkan. (Al-’Aql wa Manzilatuhu fil Islam, hal. 5) Oleh karenanya, dalam banyak ayat Allah memberi semangat untuk berakal (yakni menggunakan akalnya), di antaranya: وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمُ مُسَخَّرَاتٌ بِأَمْرِهِ إِنَّ فِيْ ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُوْنَ “Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya).” (An-Nahl: 12) وَفِي اْلأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيْلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَى بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ فِي اْلأُكُلِ إِنَّ فِيْ ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُوْنَ “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Ra’d: 4) Sebaliknya Allah mencela orang yang tidak berakal seperti dalam ayat-Nya: وَقَالُوْا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِيْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ “Dan mereka berkata: ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala’.” (Al-Mulk: 10) Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “(Maknanya yaitu) tidak berakal dan tidak punya tamyiz (daya pemilah)… Bagaimanapun (hal itu) tidak terpuji dari sisi itu, sehingga tidaklah terdapat dalam kitab Allah serta dalam Sunnah Rasulullah pujian dan sanjungan bagi yang tidak berakal serta tidak punya tamyiz dan ilmu. Bahkan Allah telah memuji amal, akal dan pemahaman bukan hanya dalam satu tempat, serta mencela keadaan yang sebaliknya di beberapa tempat…” (Al-Istiqamah, 2/157) Kitapun dapat melihat agama Islam dalam ajarannya memberikan beberapa bentuk kemuliaan terhadap akal, seperti: 1. Allah menjadikan akal sebagai tempat bergantungnya hukum sehingga orang yang tidak berakal tidak dibebani hukum. Nabi bersabda: رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ الْمَغْلُوْبِ عَلىَ عَقْلِهِ حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقَظَ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمُ “Pena diangkat dari tiga golongan: orang yang gila yang akalnya tertutup sampai sembuh, orang yang tidur sehingga bangun, dan anak kecil sehingga baligh.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Ad-Daruquthni dari shahabat ‘Ali dan Ibnu ‘Umar, Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan: “Shahih” dalam Shahih Jami’, no. 3512) 2. Islam menjadikan akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus dilindungi yaitu: agama, akal, harta, jiwa dan kehormatan. (Al-Islam Dinun Kamil hal. 34-35) 3. Allah mengharamkan khamr untuk menjaga akal. Allah berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah: 90) Nabi bersabda: كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٍ “Setiap yang memabukkan itu haram.” (Muttafaqun ‘alaihi dari Abu Musa Al-Asy‘ari) Asy-Syinqithi rahimahullah mengatakan: “Dalam rangka menjaga akal maka wajib ditegakkan had bagi peminum khamr.” (Al-Islam Dinun Kamil, hal. 34-35) 4. Tegaknya dakwah kepada keimanan berdasarkan kepuasan (kemantapan) akal. Artinya, keimanan tidak berarti mematikan akal, bahkan Islam menyuruh akal untuk beramal pada bidangnya sehingga mendukung kekuatan iman dan tidak ada ajaran manapun yang memuliakan akal sebagaimana Islam memuliakannya, tidak menyepelekan dan tidak pula berlebihan. Sedangkan yang dilakukan para pengkultus akal yang mereka beritikad memuliakan akal, pada hakikatnya mereka justru menghinakan akal serta menyiksanya karena mambebani akal dengan sesuatu yang tidak mampu. Walaupun akal dimuliakan tapi kita menyadari bahwa akal adalah sesuatu yang berada dalam jasmani makhluk. Maka ia sebagaimana makhluk yang lain, memiliki sifat lemah dan keterbatasan. As-Safarini rahimahullah berkata: “Allah menciptakan akal dan memberinya kekuatan adalah untuk berpikir dan Allah menjadikan padanya batas yang ia harus berhenti padanya dari sisi berfikirnya bukan dari sisi ia menerima karunia Ilahi. Jika akal menggunakan daya pikirnya pada lingkup dan batasnya serta memaksimalkan pengkajiannya, ia akan tepat (menentukan) dengan ijin Allah. Tetapi jika ia menggunakan akalnya di luar lingkup dan batasnya yang Allah telah tetapkan maka ia akan membabi buta…” (Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, hal. 1105) Untuk itu kita perlu mengetahui di mana sesungguhnya bidangnya akal. Intinya bahwa akal tidak mampu menjangkau perkara-perkara ghaib di balik alam nyata yang kita saksikan ini, seperti pengetahuan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, arwah, surga dan neraka yang semua itu hanya dapat diketahui melalui wahyu. Nabi bersabda: تَفَكَّرُوْا فِيْ أَلاَءِ اللهِ وَلاَ تَفَكَّرُوْا فِيْ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ “Berpikirlah pada makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir pada Dzat Allah.” (HR. Ath-Thabrani, Al-Lalikai dan Al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar, lihat Ash-Shahihah no. 1788 dan Asy-Syaikh Al-Albani menghasankannya) وَيَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوْتِيْتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيْلاً “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (Al-Isra: 85) Oleh karenanya, akal diperintahkan untuk pasrah dan mengamalkan perintah syariat meskipun ia tidak mengetahui hikmah di balik perintah itu. Karena, tidak semua hikmah dan sebab di balik hukum syariat bisa manusia ketahui. Yang terjadi, justru terlalu banyak hal yang tidak manusia ketahui sehingga akal wajib tunduk kepada syariat. Diumpamakan oleh para ulama bahwa kedudukan antara akal dengan syariat bagaikan kedudukan seorang awam dengan seorang mujtahid. Ketika ada seseorang yang ingin meminta fatwa dan tidak tahu mujtahid yang berfatwa (tidak tahu harus ke mana minta fatwa), maka orang awam itu pun menunjukkannya kepada mujtahid. Setelah mendapat fatwa, terjadi perbedaan pendapat antara mujtahid yang berfatwa dengan orang awam yang tadi menunjuki orang tersebut. Tentunya bagi yang meminta fatwa harus mengambil pendapat sang mujtahid yang berfatwa dan tidak mengambil pendapat orang awam tersebut karena orang awam itu telah mengakui keilmuan sang mujtahid dan bahwa dia (mujtahid) lebih tahu (lebih berilmu). (Lihat Syarh Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 201) Al-Imam Az-Zuhri t mengatakan: “Risalah datang dari Allah, kewajiban Rasul menyampaikan dan kewajiban kita menerima.” (Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 201) Orang yang menggunakan akal tidak pada tempatnya, berarti ia telah menyalahgunakan dan melakukan kezaliman terhadap akalnya. Sesungguhnya madzhab filasafat dan ahli kalam yang ingin memuliakan akal dan mengangkatnya –demikian perkataan mereka– belum dan sama sekali tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh apa yang telah dicapai Islam dalam memuliakan akal -ini jika kita tidak mengatakan mereka telah berbuat jahat dengan sejahat-jahatnya terhadap akal. Di mana ia memaksakan akal masuk ke tempat yang tidak mungkin mendapatkan jalan ke sana. (Minhajul Istidlal, dinukil dari Al-’Aqlaniyyun hal. 21) Akal yang terpuji dan akal yang tercela Menengok penjelasan yang telah lalu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan akal terkadang terpuji, yaitu ketika pada tempatnya. Dan terkadang tercela yaitu ketika bukan pada tempatnya. Adapun pendapat akal yang terpuji, secara ringkas adalah yang sesuai dengan syariat dengan tetap mengutamakan dalil syariat. Sedang akal yang tercela adalah sebagaimana disimpulkan Ibnul Qayyim yang menyebutkan bahwa pendapat akal yang tercela itu ada beberapa macam: 1. Pendapat akal yang menyelisihi nash Al Qur’an atau As Sunnah. 2. Berbicara masalah agama dengan prasangka dan perkiraan yang dibarengi dengan sikap menyepelekan mempelajari nash-nash, memahaminya serta mengambil hukum darinya. 3. Pendapat akal yang berakibat menolak asma (nama-nama) Allah , sifat-sifat dan perbuatan-Nya dengan teori atau qiyas (analogi) yang batil yang dibuat oleh para pengikut filsafat. 4. Pendapat yang mengakibatkan tumbuhnya bid’ah dan matinya As Sunnah. 5. Berbicara dalam hukum-hukum syariat sekedar dengan anggapan baik (dari dirinya) dan prasangka. (Lihat I’lam Muwaqqi’in, 1/104-106, Al-Intishar, hal. 21, 24, Al-’Aql wa Manzilatuhu) Jadi, manakala kita mengambil sebuah kesimpulan dengan akal kita, kemudian ternyata hasilnya adalah salah satu dari lima yang tersebut di atas maka yakinlah bahwa itu pendapat yang tercela dan salah. Ia harus ditinggalkan dan menundukkan akal di hadapan kepada syariat. Akal yang sehat tidak akan menyelisihi syariat Disebutkan dalam kaidah ahlul kalam –ringkasnya– bahwa tatkala bertentangan antara akal dan wahyu maka mesti dikedepankan akal. (Asasuttaqdis, hal. 172-173) Dengan prinsip ini, mereka menolak sekian banyak nash yang shahih dulu maupun sekarang. Tentu kita tahu bahwa pendapat mereka adalah salah dan sangat berbahaya. Untuk mengetahui bathilnya pendapat mereka dengan singkat dan mudah cukup dengan kita merujuk kepada lima hal yang disebutkan Ibnul Qayyim t di atas. Lebih rinci para ulama seperti Ibnu Taimiyyah t menjelaskan: Sesuatu yang diketahui dengan jelas oleh akal, sulit dibayangkan akan bartentangan dengan syariat sama sekali. Bahkan dalil naqli yang shahih tidak akan bertentangan dengan akal yang lurus, sama sekali. Saya telah memperhatikan hal itu pada kebanyakan hal yang diperselisihkan oleh manusia. Saya dapati, sesuatu yang menyelisihi nash yang shahih dan jelas adalah syubhat yang rusak dan diketahui kebatilannya dengan akal. Bahkan diketahui dengan akal kebenaran kebalikan dari hal tersebut yang sesuai dengan syariat. Kita tahu bahwa para Rasul tidak memberikan kabar dengan sesuatu yang mustahil menurut akal tapi (terkadang) mengabarkan sesuatu yang membuat akal terkesima. Para Rasul itu tidak mengabarkan sesuatu yang diketahui oleh akal sebagai sesuatu yang tidak benar namun (terkadang) akal tidak mampu untuk menjangkaunya. Karena itu wajib bagi orang-orang Mu’tazilah yang menjadikan akal mereka sebagai hakim terhadap nash-nash wahyu, demikian pula bagi mereka yang berjalan di atas jalan mereka serta meniti jejak mereka agar mengetahui bahwa tidak terdapat satu haditspun di muka bumi yang bertentangan dengan akal kecuali hadits itu lemah atau palsu. Wajib bagi mereka untuk menyelisishi kaidah kelompok Mu’tazilah, kapan terjadi pertentangan antara akal dan syariat menurut mereka maka wajib untuk mengedepankan syariat. Karena akal telah membenarkan syariat dalam segala apa yang ia kabarkan sedang syariat tidak membenarkan segala apa yang dikabarkan oleh akal. Demikian pula kebenaran syariat tidak tergantung dengan semua yang dikabarkan oleh akal.” (Dar’u Ta’arrudhil ‘Aql wan Naql, 1/155, 138) Ketika dalil bertentangan dengan akal Sesungguhnya pertentangan akal dengan syariat takkan terjadi manakala dalilnya shahih dan akalnya sehat. Namun terkadang muncul ketidakcocokan akal dengan dalil walaupun dalilnya shahih. Kalau terjadi hal demikian maka jangan salahkan dalil, namun curigailah akal. Di mana bisa jadi akal tidak memahami maksud dari dalil tersebut atau akal itu tidak mampu memahami masalah yang sedang dibahas dengan benar. Sedangkan dalil, maka pasti benarnya. Hal ini berangkat dari ajaran Al Qur’an dan As Sunnah yang mengharuskan kita untuk selalu kembali kepada dalil. Demikian pula anjuran para shahabat yang berpengalaman dengan Nabi dan mengalami kejadian turunnya wahyu. Seperti dikatakan oleh ‘Umar bin Al-Khaththab: “Wahai manusia, curigailah akal kalian terhadap agama ini.” (Riwayat Ath-Thabrani, lihat Marwiyyat Ghazwah Al-Hudaibiyyah, hal. 177, 301) Beliau mengatakan demikian karena pernah membantah keputusan Nabi dengan pendapatnya, walaupun pada akhirnya tunduk. Beliau pada akhirnya melihat ternyata maslahat dari keputusan Nabi begitu besar dan tidak terjangkau oleh pikirannya. Oleh karenanya, Ibnul Qayyim mengatakan: “Jika dalil naqli bertentangan dengan akal, maka yang diambil adalah dalil naqli yang shahih dan akal itu dibuang dan ditaruh di bawah kaki, tempatkan di mana Allah meletakkannya dan menempatkan para pemiliknya.” (Mukhtashar As-Shawa’iq, hal. 82-83 dinukil dari Mauqif Al-Madrasah Al-‘Aqliyyah, 1/61-63) Abul Muzhaffar As-Sam’ani t ketika menerangkan Aqidah Ahlus Sunnah berkata: “Adapun para pengikut kebenaran mereka menjadikan Kitab dan Sunnah sebagai panutan mereka dan mencari agama dari keduanya. Apa yang terbetik dalam akal dan benak, mereka hadapkan kepada Kitab dan Sunnah. Kalau mereka dapati sesuai dengan keduanya, mereka terima dan bersyukur kepada Allah di mana Allah perlihatkan hal itu dan memberi mereka taufik-Nya. Tapi jika tidak sesuai dengan keduanya, maka mereka meninggalkannya dan mengambil Al Kitab dan As Sunnah kemudian menuduh salah terhadap akal mereka. Karena sesungguhnya keduanya (Al Kitab dan As Sunnah) tidak akan menunjukkan kecuali kepada yang hak sedang pendapat manusia kadang benar kadang salah.” (Al-Intishar li Ahlil Hadits hal. 99) Bila akal didahulukan Jika akal didahulukan maka akan tergelincir pada sekian banyak bahaya: 1. Menyerupai Iblis –semoga Allah melaknatinya– ketika diperintahkan untuk sujud kepada Nabi Adam , kemudian ia membangkang dan menentang dengan akalnya. قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلاَّ تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍْ “Allah berfirman: ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Iblis menjawab: ‘Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah’.” (Al-A’raf: 12) 2. Menyerupai orang kafir yang menolak keputusan Allah dengan akal mereka, seperti penentangan mereka terhadap kenabian Nabi Muhammad . Mereka katakan: وَقَالُوْا لَوْلاَ نُزِّلَ هَذَا الْقُرْآنُ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيْمٍ “Dan mereka berkata: ‘Mengapa Al Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?’.” (Az-Zukhruf: 31) 3. Tidak mengambil faidah dari Rasul sedikitpun karena mereka tidak merujuk kepadanya pada perkara-perkara ketuhanan. Sehingga adanya Rasul menurut mereka seperti tidak ada. Keadaan mereka bahkan lebih jelek karena mereka tidak mengambil manfaat sedikitpun justru butuh untuk menolaknya. 4. Mengikuti hawa nafsu dan keinginan jiwa. Allah berfirman: فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ “Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Qashash: 50) 5. Menyebabkan kerusakan di muka bumi, sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim. 6. Berkata dengan mengatasnamakan Allah dan Rasul-Nya tanpa ilmu. فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ “Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya.” (Al-Hajj: 8) Ini termasuk larangan terbesar. قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوْا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ “Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’.” (Al-A’raf: 33) 7. Menyebabkan perbedaan dan perpecahan pendapat. 8. Terjatuh dalam keraguan dan bimbang. [Al-Mauqih, 1/81-92] Pantaslah kalau Al-Imam Adz-Dzahabi mengatakan tentang orang-orang yang tetap mengedepankan akalnya: “Jika kamu melihat ahlul kalam ahli bid’ah mengatakan: ‘Tinggalkan kami dari Al Qur’an dan hadits ahad dan tampilkan akal,’ maka ketahuilah bahwa ia adalah Abu Jahal.” (Siyar A’lamin Nubala, 4/472) http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=172
alo 3:56 pm on 16/05/2009 Permalink |
pantas saja sulit nyambung di setiap pembicaraan. karena ternyata agama ente sangat mengandalkan akal. tapi itu tidak salah menurut gue dan memang sudah demikian adanya. gue tidak menyalahkan melainkan kepingin memperdalam ilmu bumi dan perbintangan.
erzal 3:33 am on 17/05/2009 Permalink |
YG PASTI AKAL TIDAK AKAN MENERIMAN 1=3 …
jun 4:01 pm on 25/07/2011 Permalink |
dan yang pasti juga ” kami” itu kata ganti orang pertama jamak / bukan tunggal.
βiαnɡkαlα 12:39 pm on 05/10/2018 Permalink |
“Kami” itu berjumlah 99 om.
βiαnɡkαlα 12:38 pm on 05/10/2018 Permalink |
YG PASTI AKAL TIDAK AKAN MENERIMAN 1=99 …
βiαnɡkαlα 12:46 pm on 05/10/2018 Permalink |
Dαri Abu Bαkαr rα, sαw bersαbdα: “Keduα tαngαn ilαh kitα ADALAH kαnαn semuα!!“ (HR.Muslim,3406 | HR.Ahmαd,6204 | HR.Nαsα’i,5284)
tuh…kalau ngandalin akal, kagak masuk akal kalau tangan rabb negeri mekah kanan semua…mosok kagak ada kirinya…ʔʔ cacat dunk entu tangan tulkagak…!!
YG PASTI AKAL TIDAK AKAN MENERIMA, TANGAN KOK KANAN SEMUA!!
alo 3:53 pm on 17/05/2009 Permalink |
saya nggak sekolah sih. memang gue tinggal di kampung yang masih minum model gelas yang terbuat dari aluminium atau besi. kalau satu gelas air itu gue masukkan di kulkas maka menjadi es yang keras. tapi ketika gue ambil dari kulkas dan letakan di meja maka satu gelas air itu menjadi cair. kemudian satu gelas itu gue panaskan sampai mendidih dan sampai menguap habis maka itulah gas H2O.
jadi hanya satu gelas air dalam wujud yang berbeda. inilah yang sulit diterima oleh agama yahudi.
jadi tidak benar 1=3 melainkan satu saja.
apakah ente akan katakan bahwa tangan Allah diciptakan Allah?. apakah mulut atau suara Allah diciptakan Allah?. apakah hati Allah diciptakan oleh Allah?
ya tentu tidak bukan?.
hati atau perasaan Allah tentu tidak bisa dipisahkan dari Allah. pikiran Allah tidak terpisah dari Allah.
jun 4:12 pm on 25/07/2011 Permalink |
alo …. bagus penyampaian analogi kamu……….. tapi apakah mereka bisa terima?…….pastinya ngeles lagi…ngeles lagi….
⋘🎅⋙βⅠλƝϬKλɭλ⋘💑⋙ 12:52 pm on 05/10/2018 Permalink |
dapat apa kagak diterima, tergantung apa mereka punya akal apa kagak kalee…!!
⋘🎅⋙βⅠλƝϬKλɭλ⋘💑⋙ 12:59 pm on 05/10/2018 Permalink |
Hαdits qudsi dαri Abdurrαhmαn bin Auf rα, sαɯ ƅersαƅϑα: “ƒirmαn-Nyα, ‘Akυ ADALAH rαbb negeri Mekαh, DAN αku ADALAH Ar-Rαhmαn, αku TELAH menciptαkαn Ar-Rαhim, αku JADIKAN Ar-Rαhim pecαhαn kαtα DARI nαmα-Ku.“ (HR.Ahmαd,1594)
dari entu hadits, menurut akal rabb negeri mekah ternyata ada tiga biji tulkagak…!!
YG PASTI AKAL TIDAK AKAN MENERIMA 1=99 …
alo 4:08 pm on 17/05/2009 Permalink |
memang bagi ente tidak masuk akal kalau Allah yang maha kuasa lahir dari perempuan padahal sebenarnya Allah adalah Allah yang rela. tidak masuk akal kalau Allah dibaptis padahal Allah rela merendahkan diri, tidak masuk akal kalau ia dicobai iblis tapi sebenarnya dengan rela memberi contoh bagaimana menhadapi iblis. tidak masuk akal kalau Allah berdoa kepada Allah, padahal Allah dengan rela memberi contoh untuk berdoa.
begitu juga Allah rela ditolak dan dianiaya, rela menyebut mazmur daud ” Eli-eli lama sabaktani” padahal ini menunjukan perasaan Allah yang dikhianati oleh umat. rela mati sebagai korban penghapus dosa menurut taurat dan nubuat Yesaya.
Allahnya agama yahudi adalah Allah yang tidak rela. karena terbatas dan berada di Yerusalem saja kemudian berdoa berkiblat ke Yerusalem.
jadi menurut ente dan yahudi farisi bahwa agama Kristen tidak masuk akal. wajar saja
✍الملك|ᴮᴵᴬᴺᴳᴷᴬᴸᴬ|كالا✂ 1:08 pm on 05/10/2018 Permalink |
Bisakah Melihat Wajah ilah islam – Ustadz Firanda Andirdja, MA
Dαri Jαrir bin Abdulαh rα, sαw bersαbdα: “Melihαt bulαn SAMA SEPERTI melihαt wαjαh Rαbb kαliαn, KARENA itu shαlαtlαh KEPADA bulαn.“ (HR.Bυkhαri,539)
kalau pake akal mah kagak masuk akal mosok wajah rabb negeri mekah berbentuk bulan…ʔʔ
YG PASTI AKAL TIDAK AKAN MENERIMA WAJAH RABB NEGERI MEKAH ADALAH BULAN
alfombra infantil 7:43 am on 12/09/2018 Permalink |
Gran aporte.
✈الملك|ᴮᴵᴬᴺᴳᴷᴬᴸᴬ|كالا☃ 1:15 pm on 05/10/2018 Permalink |
Dαri Junαdαh bin Abu Umαiyαh rα, sαw bersαbdα: “Dαjjαl itu butα sebelαh, TETAPI mαtα ilαh kitα TIDAK butα sebelαh.“ (HR.Ahmαd,22572)
menurut akal mereka berdua sama-sama memiliki mata…
mata dajjal buta sebelah, dan mata rabb negeri mekah masih lengkap berjumlah dua biji…!!
aporte Gran
|ᴮᴵᴬᴺᴳᴷᴬᴸᴬ| الملك كالا | 12:32 pm on 05/10/2018 Permalink |
SERBUIFF Sαys: Kedudukan Akal Dalam Islam
Akal adalah nikmat besar yang Allah titipkan dalam jasmani manusia. Nikmat yang bisa disebut hadiah ini menunjukkan akan kekuasaan Allah yang sangat menakjubkan. (Al-’Aql wa Manzilatuhu fil Islam, hal. 5) Oleh karenanya, dalam banyak ayat Allah memberi semangat untuk berakal (yakni menggunakan akalnya)
RESPONS: tergantung akal apa dulu entong…bisa juge akal bulus hayoo…!!
Yesαyα 32:7. Kαlαu penipu, αkαl-αkαlnyα ADALAH jαhαt…
2 Timotius 3:8…Akαl merekα bobrok DAN imαn merekα TIDAK tαhαn uji.
yg penting akal yg mengandung hikmah dari Allah:
Wαhyu 17:9. Yαng penting di sini IALAH αkαl yαng mengαndung hikmαt…
kalau kagak berakal mah hewan, tulkagak:
Yudαs 1:10. Akαn tetαpi merekα menghujαt segαlα sesuαtu yαng TIDAK merekα ketαhui dαn justru αpα yαng merekα ketαhui DENGAN nαlurinyα SEPERTI binαtαng yαng TIDAK berαkαl, itulαh yαng mengαkibαtkαn kebinαsααn merekα.
2 Petrus 2:12. Tetαpi merekα itu sαmα DENGAN hewαn yαng TIDAK berαkαl, sαmα DENGAN binαtαng yαng hαnyα dilαhirkαn UNTUK ditαngkαp dαn dimusnαhkαn. Merekα menghujαt αpα yαng TIDAK merekα ketαhui, sehinggα OLEH perbuαtαn merekα yαng jαhαt merekα sendiri AKAN binαsα SEPERTI binαtαng liαr,