ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM

2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM                       (1/6)
Muhammad Husain Haekal

WASHINGTON IRVING  sebagai  penulis  terkemuka  telah  menjadi
kebanggaan  Amerika  Serikat terhadap bangsa-bangsa lain dalam
abad ke-19. Dia telah menulis buku tentang sejarah hidup Nabi.
Dalam   buku  ini  dibentangkannya  sejarah  Nabi  itu  dengan
kemampuan retorika yang cukup  besar  sehingga  tidak  sedikit
bagian-bagian  yang  dapat  memikat hati pembacanya. Disamping
kemampuannya  itu  kadang  terlihat  juga  kejujurannya,  tapi
kadang tampak pula tidak toleran dan penuh prasangka. Buku ini
disudahi dengan sebuah penutup  yang  menjelaskan  pokok-pokok
ajaran  rukun  Islam,  serta  apa yang dikiranya sumber-sumber
yang berdasarkan sejarah yang telah dijadikan landasan  ajaran
itu,  didahului dengan soal keimanan kepada Tuhan, kepada para
malaikat, kitab-kitab, para rasul dan hari kemudian.  Kemudian
katanya:

"Rukun  keenam dan terakhir daripada rukun akidah Islam (rukun
iman) ialah  jabariah.1  Sebagian  besar  kemenangan  Muhammad
dalam  perang  didasarkan  kepada ajaran ini. Segala peristiwa
yang terjadi dalam hidup  sudah  ditentukan  lebih  dulu  oleh
takdir  Tuhan,  sudah  tertulis  dalam  'Papan Abadi'2 sebelum
Tuhan menciptakan alam ini, dan bahwa nasib dan  ajal  manusia
semua sudah ditentukan, sudah tak dapat dielakkan lagi. Dengan
cara apa pun menurut  kemampuan  usaha  dan  pikiran  manusia,
sudah  tak  dapat  dimajukan  lagi.  Dengan keyakinan ini kaum
Muslimin terjun  ke  medan  perang  tanpa  merasa  takut  sama
sekali.  Kalau mati dalam pertempuran demikian ini sama dengan
mati syahid yang akan langsung masuk surga, maka mereka  yakin
salah satu ini pasti akan mereka capai -syahid atau menang.

"Ajaran  yang  menentukan,  bahwa manusia tidak berdaya dengan
kemauannya yang bebas itu untuk menghindari dosa atau  selamat
dari  siksa, sebagian kaum Muslimin menganggapnya bertentangan
dengan keadilan dan rahmat Tuhan.  Beberapa  golongan  timbul.
Mereka  berusaha  dan  terus  berusaha  hendak meringankan dan
memberi penjelasan mengenai  ajaran  yang  membingungkan  ini.
Tetapi jumlah yang masih sangsi tidak banyak. Mereka ini tidak
termasuk golongan Sunnah (orthodoks).

"Muhammad mendapat inspirasi tentang  ajaran  ini  tepat  pada
waktunya.  Memang ini ilham yang luar biasa terjadi pada waktu
yang tepat sekali. Kejadian ini  persis  sesudah  Perang  Uhud
yang   malang   itu,   yang   tidak   sedikit   makan   korban
sahabat-sahabatnya, termasuk Hamzah pamannya.  Ketika  itulah,
tatkala   kesedihan   dan  kegelisahan  sedang  mencekam  hati
sahabat-sahabat   yang    mengelilinginya,    peraturan    ini
dikeluarkan -- bahwa manusia tak dapat mengelak dari kematian,
bila ajal sudahm tiba, sama saja di tempat tidur atau di medan
perang ...

"Kiranya orang takkan dapat melukiskan suatu ajaran yang lebih
tepat dari ini untuk mendorong sekelompok tentara  yang  bodoh
tidak  berpengalaman itu menyerbu secara buas ke medan perang.
Mereka sudah diyakinkan, kalau hidup mendapat rampasan perang,
kalau  mati  mendapat  surga!  Karena  ajaran ini juga tentara
Muslimin sudah hampir tak dapat dikalahkan lagi.  Akan  tetapi
ini   juga  yang  mengandung  racun  yang  akan  menghancurkan
kekuasaan  Islam  itu.  Begitu  pengganti-pengganti  Nabi  itu
berhenti  sebagai penakluk, begitu mereka menyarungkan kembali
pedangnya untuk selama-lamanya, ajaran jabariah ini pun  mulai
pula   mengerumit  (menggerogoti)  untuk  merusak.  Urat-saraf
Muslimin sudah  peka  terhadap  perdamaian,  juga  sudah  peka
terhadap kekayaan materi yang dibolehkan oleh Qur'an, dan yang
merupakan pemisahan  yang  tajam  antara  prinsip-prinsip  ini
dengan  agama  Kristen,  agama  suci dan kasih sayang. Seorang
Muslim yang ditimpa  kemalangan  menganggapnya  sebagai  nasib
yang  sudah  ditakdirkan Tuhan dan tak dapat dihindarkan, jadi
harus tunduk  dan  menerima,  selama  segala  daya  upaya  dan
pikiran manusia memang tidak berguna.

"Rumus   yang   berbunyi:   "Tolonglah   dirimu,   Tuhan  akan
menolongmu"  dipandang  oleh  pengikut-pengikut  Muhammad  tak
dapat  dilaksanakan, bahkan sebaliknya yang mereka ambil. Dari
sanalah salib berhasil  mengikis  bulan  sabit.  Adanya  bulan
sabit  ini  sampai  sekarang  di Eropa - yang pada suatu waktu
pernah mencapai  kekuatan  yang  luar  biasa  hanyalah  karena
perbuatan  negara-negara  Kristen yang besar-besar; atau lebih
tepat lagi:  karena  persaingan  mereka  sendiri.  Bertahannya
bulan  sabit  itu  barangkali  untuk  menjadi bukti yang baru,
bahwa: "barang  siapa  menggunakan  pedang  akan  binasa  oleh
pedang."

Demikianlah  kata-kata  Washington  Irving,  orang yang dengan
studinya itu belum memungkinkan ia dapat menangkap jiwa  Islam
dan   dasar  kebudayaannya.  Salah  sekali  pendapatnya  dalam
mengartikan soal al-qadza wal-qadar (kadar atau takdir)  serta
soal  ajal itu. Barangkali dia masih dapat dimaafkan mengingat
beberapa buku Islam yang dijadikan bahan bacaannya membuat dia
berpendirian  demikian  itu.  Tetapi  sebaliknya Qur'an, tidak
dapat diukur dengan  kalimat  "Tolonglah  dirimu,  Tuhan  akan
menolongmu"  dari  segi  kuatnya  dorongan Qur'an supaya orang
percaya  kepada  diri  sendiri,  dan  bahwa  manusia  mendapat
imbalan  sesuai  dengan  perbuatan  serta niat yang melahirkan
perbuatan itu.

"Katakan: 'Wahai umat  manusia!  Kebenaran  dari  Tuhan  sudah
datang.  Barang siapa menurut jalan yang benar, maka kebenaran
itu buat kebaikan dirinya, dan barang siapa menjadi sesat, dia
sesat karena dirinya juga'." (Qur'an, 10: 108.)

"Barang  siapa  menurut  jalan  yang benar, maka kebenaran itu
buat kebaikan dirinya; dan barang  siapa  menjadi  sesat,  dia
sesat  karena  dirinya  juga. Seseorang tidak dapat memikulkan
beban orang lain, dan  Kami  tiada  akan  menjatuhkan  siksaan
sebelum Kami mengutus seorang rasul." (Qur'an, 17: 15).

"Barang   siapa   menghendaki  keuntungan  akhirat  akan  Kami
tambahkan  keuntungan   itu,   dan   barangsiapa   menghendaki
keuntungan  dunia akan Kami berikan juga. Tetapi di akhirat ia
tidak mendapat bagian." (Qur'an, 42: 20)

"Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu golongan kalau mereka
tidak mengubah nasib mereka sendiri." (Qur'an, 13: 11.)

Dan contoh serupa ini banyak sekali dalam Qur'an. Jelas sekali
ia menunjukkan bahwa manusia  mendapat  pahala  atau  mendapat
siksa  sumbernya pada kehendak dan perbuatannya sendiri. Tuhan
mendorong manusia berusaha dan mencari rejeki  untuk  makannya
di  muka  bumi  ini.  Mereka  disuruh  berjuang di jalan Allah
dengan ayat-ayat yang cukup jelas dan kuat seperti yang  sudah
kita  baca  sebagian  dalam  buku  ini.  Ini sama sekali tidak
sesuai dengan apa yang dikatakan Irving dan  beberapa  penulis
Barat,  bahwa  Islam agama tawakal, serba tak acuh dan pasrah,
mengajar pemeluknya bahwa  mereka  tidak  berkuasa  atas  diri
mereka  sendiri  untuk  mendatangkan  kebaikan atau keburukan,
jadi tak ada gunanya mereka berusaha  dan  berkehendak,  sebab
usaha  dan  kehendaknya  tergantung kepada takdir Tuhan. Kalau
kita berusaha dan ditakdirkan takkan memberi hasil atas  usaha
kita, tidak akan berhasil juga. Sebaliknya kalaupun kita tidak
berusaha tapi sudah ditakdirkar; kita akan menjadi orang kaya,
orang  kuat  atau  menjadi  orang  beriman, kita pun akan jadi
demikian tanpa ada usaha atau kerja. Ayat-ayat yang sudah kita
kemukakan  itu menolak dan bertentangan sekali dengan pendapat
ini.

Mereka-yang menghubungkan sikap  tawakal  kaum  Muslimin  pada
masa-masa belakangan ini berpegang pada ayat terakhir, seperti
firman Tuhan ini:

"Nyawa yang harus menemui kematiannya,  hanyalah  dengan  ijin
Tuhan, sebab waktunya sudah ditentukan." (Qur'an, 3: 145).

"Setiap  umat sudah mempunyai waktunya tertentu. Apabila sudah
tiba  waktunya,  mereka   takkan   dapat   mengundurkan   atau
memajukannya barang sedikit pun juga." (Qur'an, 7: 34).

"Setiap peristiwa yang terjadi di bumi dan pada dirimu sendiri
sudah ditentukan terlebih dulu  sebelum  Kami  menciptakannya.
Buat Tuhan hal semacam ini mudah sekali." (Qur'an, 57: 22).

"Katakan:  Takkan  ada  yang  menimpa  kita, kalau tidak sudah
ditentukan Tuhan  kepada  kita.  Dialah  Pelindung  kita,  dan
orang-orang  yang  beriman  kepadaNya-lah mempercayakan diri."
(Qur'an, 9: 51)

Kalau pun itu yang menjadi pegangan mereka, sebenarnya  mereka
tidak  dapat  menangkap arti ayat-ayat itu dan yang semacamnya
serta hubungan  erat  yang  digambarkan  antara  hamba  dengan
Tuhannya.  Mereka  sudah  terdorong  dengan dugaan bahwa Islam
mengajarkan  orang  pasrah;  padahal  yang  sebenarnya   Islam
menyuruh  orang  berjuang  dan bersedia mati sebagai pahlawan,
mempertahankan   harga   diri   dan   kehormatannya,    dengan
kebudayaannya   yang  dibangun  atas  dasar  persaudaraan  dan
kasih-sayang.

Sebenarnya ayat-ayat itu dan yang  sejalan  dengan  itu  telah
melukiskan  suatu kenyataan ilmiah yang telah diakui pula oleh
sebagian besar filsuf-filsuf dan sarjana-sarjana Barat  dengan
diberi nama mazhab jabariah (fatalisma) juga dan menghubungkan
pengertian jabr (nasib) ini kepada  hukum  alam  dan  sejumlah
kehidupan   biologis   yang   ada,  sebaliknya  daripada  akan
menghubungkannya kepada kehendak dan kekuasaan  Allah.  Mazhab
yang  sudah diakui oleh sebagian besar filsuf-filsuf Barat ini
tidak lebih puas, tidak lebih toleran, juga tidak lebih sesuai
untuk  umat  manusia  daripada  mazhab filsafat yang disarikan
dari Qur'an Suci itu, seperti yang akan kita lihat nanti.

Jabariah  ilmiah  (scientific  determinism)  ini  berpendapat,
bahwa  ikhtiar3  yang  ada pada kita dalam kehidupan ini ialah
ikhtiar nisbi dengan nilai yang kecil sekali, sedang  pendapat
tentang  ikhtiar  nisbi  ini  lebih  banyak  bergantung kepada
keperluan hidup sosial dari segi  praktisnya  daripada  kepada
kenyataan ilmiah atau filsafat. Kalau mazhab ikhtiar ini tidak
dijadikan  suatu  keputusan,  akan   sulit   juga   masyarakat
menemukan   suatu   patokan   sebagai   dasar   hukumnya   dan
batas-batasnya, akan menyusun suatu pola kehidupan dan tingkah
laku setiap orang yang sudah ditentukan hukumannya itu, dengan
suatu hukuman pidana atau perdata.

Memang benar, bahwa di kalangan sarjana-sarjana dan  ahli-ahli
hukum  itu  ada juga yang tidak mendasarkan patokan hukumannya
kepada pengertian jabr dan  ikhtiar  (nasib  dan  usaha,  atau
sengaja  dan  tidak  sengaja),  melainkan  kepada  reaksi yang
terjadi yang sudah merupakan pegangan masyarakat  yang  hendak
menjaga eksistensi mereka, dan yang juga berlaku buat individu
yang hendak menjaga eksistensinya pula. Buat  masyarakat  yang
berpegang  kepada  reaksi  ini  sama saja, apakah individu itu
bertindak  atas  kemauan  sendiri  atau  tidak  atas   kemauan
sendiri.  Akan  tetapi  tindakan secara ikhtiar (dengan sadar)
ini pada sebagian besar ahli-ahli hukum tetap merupakan  dasar
dalam  menjatuhkan hukuman. Sebagai alasannya ialah orang yang
sudah kehilangan kebebasan atau kemauan, seperti  orang  gila,
anak  kecil  atau orang dungu, ia tidak dikenakan hukuman atas
perbuatannya seperti terhadap orang dewasa  yang  sudah  dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Kalau   pertimbangan-pertimbangan  praktis  dalam  yurispruden
perundang-undangan ini kita kesampingkan dan  kita  hanya  mau
mencurahkannya kepada kenyataan ilmiah dan filsafat, maka kita
melihat jabariah inilah kenyataannya. Tak ada orang yang dapat
memilih  pada  zaman  mana ia mau dilahirkan, pada bangsa apa,
pada lingkungan mana, juga ibu bapa yang siapa, dengan  segala
kekayaan   dan  kemiskinannya,  dengan  segala  kelebihan  dan
kekurangannya. Juga bukan karena dia pria atau  wanita,  bukan
karena  peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya - dalam
banyak hal - yang akan menjadi faktor  utama  dalam  membentuk
dan  mengarahkan  segala  pekerjaan dan kehidupannya. Mengenai
mazhab ini Hippolyte Taine  menyatakan:  "Manusia  itu  produk
lingkungannya."

Tidak  sedikit kalangan sarjana dan para filsuf yang mendukung
kenyataan ini, sampai-sampai  mereka  mengatakan  bahwa  kalau
dunia  kita  dapat  mencapai pengetahuan mengenai segala hukum
dan rahasia hidup manusia ini seperti pengetahuan  yang  sudah
diketahuinya  dalam  hukum  tata surya, tentu orang akan dapat
menentukan nasib setiap individu atau masyarakat dengan  pasti
sekali,  seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli ilmu falak yang
secara  pasti  sudah   dapat   menentukan   waktu-waktu   akan
terjadinya  gerhana  matahari  atau bulan. Namun begitu, tidak
ada orang baik di Barat atau di Timur - yang mengatakan  bahwa
mazhab  jabariah  ini merintangi orang dalam usahanya mencapai
sukses dalam kehidupan,  atau  akan  merintangi  bangsa-bangsa
untuk  terjun  ke  tempat  yang paling baik, juga tak ada yang
mengatakan bahwa bangsa-bangsa yang menganut mazhab  ini  akan
mengalami   kemunduran.   Sungguh   pun  begitu  namun  mazhab
fatalisma di Barat  tidak  memberikan  dorongan  kepada  orang
supaya  berusaha  dan  bekerja  seperti  yang  terdapat  dalam
ayat-ayat  Qur'an  tentang  tanggung  awab  manusia   terhadap
pekerjaannya.

"Dan  bahwa  manusia  hanya memperoleh apa yang diusahakannya.
Dan hasil usahanya itu akan terlihat juga." (Qur'an 53:  39  -
40)

Bukankah  satu  ini  saja  sudah  cukup  tepat sebagai argumen
terhadap  prasangka  pihak  Orientalis  yang   menduga   bahwa
jabariah  Islam  itu  membawa  bangsa-bangsa  yang menganutnya
menjadi mundur?

Bahkan jabariah Islam ini lebih besar memberi  dorongan  orang
berusaha  untuk kebaikan dan untuk mendapatkan hasil rejekinya
dari pada fatalisma di Barat. Kedua mazhab  ini  memang  sudah
bertemu  bahwa  dalam  alam ini sudah ada hukum-hukum yang tak
dapat diubah atau diganti, dan semua yang ada dalam  alam  ini
tunduk   kepada  hukum-hukum  tersebut.  Juga  manusia  tunduk
seperti yang lain yang ada dalam alam  ini.  Tetapi  fatalisma
ini  menundukkan  orang  kepada  lingkungannya  dan  cara yang
turun-temurun yang sudah tak dapat lagi dihindari dan  membuat
iradat  manusia  harus  tunduk kepada lingkungannya. Dalam hal
ini  sudah  tak  ada  jalan  lagi  ia  dapat  mengubah   diri.
Sebaliknya  Qur'an  mengajak iradat setiap individu atas dasar
rasio menuju ke arah yang lebih baik, dan diingatkannya  bahwa
bilamana  hasil  yang  baik  itu sudah ditentukan buat mereka,
maka itu adalah atas usaha mereka  sendiri  dan  mereka  tidak
akan  mendapat  hasil  yang  baik  dengan seenaknya saja tanpa
usaha.

"Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu golongan kalau mereka
tidak mengubah nasib mereka sendiri." (Qur'an, 13: 11)

Setelah  Tuhan  memberi  petunjuk  kepada  umat manusia dengan
kitab-kitab suci  mengenai  apa  yang  harus  mereka  lakukan,
setelah  kepada para nabi dan rasul dibukakan jalan yang benar
dan disuruh memikirkan dan merenungkan segala  isi  dan  hukum
alam  serta  kekuasaan  Tuhan,  maka  dengan  kemampuan mereka
sendiri, mereka akan memikirkan  dan  merenungkan  semua  itu.
Orang  yang sudah beriman akan hal ini dan mengarahkan diri ke
arah itu, tentu ia akan memperoleh apa yang  sudah  ditentukan
Tuhan.   Apabila   sudah  ditentukan  dia  akan  mati  membela
kebenaran atau kebaikan  seperti  diperintahkan  Allah,  tidak
perlu  ia kuatir. Dia dan yang sebangsanya akan tetap hidup di
sisi Tuhan. Manalah anjuran yang lebih besar dari  ini  supaya
orang  berinisiatif, berusaha dan berkemauan?! Dan dimana pula
tempatnya sikap serba tak acuh seperti diduga oleh Irving  dan
Orientalis-orientalis lain itu?

Sikap  serba tak acuh sama sekali bukan tawakal4 kepada Allah.
Dengan bertawakal kepada Allah tidak mungkin orang hanya  akan
bertopang  dagu  berpeluk  lutut  dan meninggalkan segala yang
diperintahkan Tuhan. Bahkan sebaliknya, ia harus bekerja keras
untuk itu, seperti dalam firman Allah:

"Kalau  engkau  telah  berketetapan  hati,  tawakallah  kepada
Allah."

Jadi ketetapan hati dan iradat ini harus  mendahului  tawakal.
Kita  sudah  berketetapan  hati,  lalu  kita bertawakal kepada
Allah, kita mencapai tujuan kita berkat  itu  juga.  Apa  yang
patut  kita  tuju  hanya Dia semata, kita patut bersikap takut
hanya kepadaNya semata - kita akan mencapai semua  hasil  yang
baik  itu  berdasarkan  undang-undang  Tuhan  dalam  alam ini.
Undang-undang   Tuhan   takkan   berubah   dan   tidak    akan
berganti-ganti.  Hasil yang baik ini yang harus menjadi tujuan
kita sampai usaha kita mencapai sukses, atau  kita  akan  mati
karenanya. Hasil usaha baik yang kita capai adalah dari Tuhan.
Segala bencana yang menimpa kita karena perbuatan kita sendiri
dan  karena  kita  menempuh  jalan  bukan ke jalan Allah. Jadi
segala kebaikan dari Tuhan dan segala kesesatan dan  kejahatan
dari perbuatan setan.

Tentang  kekuasaan  Tuhan mengetahui segala yang terjadi dalam
alam sebelum Tuhan menciptakan  alam,  dan  bahwa  Tuhan  Maha
Agung

"... tiada yang tersembunyi padaNya barang seberat atom pun di
langit dan di bumi, tiada yang lebih besar  atau  lebih  kecil
dari  itu,  semua  sudah dalam Kitab yang nyata," (Qur'an, 34:
3.)

berarti bahwa Tuhan telah menentukan beberapa hukum dalam alam
ini  yang  tak  dapat  diubah-ubah dan pengaruhnya harus lahir
pula dari sana.

Apabila sarjana-sarjana berpendapat seperti  yang  sudah  kita
kemukakan  tadi, bahwa bila ilmu yang positif dapat mengetahui
rahasia-rahasia   dan   undang-undang    kehidupan    manusia,
mengetahui  apa  yang  sudah  ditentukan  setiap  individu dan
masyarakat, seperti halnya dalam menentukan  waktu-waktu  akan
terjadinya  gerhana  matahari  dan bulan, maka keimanan kepada
Allah  tidak  bisa   lain   berlaku   juga   keimanan   kepada
kekuasaanNya   yang  mengetahui  segalanya  sebelum  alam  ini
diciptakan. Apabila  seorang  arsitek  bangunan  yang  membuat
sebuah    rencana   rumah   atau   gedung   serta   menantikan
dilaksanakannya rencana itu, dapat  mengetahui  sampai  berapa
lama  kekuatan  bangunan itu dan bagian-bagiannya yang mungkin
akan  bertahan  selama  beberapa  tahun  lagi;  demikian  juga
sarjana-sarjana  ekonomi  berpendapat, bahwa hukum ekonomi pun
memberi kepastian kepada mereka untuk mengetahui adanya krisis
atau  kemakmuran  yang  akan  terjadi  dalam  kehidupan  dunia
ekonomi, maka memperdebatkan ilmu Tuhan mengenai  segala  yang
kecil  dan  yang  besar yang menjadi ciptaanNya dalam alam ini
sifatnya akan sangat merendahkan Tuhan,  suatu  hal  yang  tak
dapat diterima oleh akal sehat.

                                    (bersambung ke bagian 2/6)

2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM                       (2/6)
Muhammad Husain Haekal

Ilmu   ini  tidak  seharusnya  akan  menghentikan  orang  dari
memikirkan hari kemudian mereka serta berusaha  sekuat  tenaga
mengikuti  jalan  yang benar dan menghindarkan diri dari jalan
yang sesat. Ilmu Allah itu  buat  mereka  masih  gaib.  Tetapi
akhirnya  mereka  akan  sampai juga kepada kebenaran sekalipun
agak lambat. Tuhan telah menetapkan  sifat  kasih  sayang  itu
dalam  DiriNya.  Ia  selalu menerima taubat hamba-Nya yang mau
bertaubat dan  sudah  banyak  dosa  yang  diampuniNya.  Selama
rahmat  Tuhan  itu  meliputi  segalanya,  manusia  tidak perlu
berputus asa akan memperoleh jalan yang  benar,  asal  ia  mau
merenungkan dan memikirkan alam semesta ini. Orang tidak perlu
berputus asa dari rahmat Tuhan kalau renungannya itu  akhirnya
akan mengantarkannya ke jalan Allah. Manusia yang celaka ialah
yang tidak mengakui sifat manusianya, dan merasa dirinya sudah
terlampau  besar untuk memikirkan dan merenungkan hal-hal yang
akan mengantarkan dirinya kepada petunjuk Tuhan. Mereka itulah
orang-orang  yang  hendak  menentang Tuhan, bukan mengharapkan
beroleh rahmat Tuhan. Jantung mereka oleh Tuhan sudah ditutup,
mereka  yang  akan menjadi penghuni neraka, yang akan mendapat
tempat yang paling celaka.

Apakah Orientalis-orientalis itu sudah melihat  arti  jabariah
Islam  yang  begitu  tinggi,  begitu luas jangkauannya? Apakah
mereka melihat bahwa anggapan mereka itu memang sangat  lemah,
yang  menduga bahwa jabariah Islam itu menyuruh orang berpeluk
lutut tanpa usaha  atau  mau  menerima  hidup  hina  atau  mau
menyerah  begitu  saja?  Disamping semua itu ajaran ini selalu
memberikan harapan,  bahwa  pintu  rahmat  dan  taubat  selalu
terbuka  bagi  barangsiapa yang mau bertaubat. Apa yang mereka
duga bahwa ajaran ini menyuruh tiap Muslim  menganggap  setiap
keuntungan  dan malapetaka yang menimpa dirinya sebagai takdir
yang sudah ditentukan Tuhan dan oleh karenanya ia  harus  diam
saja,  menerima  segala bencana dan kehinaan itu dengan sabar,
maka semua itu jauh dari kenyataan yang sebenarnya dari ajaran
jabariah  ini,  yang mengajar orang supaya selalu berjuang dan
berusaha untuk memperoleh kerelaan Allah, untuk selalu berhati
teguh  sebelum  tawakal  kepada  Allah.  Apabila  orang  belum
berhasil mendapat sukses sekarang, hendaknya terus ia berusaha
kalau-kalau  besok  ia  berhasil.  Harapannya yang selalu pada
Tuhan agar langkahnya mendapat bimbingan ke arah  yang  benar,
agar  mendapat  pengampunan dari segala dosa, adalah pendorong
yang paling utama untuk berpikir  dan  berusaha  terus-menerus
dalam  mencapai  tujuan  menurut  kehendak Allah. KepadaNya ia
menyembah dan kepadaNya pula ia  meminta  pertolongan.  Tempat
orang  mengharapkan petunjuk batin, dan ke sana pula segalanya
akan kembali.

Sungguh besar kekuatan  yang  dibangkitkan  oleh  ajaran  yang
tinggi  ini  kedalam  jiwa  manusia!  Sungguh  luas  jangkauan
harapan yang dibukakan itu. Kita  terbimbing  kepada  kebaikan
selama  apa yang kita kerjakan memang karena Allah. Kalau kita
sampai disesatkan oleh setan, taubat kita  pun  akan  diterima
selama  pikiran  kita dapat mengalahkan nafsu kita dan membawa
kita kembali ke  jalan  yang  lurus.  Jalan  lurus  ini  ialah
undang-undang  Tuhan dalam ciptaanNya, undang-undang yang akan
menjadi penyuluh kita dengan segenap hati  dan  pikiran  kita,
serta  dengan  permenungan  kita  akan  segala yang diciptakan
Tuhan. Dan kita pun mulai berusaha mengenal semua rahasia alam
itu.

Akan  tetapi,  apabila  sesudah itu masih ada orang yang sesat
dan mempersekutukan Tuhan, masih ada orang yang mau  melakukan
kerusakan  di  muka  bumi ini, masih ada yang mau menutup mata
dari segala arti persaudaraan, maka  itu  adalah  contoh  yang
diberikan  Tuhan  kepada manusia guna memperlihatkan kekuasaan
Tuhan sehingga yang demikian itu kelak menjadi  suatu  teladan
buat  mereka.  Inilah keadilan dan rahmat Tuhan kepada seluruh
umat  manusia.  Orang  tidak  akan  mencegah  atau   membatasi
melakukan  semua  itu.  Tetapi  hukuman  yang akan diterimanya
sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya.

Akan tetapi, buat apa  manusia  berpikir,  buat  apa  bekerja,
kalau maut itu memang selalu mengintai mereka! Bila ajal sudah
sampai sesaat pun tak dapat diundurkan  atau  dimajukan.  Buat
apa  manusia  berpikir  dan  buat apa pula bekerja kalau orang
yang bahagia sudah ditentukan lebih dulu  akan  jadi  bahagia,
dan yang sengsara akan jadi sengsara?

Ini   adalah   pertanyaan   ulangan  sengaja  jawabannya  kita
kemukakan supaya dapat kita lihat masalah ketentuan  ajal  ini
dari  segi  lain:  Apa  yang sudah ditentukan Tuhan lebih dulu
ialah undang-undang alam sejak sebelum alam itu diciptakan dan
sebelum  difirmankan  kepadanya  'Jadilah'! maka ia pun jadi.'
Dalam melukiskan ini tak ada  yang  lebih  tepat  dari  firman
Allah  ini "Tuhan kamu telah menetapkan sifat kasih sayang itu
dalam DiriNya." Ini  berarti  bahwa  kasih  sayang  itu  sudah
menjadi  sifat  Tuhan  dan menjadi salah satu undang-undangNya
dalam alam semesta. Tak ada suatu  kewajiban  yang  diharuskan
terhadap  DiriNya.  Kewajiban memang tidak seharusnya ada atas
Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini Allah berfirman:

"Kami tiada akan menjatuhkan  siksaan  sebelum  Kami  mengutus
seorang rasul."

Apabila  ada suatu golongan yang sesat dan kepada mereka Tuhan
tidak mengutus seorang rasul, maka undang-undang Tuhan  disini
berlaku  -  tiada  seorang  dari mereka akan dijatuhi siksaan.
Buat setiap orang yang beriman,  tanda-tanda  kebesaran  Tuhan
dalam  alam  ini  sudah  wajar  sekali,  bahwa  Tuhanlah  yang
menciptakan alam. Apabila Tuhan sudah mengutus  seorang  rasul
kepada   suatu  golongan,  kemudian  berlaku  hukum  alam  dan
kehendak Tuhan atas golongan itu, yaitu bahwa  setelah  diberi
petunjuk  ada  orang  dari  golongan tersebut yang masih tetap
mempertahankan kesesatannya, maka orang yang telah  menganiaya
dirinya sendiri itu akan menjadi contoh buat orang lain.

Sungguh  naive  sekali untuk mengatakan bahwa orang yang telah
sesat  ini  diperlakukan  tidak  adil  karena  telah  dijatuhi
hukuman  atas  kesesatannya, padahal kesesatan demikian memang
sudah termaktub lebih dulu (ditentukan) terhadap dirinya. Kita
mengatakan  naive  untuk  tidak  mengatakan merendahkan Tuhan,
sebab jalan pikiran yang paling tepat akan  mengatakan  kepada
kita,  bahwa  barangsiapa  yang  sesat,  ia  telah  menganiaya
dirinya, bukan Tuhan yang menganiayanya.

Untuk menjelaskan ini  cukup  kiranya  kita  mengambil  contoh
seorang  ayah  yang  penuh kasih sayang mendekatkan api kepada
anaknya   yang   masih   bayi.   Kalau   sianak   memegangnya,
dijauhkannya  api  itu  seraya  memberi isyarat, bahwa api itu
panas. Kemudian secara berulang-ulang  api  itu  didekatkannya
lagi  kepada sibayi, tidak apa juga kalau jari bayi itu sampai
terbakar sedikit supaya dialami sendiri  dalam  kenyataan  apa
yang  sudah  diperingatkan  kepadanya  itu  dan  supaya selalu
diingat selama hidupnya. Tetapi  bilamana  sesudah  dewasa  ia
masih  mau  memegang  api  atau menceburkan diri ke dalam api,
maka apa yang sudah menimpanya itulah ganjarannya, dan  jangan
ayahnya  yang  disalahkan,  jangan  ada yang minta supaya sang
ayah mengalanginya dari perbuatan itu.  Begitu  juga  misalnya
seorang  ayah  yang sudah memberi petunjuk tentang bahaya judi
atau minuman keras kepada anaknya. Maka  bilamana  sianak  itu
kelak  sudah  dewasa  dan  dia  melanggar  juga apa yang sudah
dilarang oleh ayahnya lalu karenanya ia mendapat bencana, maka
bukanlah sang ayah yang kejam menganiayanya, sekalipun ia akan
mampu mencegah dari berbuat demikian. Sang  ayah  sama  sekali
bukan  kejam kalau membiarkan sianak sampai melanggar apa yang
sudah menjadi larangan, dan ini merupakan contoh buat keluarga
dan  saudara-saudaranya  yang  lain.  Begitu juga keluarga dan
saudara-saudara yang  sampai  ratusan  atau  ribuan  jumlahnya
dalam sebuah kota yang memang banyak godaannya karena pengaruh
keadaan. Sudah  cukup  baik  dan  adil  sekali  kiranya  kalau
konsekwensi  yang tak dapat dihindarkan menimpa mereka sebagai
ganjaran terhadap perbuatan mereka  sendiri.  Itu  akan  dapat
memperbaiki keadaan anggota masyarakat yang lain, meskipun apa
yang telah menimpa anak-anak negeri  yang  aniaya  itu  sangat
disesalkan.  Inilah  contoh keadilan yang paling sederhana dan
berimbang  sehubungan  dengan  masyarakat  manusia  kita  ini,
seperti  yang  sudah  kita  lukiskan  tadi.  Apalagi bila kita
membayangkan dan membandingkan  dengan  alam  semesta,  dengan
makhluk-makhluk yang berjuta-juta banyaknya dalam luasan ruang
dan waktu yang tak terbatas! Apa yang sudah  menimpa  individu
dan  masyarakat  -  karena perbuatannya sendiri - dalam bentuk
yang sudah tidak mampu lagi khayal kita membayangkannya, semua
itu  baru  merupakan  contoh  keadilan atau keseimbangan dalam
bentuknya yang sangat sederhana.

Kalau adanya kekejaman itu kita alamatkan  kepada  sang  ayah,
karena  dia  membiarkan  anaknya yang sesat itu harus menerima
ganjaran kesesatannya, pada hal  kesesatan  itu  memang  sudah
termaktub  atas  dirinya, maka juga beralasan sekali kekejaman
demikian itu kita alamatkan kepada diri kita sebab kita  telah
membunuh  seekor kutu yang sangat mengganggu, dikuatirkan akan
membawa  penularan  kepada  kita,  yang   ada   kalanya   akan
menimbulkan bencana kepada masyarakat kalau ini sampai menular
kepada orang lain. Atau karena kita membuang batu  dari  dalam
kandung empedu atau ginjal kita sebab takut mengakibatkan rasa
sakit atau penderitaan, atau kita memotong salah  satu  bagian
anggota  tubuh  kita  karena dikuatirkan bagian yang rusak itu
akan menjalar  ke  seluruh  badan  dan  akibatnya  akan  fatal
sekali.  Kalau  semua  itu  tidak  kita lakukan, karena memang
sudah termaktub atas diri kita, kemudian kita  menderita  atau
sampai  mati  karenanya,  maka  yang  harus  disalahkan akibat
bencana itu hanyalah diri  kita  sendiri,  sebab  Tuhan  sudah
membukakan  pintu  penderitaan  buat  kita, sama halnya dengan
pintu taubat yang  terbuka  buat  orang  yang  berdosa.  Hanya
orang-orang  bodoh  sajalah  yang  rela  menerima  penderitaan
demikian itu dengan anggapan bahwa itu memang sudah  termaktub
atas dirinya. Ini karena kedunguan dan ketololan mereka saja.

Sementara  kita  melihat  kutu yang dibunuh, batu yang dibuang
dan dicabutnya anggota tubuh yang sakit sungguh adil sekali  -
meskipun  dalam  hukum  alam  sudah termaktub, bahwa kutu akan
mengganggu dan akan membawa penularan penyakit kepada manusia,
batu  dan  anggota tubuh yang sakit akan mendesak bagian tubuh
yang lain sehingga dapat membinasakan - dengan  melihat  semua
ini  bagaimana  kita  tidak akan menganggapnya suatu kebodohan
yang naive sekali, yang tak dapat diterima akal selain pikiran
egoistis  yang  sempit,  yang  melihat keadilan itu hanya dari
segi kita yang  subyektif  saja,  dan  tidak  menghubungkannya
kepada   seluruh  masyarakat  insani,  atau  lebih  dari  itu,
menghubungkannya kepada alam semesta?!

Apa artinya kutu, batu dan manusia  dibandingkan  dengan  alam
ini?  Bahkan  apa  artinya  seluruh  umat manusia dibandingkan
dengan alam? Dengan khayal kita  yang  sempit,  kita  berusaha
hendak  membayangkan  batas-batas alam yang luas, dengan ruang
dan waktu, dengan awal dan akhir, dan dengan segala  kata-kata
yang semacam itu. Sudah tak ada jalan lain lagi buat kita akan
dapat membayangkan bentuk alam ini selain itu,  karena  memang
sangat  terbatas  sekali,  sesuai  dengan pengetahuan yang ada
pada kita, yang juga terbatas, dan masih sedikit  sekali.  Dan
yang  sedikit ini sudah cukup memperlihatkan kepada kita bahwa
undang-undang  Tuhan  dalam  alam  ialah  undang-undang   yang
teratur    dan    seimbang,    yang   tak   berubah-ubah   dan
bertukar-tukar.  Kita  sampai  mengetahui  undang-undang   ini
karena   Tuhan   menganugerahkan   kepada   kita  pendengaran,
penglihatan dan jantung, supaya kita melihat segala  keindahan
ciptaanNya    ini,   dapat   memahami   alam   sesuai   dengan
undang-undangNya itu. Maka  kita  pun  mengagungkan  kemuliaan
Tuhan,  kita  berbuat  baik menurut yang diperintahkanNya. Dan
berbuat baik atas dasar iman, buat mereka yang mengerti  ialah
suatu manifestasi ibadat yang paling tinggi kepada Tuhan.

Maut  ialah  akhir  hidup dan permulaan hidup. Oleh karena itu
yang merasa takut mati hanya mereka yang menolak adanya  hidup
akhirat   dan  merasa  takut  pada  kehidupan  akhirat  karena
perbuatan mereka yang buruk selama dalam dunia.  Mereka  tidak
ingin  mati  mengingat adanya perbuatan tangan mereka sendiri.
Akan tetapi mereka yang  memang  sudah  bersedia  mati,  ialah
orang-orang  yang  benar-benar beriman dan mereka yang berbuat
kebaikan selama hidup di dunia. Seperti dalam firman Allah:

"Dia Yang telah menciptakan Mati dan Hidup untuk menguji  kamu
siapa  diantara  kamu  yang  lebih baik perbuatannya. Dia Maha
Kuasa, Maha Pengampun." (Qur'an, 67: 2)

Dan firmanNya lagi yang ditujukan kepada Nabi:

"Kami tidak pernah menjadikan manusia sebelum engkau itu kekal
selamanya.  Kalau engkau mati, apakah mereka akan hidup kekal?
Setiap jiwa akan merasakan mati dan kamu akan Kami uji  dengan
yang  buruk dan yang baik sebagai suatu cobaan, dan kamu kelak
pun akan kembali kepada Kami." (Qur'an, 21: 34 - 35)

"Perumpamaan  mereka  yang  dibebani  membawa  Kitab   Taurat,
kemudian  tidak mereka bawa, sama seperti keledai yang membawa
kitab-kitab besar. Buruk sekali perumpamaan  orang-orang  yang
mendustakan  ayat-ayat  Tuhan  itu;  dan  Tuhan  tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang  yang  zalim.  Katakanlah:  'Wahai
orang-orang yang menganut agama Yahudi, kalau kamu mendakwakan
bahwa  kamu   sahabat-sahabat   Tuhan   diluar   orang   lain,
nyatakanlah  keinginanmu  akan mati itu -jika benar-benar kamu
jujur. Tetapi kamu tidak akan  pernah  menyatakan  keinginanmu
itu,  karena perbuatan tangan mereka sendiri yang telah mereka
lakukan. Tuhan Maha Mengetahui  akan  orang-orang  yang  zalim
itu." (Qur'an, 62 :5 - 7)

"Dialah  Yang  telah  mengambil jiwamu pada malam hari dan Dia
mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang harinya. Kemudian
kamu   dibangkitkan   kembali   supaya  waktu  tertentu  dapat
dipenuhi. Sesudah itu  kepadaNya  juga  tempat  kamu  kembali.
Kemudian   kepadamu   diberitahukanNya  apa  yang  telah  kamu
kerjakan." (Qur'an, 6: 60)

Inilah beberapa ayat yang sudah jelas sekali menolak apa  yang
dikatakan  orang  bahwa  jabariah  Islam  itu  mengajar  orang
bertopang dagu dan enggan berusaha. Tuhan menciptakan maut dan
hidup  untuk  menguji  manusia,  siapa  daripada  mereka  yang
melakukan perbuatan baik. Perbuatan dalam dunia dan balasannya
sesudah  mati.  Mereka  yang tidak berusaha, tidak berjuang di
muka bumi ini, tidak mencari  nafkah  sebagai  karunia  Tuhan;
kalau  mereka tidak mau menafkahkan harta mereka; kalau mereka
tidak mau  mengutamakan  sahabatnya  meskipun  mereka  sendiri
dalam kekurangan, mereka telah melanggar perintah Tuhan.

Sebaliknya,  bilamana  semua  itu  mereka lakukan dengan baik,
perbuatan mereka akan diterima baik oleh Allah dan  pada  hari
kemudian  mendapat  pahala  dan  balasan yang baik. Tuhan akan
menguji kita dalam hidup kita ini dengan yang  baik  dan  yang
buruk  sebagai  suatu cobaan. Dengan otak kita, kita juga yang
dapat  membedakan  mana  yang  baik  dan  mana   yang   buruk.
Barangsiapa  berbuat  baik  seberat  atom pun akan dilihatnya,
barangsiapa  berbuat  keburukan   seberat   atom   juga   akan
dilihatnya. Kalau apa yang sudah menimpa kita itu bukan karena
sudah ditentukan Tuhan terhadap diri kita,  niscaya  itu  akan
membuat  kita  lebih  tekun  melakukan  kebaikan untuk melihat
hasil yang baik pula. Sesudah itu sama saja buat kita:  adakah
Tuhan  akan menjadikan kita manusia yang kuat, yang masih giat
bekerja, atau akan dikembalikan ke usia yang sudah pikun, yang
sudah  tidak  dapat  kita  ketahui lagi apa yang dulunya sudah
pernah kita ketahui. Kriterium  atau  ukuran  hidup  seseorang
bukanlah  dari  jumlah tahun yang sudah ditempuhnya, melainkan
dari perbuatan-perbuatan  baik  apa  yang  sudah  dilakukannya
selama  itu, dan yang akan menjadi peninggalannya. Mereka yang
sudah meninggal di jalan Tuhan (dalam berbuat kebaikan), dalam
pandangan  Tuhan  mereka  hidup,  di  tengah-tengah  kita juga
kenangan mereka tetap  hidup.  Berapa  banyak  nama-nama  yang
tetap  kekal selama berabad-abad karena orang-osrang itu telah
mengabdikan diri dan  segala  daya  upayanya  untuk  kebaikan,
mereka  itu  berada  di  tengah-tengah  kita yang masih hidup,
sungguh pun mereka telah berpulang sejak  ratusan  tahun  yang
lalu.

"Apabila sudah tiba waktunya, mereka takkan dapat mengundurkan
atau memajukannya barang sedikit pun juga."

Inilah yang benar. Hanya ini yang sesuai  dengan  hukum  alam.
Manusia   sudah   mempunyai  batas  waktu  yang  takkan  dapat
dilampauinya. Sama halnya dengan  matahari  dan  bulan,  sudah
mempunyai  waktu-waktu  gerhana  yang  tidak berubah-ubah, tak
dapat dimajukan atau diundurkan. Waktu yang  sudah  ditentukan
ini   lebih  mendorong  orang  untuk  berusaha  dan  melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik. Ia akan berusaha sekuat tenaga.

Ia tidak tahu kapan ia akan menemui ajalnya. Bilamana ajal itu
sampai  maka  balasannya  apa  yang  sudah  dikerjakannya.  Di
hadapan kita setiap hari sudah ada  buktinya  bahwa  ajal  itu
takdir  yang  tak  dapat dielakkan. Ada orang yang mati dengan
tiba-tiba dan orang tidak tahu apa sakitnya.  Ada  orang  yang
sakit,  yang  sudah  sekian puluh tahun menderita dan merintih
melawan  penyakitnya  itu  sampai  ia  tua  serta  sudah   tak
bertenaga  lagi.  Dari kalangan kedokteran dewasa ini ada yang
berpendapat  bahwa  manusia  itu   dilahirkan   dalam   proses
pembentukannya sudah ada benih yang menentukan hidupnya. Jarak
waktu  yang  akan  ditempuh  oleh  benih  itu  untuk  mencapai
tujuannya   yang  terakhir  dapat  pula  diketahui  asal  saja
benihnya sendiri dapat kita ketahui. Tetapi  untuk  mengetahui
benih  ini  bukan  soal yang begitu mudah. Adakalanya ia dalam
bentuk fisik, tersembunyi dalam salah satu bagian dalam  tubuh
-  bagian  yang  penting atau tidak penting - adakalanya dalam
bentuk  psychis   dalam   pikiran   kita,   bertalian   dengan
lapisan-lapisan   otak   yang   akan   mendorong   pihak  yang
bersangkutan hidup berpetualang  dan  mau  menghadapi  bahaya,
atau sebagai pemberani. Allah mengetahui belaka semua itu. Dia
yang mengetahui saat kematian setiap manusia  itu  akan  tiba,
menurut hukum alam, tanpa dapat diubah dan ditukar-tukar.

Sebagai  tanda  kasih  sayang Tuhan, Ia tidak akan menjatuhkan
siksaan sebelum mengutus seorang rasul  yang  akan  memberikan
bimbingan   kepada  manusia  dalam  mencapai  Kebenaran  serta
menjelaskan  pula  jalan  kebaikan  yang  harus   ditempuhnya.
Sekiranya Tuhan akan menghukum manusia karena perbuatan mereka
yang salah, niscaya takkan ada makhluk hidup di muka bumi  ini
yang  akan ketinggalan. Tuhan menunda mereka sampai pada waktu
tertentu sampai mereka dapat  mendengarkan  dan  mau  menerima
ajakan  para rasul itu dan tidak sampai benar mereka terpesona
oleh godaan hidup duniawi. Tuhan tidak mengutus para rasul itu
dari   kalangan   raja-raja,   orang-orang  kaya,  orang-orang
berpangkat atau dari  kalangan  orang  cerdik  pandai.  Mereka
diutus  dari kalangan rakyat jelata. Nabi Ibrahim tukang kayu,
ayahnya  pun  tukang  kayu.  Nabi  Isa  juga  tukang  kayu  di
Nazareth.  Juga  tidak sedikit dari nabi-nabi itu yang tadinya
penggembala   kambing,   termasuk   Nabi   penutup    Muhammad
'alaihissalam.  Tuhan  mengutus  para rasul dari rakyat jelata
itu untuk memperlihatkan bahwa  Kebenaran  itu  bukan  menjadi
milik  orang-orang  kaya atau orang-orang kuat melainkan milik
orang yang mencari Kebenaran demi kebenaran semata.  Kebenaran
yang azali, yang abadi, ialah orang yang baru sempurna imannya
apabila ia sudah dapat mencintai saudaranya seperti  mencintai
dirinya sendiri.
                                    (bersambung ke bagian 3/6)
2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM                       (3/6)
Muhammad Husain Haekal

"Yang  paling  mulia  di  kalangan  kamu dalam pandangan Tuhan
ialah yang  paling  takwa  -  yang  dapat  menjaga  diri  dari
kejahatan."

"Dan  bekerjalah,  nanti  Tuhan  akan  melihat hasil pekerjaan
kamu, dan balasan diberikan hanya sesuai dengan apa yang  kamu
lakukan."

Dan  Kebenaran  terbesar  ialah  bahwa  Allah itu Benar, tiada
Tuhan selain Dia.

Maut, akhir dan  permulaan  hidup.  Akhir  hidup  duniawi  dan
permulaan  hidup akhirat. Soal hidup duniawi yang kita ketahui
hanya sedikit sekali. Yang kita ketahui  tentang  hidup  hanya
yang  berhubungan  dengan  indera  kita, dengan akal kita yang
membimbing kita, kemudian dengan jantung kita yang  membukakan
rahasia  hidup  itu kepada kita. Sedang mengenai hidup akhirat
tak  ada  yang  dapat  kita  ketahui  selain  apa  yang  sudah
diterangkan  Tuhan  kepada  kita.  Hukum-hukum  alam buat kita
masih  gelap.  Ilmunya  ada  pada  Tuhan.   Apa   yang   sudah
diterangkan  Tuhan  dalam  Kitab  Suci  mengenai hal ini sudah
memadai kiranya, bahwa  itu  adalah  tempat  pembalasan.  Kita
menyiapkan  diri  kita  dalam dunia ini dengan perbuatan kita,
dengan kehendak dan niat kita serta sikap  kita  sesudah  itu;
kita  bertawakal  kepada  Allah  akan adanya balasan yang adil
itu. Sedang apa  yang  dibalik  itu  soalnya  ada  pada  Tuhan
semata-mata.

Sudahkah  agaknya  mereka  sependapat dengan Washington Irving
dari kalangan Orientalis dan diluar Orientalis  dalam  melihat
sampai   berapa  jauh  kesalahan  mereka  dalam  menggambarkan
jabariah Islam itu? Yang kita catat disini hanyalah  yang  ada
didalam Qur'an. Kita tidak ingin menempatkan masalah ini dalam
suatu perdebatan seperti pendapat ahli-ahli  ilmu  kalam  dari
kalangan  kaum  sufi  dan  yang lain, termasuk para filsuf dan
golongan-golongan tertentu dalam kalangan Muslimin. Yang jelas
sekali  kesalahan  Irving  ialah dugaannya bahwa masalah qadza
dan qadar (takdir atau nasib) dan  ketentuan  umur  diturunkan
dan disebutkan di dalam Qur'an sesudah Perang Uhud dan setelah
terbunuhnya Hamzah sebagai syahid utama.  Pada  hal  ayat-ayat
yang  sudah  kita  kutipkan  itu ialah ayat-ayat yang turun di
Mekah  sebelum  hijrah   dan   sebelum   peperangan-peperangan
dimulai.  Irving dan yang semacamnya telah terjerumus ke dalam
kesalahan semacam itu sebab mereka tidak mau menyulitkan  diri
dalam  membahas persoalan yang begitu penting dengan cara yang
ilmiah dan cermat. Bahkan mereka menggambarkan  Islam  menurut
konsepsi  yang  sejalan  dengan  kecenderungan  mereka sendiri
sebagai orang-orang  Kristen,  lalu  mereka  mengarang-ngarang
dalil  menurut nafsu mereka sendiri, dengan dugaan bahwa dalil
mereka itu akan sudah meyakinkan pembaca tanpa ada orang  lain
yang akan membuktikan kesalahan mereka itu.

Kalau  kalangan  Orientalis dapat memahami arti jabariah Islam
seperti yang sudah kita gambarkan, niscaya mereka  dapat  pula
menghargai  konsepsi  filsafatnya  yang  begitu tinggi, begitu
dalam  melukiskan  hidup  ini   sehingga   dapat   menampilkan
teori-teori  ilmu  dan  filsafat.  Dan  ini telah dicapai oleh
pikiran   manusia   dalam   pelbagai   zaman   dengan   segala
perkembangan  dan  kemajuannya.  Pengertian filsafat Islam ini
ialah  pengertian  yang  berimbang,  yang  tidak  mempersempit
pengertian  determinisma,  dunia  sebagai  kemauan dan pikiran
(die Welt als Wille und  Vorstellung)  dan  evolusi  kreatif.5
Bahkan  semua  mazhab itu, dalam susunannya mengikuti jalannya
hukum alam dan kehidupan. Kalau  pun  disini  tempatnya  tidak
cukup  memadai untuk menjelaskan gambaran ini, namun akan saya
coba meringkaskannya dengan seteliti dan sejelas mungkin. Saya
kira  orang  yang  sudah  membaca  apa  yang  saya  tulis akan
sependapat, bahwa dari semua yang pernah kita ketahui  tentang
teori-teori,  pengertian  ini  memang  sangat tinggi, luas dan
dalam sekali. Pengertian ini  kemudian  hari  akan  membukakan
jalan pada pemikiran umat manusia yang lebih agung.

Sebelum  saya  menjelaskan ini secara ringkas, ada dua masalah
ingin saya catat dalam hal  ini,  hendaknya  jangan  dilupakan
pertama dengan ini saya tidak bermaksud hendak menentang teori
Kristen. Apa yang pernah diajarkan Isa, oleh Islam juga diakui
seperti  sudah  beberapa  kali  saya  sebutkan dalam buku ini.
Hanya saja apa  yang  diajarkan  Islam  lebih  menyeluruh  dan
memahkotai    semua   kenabian   dan   kerasulan   sebelumnya.
Kitab-kitab Injil telah juga menegaskan kata-kata  Yesus  ini.
"Janganlah  kamu  menyangka  bahwa Aku datang untuk meniadakan
Hukum Taurat atau kitab para  nabi.  Aku  datang  bukan  untuk
meniadakannya  melainkan  untuk  menggenapinya."  Begitu  juga
keimanan Muslimin kepada Ibrahim, kepada Musa, kepada Isa  dan
nabi-nabi  yang  lain  sebelum  itu,  semua  sama.  Hanya saja
kedatangan Islam melengkapi apa yang telah diutus Tuhan kepada
mereka  itu,  mengoreksl  kata-kata yang telah dibelokkan oleh
pengikut-pengikut mereka, dari  arti  yang  sebenarnya.  Kedua
mengenai   filsafat  Islam  yang  diambil  dari  Qur'an  sudah
dikemukakan orang sebelum saya,  meskipun  tidak  sama  dengan
yang  saya kemukakan sekerang ini. Hanya saja yang saya tempuh
dalam hal ini sesuai dengan garis tuntunan Qur'an  dan  dengan
cara  yang  sesuai  dengan  metoda  ilmiah sekarang. Kalau ini
berhasil mencapai sasarannya, sudah tentu  karena  rahmat  dan
karunia  Tuhan  juga. Kalau hasil itu belum juga saya peroleh,
maka doa yang paling besar saya panjatkan kepada  Tuhan  ialah
semoga  mereka  yang  berpengetahuan  dapat  memberi  petunjuk
kepada saya untuk mencapai sasaran itu.

Yang mula-mula ditentukan oleh Qur'an ialah bahwa Tuhan  sudah
menentukan  hukum  tertentu dalam alam semesta ini, yang tidak
berubah-ubah dan bertukar-tukar. Sudah tentu  alam  itu  bukan
hanya  planet  kita  ini saja dengan segala isinya, Juga bukan
terbatas hanya pada apa yang tertangkap oleh pancaindera  kita
saja  yang  terdiri  dari planet-planet dan tata surya, tetapi
alam itu ialah segala yang diciptakan Tuhan,  yang  dapat  dan
yang tidak dapat dirasakan - sensibilia dan insensibilia, yang
nyata dan yang gaib. Untuk  mengetahui  hal  ini  benar-benar,
cukup  kalau  kita  bayangkan  bahwa pengetahuan yang ada pada
kita memang sedikit sekali: eter yang ada di sekitar kita  dan
sekitar  tata  surya yang lain, listrik yang memenuhi eter dan
memenuhi bumi kita, jarak yang  begitu  jauh  memisahkan  kita
dari  matahari  dan  planet-planet  lain  yang lebih jauh dari
matahari, dan di balik planet-planet itu yang jaraknya  sampai
ribuan tahun cahaya lebih jauh dari matahari.6

Kemudian,  dibalik  semua itu yang tiada terbatas, yang takkan
dapat dijangkau oleh imajinasi kita, dan yang halnya ada  pada
Tuhan ilmunya    semua  itu  berjalan menurut hukum yang sudah
pasti tak berubah-ubah. Apa yang sudah kita ketahui semua  ini
berdasarkan  data  ilmiah menurut istilah kita sekarang - yang
tidak mencampur adukkan fantasi dengan fakta.  Kemudian  fakta
itu  disamping  fantasi  menjadi makin kecil sampai sedemikian
rupa, kemudian fakta itu masih tinggal sejauh yang dapat  kita
ketahui,  yang  dapat  kita  ukur menurut ukuran kita, dan apa
yang kita peroleh dengan dasar itu,  itulah  yang  kita  sebut
hukum  alam  dan  kehidupan. Kalau kita mau melepaskan fantasi
kita sebebas-bebasnya untuk menggambarkan betapa kecilnya  apa
yang  kita  ketahui itu, tentu contohnya akan banyak sekali di
hadapan kita, sehingga ruangan dalam buku ini pun akan terlalu
sempit  karenanya.  Kita  ambil misalnya penghuni planet Mars.
Mereka membangun sebuah pemancar dengan  kekuatan  100.000.000
kilowatt  supaya  dengan  demikian  apa yang terjadi di tempat
mereka  diperdengarkan  dan  diperlihatkan   melalui   pesawat
televisi  kepada kita penghuni bumi ini. Sesudah itu, dapatkah
kita menahan pikiran kita? Sedang Mars  bukanlah  planet  yang
terjauh  jaraknya dari kita, juga bukan yang paling sulit akan
dapat kita hubungi.

Pengetahuan kita tentang alam ini yang hanya  sedikit  sekali,
segala  yang  ada  dalam alam itu memberi pengaruh juga kepada
kehidupan bumi kita dengan segala isinya. Andaikata satu  saja
dari  planet-planet  itu  dengan  ketentuan dari Tuhan berbeda
edarannya, tentu hukum alam itu akan jadi berubah, dan berubah
pula  hidup kita yang pendek dan sedikit ini, terpengaruh oleh
keadaan di sekitar  kita,  oleh  hal-hal  yang  tiada  penting
sekalipun. Hidup itu terpengaruh dan tunduk kepada kodrat alam
karena  peristiwa-peristiwa  alam  yang   besar-besar.   Dalam
menerima  pengaruh  itu  kadang  ia menjurus kepada yang baik,
kadang malah menyimpang. Baik dalam tujuan  yang  menjurus  ke
arah  yang baik atau yang menyimpang, dalam kedua hal itu atas
dasar yang mempengaruhinya tidak didorong  oleh  faktor-faktor
kehidupan saja melainkan juga oleh kesediaannya dalam menerima
pengaruh kehidupan itu serta kekuatan yang timbal-balik saling
mempengaruhi.  Ada beberapa faktor tertentu yang dapat memberi
pengaruh besar dan beranekarupa kedalam jiwa  orang.  Kemudian
pengaruh-pengaruh  itu  akan  saling  terdesak ke sudut. Salah
satu diantaranya akan  jadi  juru  pemisah,  akan  jadi  batas
antara yang baik dengan yang jahat. Yang selebihnya, yang satu
akan menjurus kepada yang baik, yang lain kepada yang jahat.

Adanya yang baik dan yang jahat dalam kehidupan ini tidak lain
ialah  suatu  akibat  saja  dari adanya saling pengaruh antara
faktor-faktor  kehidupan  dengan  jiwa  manusia.  Oleh  karena
itulah  yang  baik dan yang jahat itu sudah merupakan sebagian
dari gejala hukum yang sudah  pasti  dalam  alam  ini.  Adanya
kedua  sifat  baik  dan  jahat  ini sudah pula merupakan suatu
keharusan, seperti halnya  dengan  negatif  dan  positif  yang
merupakan suatu keharusan adanya listrik. Demikian juga adanya
beberapa macam kuman sudah  merupakan  keharusan  hidup  dalam
tubuh manusia.

Tidak  ada  suatu  kejahatan  hanya  untuk kejahatan saja atau
kebaikan hanya untuk  kebaikan  saja;  tetapi  itu  tergantung
kepada maksud yang menjadi tujuannya serta akibat yang terjadi
karenanya. Adakalanya terjadinya kejahatan  dan  kebaikan  itu
karena  keharusan yang mendesak sekali. Alat-alat perusak yang
digunakan dalam peperangan untuk menghancurkan jutaan manusia,
memusnakan  karya-karya ciptaan manusia yang sungguh agung dan
indah, diwaktu damai besar sekali artinya. Kalau tidak  karena
dinamit  manusia takkan mampu membelah terowongan dan memasang
jalan  kereta   api   didalamnya,   takkan   mampu   menemukan
tambang-tambang   yang  berisikan  harta  karun  terdiri  dari
batu-batu dan logam yang  sangat  berharga.  Begitu  juga  gas
beracun  yang  dilepaskan  orang  yang sedang berperang kepada
penduduk sipil dari bangsa yang diperanginya dan yang dianggap
sebagai suatu cemar dan cacat besar kepada perikemanusiaan dan
sebagai suatu manifestasi  kebiadaban  dan  kepengecutan  yang
tiada taranya, dimasa damai gas ini besar sekali faedahnya; ia
dapat mengabdi kepada perikemanusiaan, menolong  umat  manusia
dari  pelbagai penyakit menular yang cukup mengerikan. Gas ini
juga yang dapat menjernihkan air dari  kuman-kuman  berbahaya,
seperti  gas  chlorine  misalnya.  Dalam  dunia  perkapalan ia
berguna sekali karena sebagian dapat digunakan  membasmi  hama
tikus  dan  sebagian  lagi  dapat  membahayakan kehidupan para
nelayan. Dahulu kala orang membayangkan, bahwa ada jenis-jenis
serangga,  burung  dan  binatang-binatang yang sama sekali tak
ada gunanya. Tetapi kemudian setelah diselidiki dan dipelajari
betapa  besar  manfaat  serangga-serangga,  burung-burung  dan
binatang-binatang itu buat  manusia.  Negara  pun  telah  pula
membuat  undang-undang  memberikan  suaka  dan  melarang orang
membunuh  atau  memburunya,  mengingat  betapa   menguntungkan
makhluk-makhluk  itu  untuk  umat  manusia.  Mereka yang telah
mempelajari makhluk-makhluk ini melihat bahwa  makhluk-makhluk
ini  ingin  damai, ingin sekali menyesuaikan diri dengan dunia
disekitarnya  dalam  batas-batas   ia   dapat   mempertahankan
eksistensinya,   supaya   dapat  pula  ia  mengimbangi  adanya
kebaikan yang harus dipelihara.  Binatang-binatang  ini  tidak
mengganggu,  kecuali  bila hendak membela diri, bila ada pihak
yang menyerangnya atau yang mengganggunya.

Juga  perbuatan-perbuatan  kita  sebagai  manusia  tidak   ada
kebaikan  hanya untuk kebaikan saja atau kejahatan hanya untuk
kejahatan saja; tetapi yang ada, semua itu  tergantung  kepada
maksud  yang  menjadi  tujuannya  serta  akibat  yang  terjadi
karenanya. Bukankah pembunuhan itu suatu perbuatan  dosa  yang
dilarang?  Sungguhpun  begitu  dalam melarang pembunuhan Tuhan
berfirman:

"Dan janganlah kamu membunuh yang oleh Tuhan  sudah  dilarang,
kecuali  jika  atas  dasar  kebenaran."  Membunuh  atas  dasar
kebenaran tidak berdosa. "Dengan  hukum  qishash  itu  berarti
suatu kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang yang mengerti
..."

Algojo yang membunuh  seorang  penjahat  yang  telah  dijatuhi
hukuman   mati,  orang  yang  membunuh  karena  membela  diri,
prajurit yang membunuh karena membela tanah air, orang beriman
yang   membunuh  supaya  jangan  digoda  orang  dan  keyakinan
agamanya - mereka semua tidak melakukan perbuatan dosa,  tidak
melakukan  pelanggaran.  Tidak lebih mereka hanya menyampaikan
tugas yang telah diwajibkan Tuhan kepada mereka,  dan  balasan
untuk  mereka  pun  sebagai  orang-orang  yang  telah  berbuat
kebaikan.

Apa  yang  berlaku  terhadap  pembunuhan  itu,  berlaku   juga
terhadap  yang  lain,  terhadap perbuatan-perbuatan yang silih
berganti antara yang baik  dengan  yang  jahat.  Sarjana  yang
telah menemukan alat-alat perusak untuk kepentingan pertahanan
tanah air, atau alat-alat perusak yang dapat  memberi  manfaat
kepada dunia di masa damai, orang yang membuat senjata, setiap
pekerja, setiap orang di muka  bumi  ini,  apakah  ia  bekerja
untuk  melakukan  pekerjaan  baik  atau melakukan pelanggaran,
tergantung kepada sasaran yang menjadi tujuannya serta  akibat
yang terjadi karena perbuatannya itu.

Ini  adalah  iradat  dan  undang-undang Tuhan dalam alam. Oleh
karena dalam menangkap hukum ini manusia yang diciptakan Tuhan
itu  kesanggupannya  bertingkat-tingkat satu dengan yang lain,
maka ada orang yang hanya memusatkan seluruh kegiatannya  pada
"titik" tempat ia dilahirkan, serta berusaha mengembangkan dan
memeliharanya, ada pula yang bakatnya dalam kerajinan,  sedang
yang  lain  punya bakat dalam bidang usaha lain - dalam bidang
kesenian, tehnik, ilmu pengetahuan misalnya, yang tidak begitu
mudah  bagi  mereka  akan dapat menangkap arti hukum itu. Oleh
karena mengenal hukum alam itu merupakan  dasar  bagi  manusia
supaya  ia  dapat  mencapai  tujuan  hidupnya,  maka  ada pula
diantara mereka yang telah diberi bakat  kenabian.  Yang  lain
diberi  kesanggupan  untuk menjelaskan ajaran itu kepada kita,
mana yang baik dan  mana  pula  yang  jahat.  Yang  lain  lagi
mendapat  karunia  berupa  ilmu  dan pikiran yang akan membuat
mereka menjadi pewaris para nabi, maka dituntunnya kita kepada
apa  yang  harus  kita  lakukan  dan apa- pula yang harus kita
hindarkan. Juga kita  dilengkapi  dengan  tenaga  pikiran  dan
perasaan,  supaya  kita  dapat menangkap ajaran yang diberikan
kepada kita. Dengan itu kita dapat melatih  diri  supaya  kita
dapat  mencapai  tujuan  kita  dalam hidup ini sebaik-baiknya,
supaya kita dapat mengajak orang  berbuat  baik  dan  mencegah
melakukan kejahatan.

Sungguhpun  begitu,  apabila  ada  orang-orang yang terjerumus
dalam hal ini sampai mereka itu melakukan pelanggaran  -  lalu
untuk  menjaga  eksistensinya  masyarakat  menjatuhkan hukuman
kepada mereka dengan maksud supaya  pelanggaran  mereka  tidak
sampai  merugikan  masyarakat  - maka adanya hukuman ini tidak
berarti suatu jalan buntu untuk mereka bertaubat  dan  kembali
kepada  kebenaran. Barangsiapa melakukan perbuatan dosa karena
tidak tahu kemudian ia menyadari  dan,  mau  mengubah  keadaan
dirinya,  mau  kembali  kepada Tuhan sebagai orang yang patuh,
Tuhan  akan  mengampuni  dosanya  yang  telah  lampau.  Dengan
demikian  orang  yang  telah  bersalah  dan  berbuat dosa akan
mengambil  pelajaran  dari  peristiwa  sejarah  itu  dan  akan
membersihkan  hatinya.  Ia  akan  kembali  ke jalan yang benar
dengan penuh taubat, dan Allah pun  akan  menerima  taubatnya,
sebab Dia Maha Pengasih dan Pengampun.

Gambaran  kehidupan  demikian ini dapat mempertemukan beberapa
aliran filsafat yang bermacam-macam, yang tadinya diduga tidak
akan  dapat  dipertemukan.  Jelas  sekali bahwa eksistensi ini
suatu kemauan. "Sesungguhnya perintah  Kami  terhadap  sesuatu
apabila  Kami  menghendakinya  Kami hanya mengatakan kepadanya
'Jadilah!' maka ia pun jadi." Alam dapat memantulkan apa  yang
dapat  ditangkap oleh daya rasa dan apa yang tidak. Alam sudah
mempunyai hukum-hukum tertentu, yang  dalam  batas-batas  ilmu
kita  yang  nyata  ini  kita  dapat  mengetahui  apa yang akan
dicapai oleh pikiran kita. Makin bertambah kita berusaha  akan
makin  bertambah pula penemuan kita tentang alam. Yang menjadi
dasar hukum alam ialah kebaikan. Akan tetapi kejahatan  selalu
hendak  melawannya  dan  kadang  sampai hampir mengalahkannya.
Perlawanan kebaikan terhadap kejahatan,  itulah  yang  disebut
evolusi  kreatif  yang  telah membawa kemajuan yang luar-biasa
kepada alam dan umat manusia, sehingga dengan langkah  itu  ia
telah mencapai kesempurnaannya seperti sekarang ini.

Kita  sudah  melihat,  bahwa  gambaran  ini  mengandung  suatu
konsepsi  dengan  tujuan  hidup  yang  lebih  sempurna  dengan
lukisan  yang  begitu  baik yang pernah dikenal oleh pemikiran
filsafat. Disamping apa yang  sudah  kita  sebutkan,  hal  ini
menunjukkan  penggambaran Qur'an mengenai evolusi rohani dalam
kehidupan sejak Tuhan menciptakan bumi dengan  segala  isinya.
"Tuhan  telah  menciptakan  langit  dan  bumi dalam enam hari,
kemudian Dia pun berkuasa diatas Singgasana." Adakah enam hari
ini  sama  dengan  hari-hari  kita  di  bumi ataukah hari-hari
seperti dalam firman Tuhan:

"Satu hari menurut Tuhanmu sama dengan  seribu  tahun  menurut
perhitungan kamu." (Qur'an, 22: 47)

                                    (bersambung ke bagian 4/6)

2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM                       (4/6)
Muhammad Husain Haekal

Tetapi  bukanlah  disini tempatnya kita mengadakan pembahasan.
Kalau pun kita menjumpai adanya teori evolusi, dan yang  sudah
menjadi  salah satu pula undang-undang Tuhan dalam alam, namun
pembicaraan dalam  hal  ini  masih  akan  luas  sekali.  Tuhan
menciptakan  Adam  dan  Hawa lalu berkata kepada para malaikat
supaya bersujud kepada Adam. Selain Iblis mereka pun bersujud,
Iblis  masih  tetap  menolak  meskipun Tuhan telah mengajarkan
semua nama-nama kepada Adam, seperti dalam firman Allah:

"Hai Adam! Tinggallah engkau dengan isterimu di  dalam  surga!
Dan  makanlah  mana  yang  kamu sukai, tetapi pohon ini jangan
kamu dekati, sebab nanti kamu akan menjadi  orang  yang  salah
karenanya.  Lalu datang setan membisikkan pikiran jahat kepada
mereka, supaya aurat mereka yang tertutup  dibuka.  Dan  setan
pun  berkata: 'Tuhan melarang mendekati pohon ini hanya supaya
kamu berdua jangan menjadi malaikat atau  menjadi  orang-orang
yang kekal.' Dan dia bersumpah kepada mereka: 'Sungguh aku ini
penasehat kamu.' Lalu dengan tipu daya  itu  setan  pun  dapat
menjatuhkan  mereka  berdua;  setelah  keduanya merasakan buah
pohon itu, tampaklah bagi mereka berdua itu aurat mereka, lalu
mereka  pun  menutupi diri dengan daun pohon surga. Oleh Tuhan
kedua mereka dipanggilNya: 'Bukankah Aku telah  melarang  kamu
berdua dari pohon itu dan sudah Kukatakan kepadamu bahwa setan
itu musuh yang jelas sekali buat kamu.'  Keduanya  mengatakan:
'Wahai  Tuhan  kami.  Kami telah menganiaya diri kami sendiri.
Kalau tidak karena pengampunan dan  rahmat  yang  akan  Engkau
limpahkan  kepada  kami,  niscaya kami akan menjadi orang yang
rugi.'  Tuhan  berkata:  'Turunlah  kamu.  Kamu  akan   saling
bermusuhan.  Kamu  akan tinggal dan hidup di dunia sampai pada
waktu tertentu!' Tuhan berkata: 'Di tempat itu kamu hidup,  di
sana  kamu akan mati dan dari sana pula kamu akan dibangkitkan
kembali. Wahai  anak  Adam!  Kepadamu  Kami  telah  menurunkan
pakaian  penutup  auratmu,  dan pakaian perhiasan. Akan tetapi
pakaian takwa itu lebih  baik.  Itulah  tanda-tanda  kebesaran
Tuhan,  supaya kamu ingat. Wahai anak Adam! Jangan sekali-kali
kamu dapat ditipu oleh setan seperti yang  dilakukannya  dalam
mengeluarkan  ibu  bapamu  dari surga. Ia menanggalkan pakaian
mereka  berdua  untuk  saling  memperlihatkan  aurat;  ia  dan
pengikut-pengikutnya  dapat  melihat kamu dari suatu arah yang
tak dapat kamu lihat mereka. Kami telah menjadikan  setan  itu
pemuka-pemuka mereka yang tiada beriman." (Qur'an, 7: 19-27)

Adam  dan  Hawa turun dari surga, sebahagian keturunannya satu
sama lain akan saling bermusuhan. Mereka turun dengan kekuatan
yang  diberikan Tuhan untuk memperjuangkan hidup, dan demikian
seterusnya generasi demi generasi.

Gejala pertama kehidupan manusia di dunia ini ialah  kekerasan
dan fanatisma, seperti dalam firman Allah:

"Ceritakanlah  kepada  mereka  dengan  sebenarnya  kisah kedua
putera Adam itu ketika keduanya mempersembahkan  kurban.  Dari
yang  seorang  diterima,  dari  yang  lain tidak. Yang seorang
berkata: 'Akan kubunuh engkau.'  Yang  lain  menjawab:  'Tuhan
hanya menerimanya dari orang-orang yang bertakwa. Kalau engkau
menggerakkan  tangan  hendak  membunuhku,   aku   tidak   akan
menggerakkan  tanganku  untuk  membunuhmu.  Sungguh  aku takut
kepada  Allah,  Tuhan  semesta  alam.  Akan  kubiarkan  engkau
memikul  dosaku  dan dosamu sendiri, supaya engkau menjadi isi
neraka.  Dan  itulah  balasan   orang-orang   yang   melakukan
kejahatan.'   Kemudian   kehendak   nafsunya   akan   membunuh
saudaranya itu diturutinya, maka dibunuhnyalah ia.  Dia  sudah
menjadi  orang  yang  rugi. Kemudian Tuhan pun mengirim seekor
burung gagak menggali tanah  dengan  memperlihatkan  kepadanya
bagaimana   caranya   ia  menguburkan  mayat  saudaranya  itu.
Katanya: 'Aduhai! Kenapa aku tidak seperti burung  gagak  ini,
aku  menguburkan  mayat  saudaraku.'  Itu sebabnya, ia menjadi
orang  menyesal  sekali.  Oleh  karena  itulah,   Kami   telah
menetapkan kepada anak-anak Israil, bahwa barangsiapa membunuh
seorang manusia bukan  karena  suatu  pembunuhan  atau  karena
melakukan  keonaran  di  muka  bumi ini, maka orang itu seolah
membunuh semua manusia. Dan barangsiapa dapat memelihara hidup
seorang  manusia,  maka  seolah  ia  telah  menghidupkan semua
manusia. Rasul-rasul Kami  kepada  mereka  pun  sudah  datang,
sudah  memberikan  keterangan-keterangan  yang  jelas.  Tetapi
sesudah itu masih banyak juga di kalangan  mereka  orang-orang
yang  melampaui  batas  melakukan kejahatan di muka bumi ini."
(Qur'an, 5: 27 - 32)

Pembunuhan seorang saudara atas saudaranya jelas sekali karena
dendam,  dengki,  perangai  yang  kasar  dan keras hati Tetapi
saudaranya itu orang yang bertakwa, yang  takut  kepada  Tuhan
ketika  dikatakan  oleh  saudaranya: aku akan membunuhmu - ia,
tidak mau meminta  pengampunan  Tuhan,  bahkan  katanya:  Akan
kubiarkan  engkau  memikul  dosaku  dan  dosamu sendiri supaya
engkau menjadi isi neraka. Ini adalah  suatu  dominasi  kodrat
manusia  serta  logika  hukum terhadap kebesaran jiwa dan maaf
yang sungguh indah. Anak cucu Adam pun berkembang biak di bumi
ini.  Lalu  Tuhan  mengutus  para  nabi  kepada  mereka dengan
memberikan berita gembira di samping peringatan. Tetapi mereka
tetap  bersikeras,  masih  dalam  kesesatan.  Kehidupan rohani
mereka jadi beku, hati mereka kaku  tertutup.  Tuhan  mengutus
Nuh dengan mengajak golongannya sendiri, supaya hanya Tuhanlah
Yang disembah sebab "aku kuatir  kamu  akan  mendapat  siksaan
Tuhan."  Ia  pun  didustakan  oleh  masyarakat  itu  dan hanya
sedikit saja yang  mau  percaya.  Sesudah  itu  berturut-turut
datang  pula  nabi-nabi  yang  lain  sesudah  Nuh, datang pula
ajaran-ajaran    yang    menyerukan    agar    jangan    orang
mempersekutukan  Tuhan.  Akan  tetapi  sikap manusia itu lebih
berkuasa, pikiran mereka  tetap  beku  belum  dapat  memahami.
Beberapa macam manifestasi alam ini dijadikannya Tuhan. Setiap
ada seorang rasul yang diutus Tuhan, ada yang  mendustakannya,
ada  pula  yang  membunuhnya.  Akan tetapi kekakuan mereka itu
berangsur kendor. Dengan datangnya ajaran-ajaran Tuhan  secara
berturut-turut  itu  sudah  merupakan  bibit  yang  baik  juga
meskipun lamban sekali tumbuhnya. Sungguhpun begitu namun  ada
juga  meninggalkan  bekas. Pernahkah ajaran kebenaran itu pada
suatu waktu menjadi hilang! Kalau pun  orang  sudah  terdorong
oleh  rasa  congkak  dan  tinggi  hati terhadap ajaran itu dan
dalam beberapa hal mereka memperolok  pembawanya,  namun  bila
mereka    sudah   kembali   seorang   diri,   mereka   kembali
bertanya-tanya tentang Kebenaran yang ada  dalam  ajaran  itu.
Hanya   saja   mereka   yang  dapat  memahami  kebenaran  yang
terkandung didalamnya tidak banyak jumlahnya.

Pada masa Firaun di Mesir para pendetanya percaya akan keesaan
Tuhan.   Tetapi   mereka   mengajar  orang  sebaliknya  dengan
bermacam-macam Tuhan. Tidak lain mereka melakukan  itu  karena
ingin   mempertahankan   kekuasaan  terhadap  orang  lain  dan
mempertahankan  kedudukan   mereka.   Malah   sengaja   mereka
memerangi Musa dan Harun ketika keduanya datang kepada Firaun,
mengajaknya menyembah Tuhan, dan dimintanya  Anak-anak  Israil
itu dilepaskan pergi bersama mereka.

Oleh  Qur'an  juga  diceritakan berita tentang para nabi, yang
silih berganti  selama  beberapa  generasi  di  kalangan  umat
manusia.  Tetapi umat itu tetap dalam kesesatan; hanya sedikit
saja yang mendapat petunjuk  Tuhan  dalam  mengenal  kebenaran
itu.  Dalam  kisah-kisah para nabi ada suatu gejala yang perlu
sekali direnungkan.  Untuk  jelasnya,  baik  juga  kalau  kita
kembali  ke  masa  Musa dan Isa serta kepada tuntunan Muhammad
'alaihissalam kemudian.

Gejala ini ialah adanya pemisahan atau yang semacarn itu  pada
mulanya,  antara  rasio  dan logikanya dengan iman kepercayaan
yang didasarkan kepada mukjizat dan  hal-hal  yang  tak  masuk
akal.  Para nabi itu oleh Tuhan telah diperkuat dengan mujizat
untuk  masyarakatnya,  supaya  mereka  percaya.  Sungguh   pun
demikian  cuma sedikit mereka itu yang mau percaya. Logika dan
cara berpikir mereka belum cukup untuk dapat  memahami,  bahwa
Tuhan  menciptakan  segalanya,  bahwa  Ia  Maha Kuasa. Setelah
dengan ketentuan Tuhan Musa disuruh keluar meninggalkan Mesir,
sebelum  kerasulannya  itu  ia  pergi dari sana dengan membawa
perasaan takut. Ketika sampai pada sebuah mata air di  Madyan,
ia  kawin  dengan  seorang  wanita  penduduk kota itu. Setelah
Tuhan  memberi  ijin  ia  kembali,  ...  terdengar  ada  suara
memanggilnya dari balik lembah sebelah kanan, pada tempat yang
telah diberi berkah dari batang pohon itu:

"Hai Musa! Aku ini Allah,  Tuhan  semesta  alam.  Lemparkanlah
tongkatmu!,  Setelah  dilihatnya  tongkat  itu  bergerak-gerak
seperti ular, ia lari ke belakang  tidak  menoleh  lagi.  'Hai
Musa!   Kembalilah,   jangan   takut!  Engkau  sudah  mendapat
lindungan keamanan. Masukkanlah tanganmu kedalam saku  bajumu,
niscaya  akan  keluar  dalam  keadaan  putih  tanpa  cacat dan
dekapkan tanganmu ke badanmu jika engkau merasa takut.' Inilah
dua   mujizat   dari   Tuhan   ditujukan   kepada  Firaun  dan
pembesar-pembesarnya;  sebab  mereka  itu   orang-orang   yang
jahat." (Qur'an, 28: 30 - 32)

Sungguhpun  begitu  tukang-tukang  sihir Firaun itu tidak juga
percaya kepada ajakan Musa. Ketika kemudian  apa  yang  mereka
kerjakan   itu  disergap  oleh  tongkat  Musa,  ketika  itulah
tukang-tukang sihir itu menyerah sujud, lalu  mereka  berkata:
Kami  beriman  kepada  Tuhannya  Harun  dan  Musa.  Sungguhpun
demikian orang-orang Israil masih juga  dalam  keadaan  sesat,
sampai-sampai  mereka  berkata kepada Musa: "Perlihatkan Allah
itu terang-terang kepada kami." Setelah  Musa  wafat,  kembali
mereka menyembah anak sapi. Kemudian sesudah Musa, datang lagi
nabi-nabi yang lain kepada mereka, diajaknya mereka  menyembah
Allah.    Tetapi    nabi-nabi   itu   malah   dibunuh   dengan
sewenangwenang.  Setelah  kemudian  mereka  kembali   teringat
kepada  Tuhan, mereka menanti-nantikan kedatangan seorang nabi
lagi yang akan  dapat  mengembalikan  kerajaan  mereka  dengan
memerintah dunia untuk selama-lamanya.

Peristiwa ini berlangsung dalam sejarah belum begitu lama dari
kita. Tidak lebih dari 25 abad yang lalu. Dalam pada itu jelas
sekali   ini   membuktikan  adanya  dominasi  perasaan  diatas
pengertian rohani.  Sesudah  lampau  lima-enam  abad  kemudian
datang  pula  Isa  mengajak masyarakatnya itu menyembah Tuhan,
diperkuat dengan Ruh Kudus dari Tuhan. Oleh karena  Isa  orang
Yahudi,  ketika  begitu  pertama  kali  berita tentang dia itu
sampai kepada pihak Yahudi mereka  menduga  bahwa  dia  inilah
nabi  yang mereka nanti-nantikan (Messiah) untuk mengembalikan
kerajaan yang hilang itu ke Tanah atau Negeri yang Dijanjikan.
Mereka  rindu  sekali akan kerajaan semacam ini setelah begitu
lama mereka  berada  dibawah  kekuasaan  dan  kekejaman  pihak
Rumawi.  Akan  tetapi  mereka masih menunggu, ingin mengetahui
keadaan yang sebenarnya tentang diri  Isa.  Adakah  ia  bicara
kepada  mereka  dengan  bahasa rasio semata-mata? Tidak, malah
jalan mujizat itulah yang ditempuhnya untuk meyakinkan mereka.

Kalau pun sumber Kristen itu benar. bahwa  ia  telah  mengubah
air  menjadi  minuman  anggur  dalam suatu pesta perkawinan di
Kana, Galilea, itulah yang mula-mula menarik perhatian  orang.
Sesudah  itu  lalu  mujizat  roti  dan  ikan,  mujizat-mujizat
menyembuhkan orang-orang sakit  dan  menghidupkan  orang-orang
mati.  Itulah  yang  membuat dia tidak ragu-ragu lagi mengajar
orang melalui jalan hati dan perasaan tanpa memberikan  tempat
yang  terutama  kepada rasio dan logika dalam ajaran-ajarannya
itu. Tetapi bidang ini memang diberikan  lebih  luas  daripada
yang  pernah  diberikan  oleh  rasul-rasul  sebelumnya.  Dalam
ajaran-ajarannya itu dorongan  perasaan  kepada  kasih-sayang,
pengampunan  dosa dan cinta-kasih bercampur-baur dengan ajaran
rasionil  yang  tidak  dilandasi  oleh  dalil  logika  tentang
Kerajaan  Tuhan.  Apabila ada rasa syak yang menyusup ke dalam
hati orang mengenai ajaran  rasionil  ini  maka  Tuhan  segera
memberikan  mujizat  baru  yang akan membuat orang lebih dapat
menerima dan percaya kepada  Almasih.  Dengan  mujizat-mujizat
yang  telah  dapat menyembuhkan penyakit kusta, orang buta dan
menghidupkan   orang   mati,   sudah   begitu   jauh   membuat
pengikut-pengikutnya   percaya,  sehingga  sebagian  ada  yang
mengira dia adalah Tuhan yang  menjelma  di  atas  bumi  untuk
menebus  dosa  umat manusia. Ini bukti yang jelas sekali bahwa
kemampuan rasio sampai pada waktu  itu  belum  begitu  matang,
yang  akan  membuat orang dengan itu saja sudah dapat memahami
hakekat tertinggi tentang arti Al-Khalik dan  bahwa  Dia  Maha
Esa, Tempat segalanya bergantung, tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tiada suatu apa pun yang menyerupaiNya.

Pada zaman  Musa  dan  Isa  itu  keadaan  ilmu,  filsafat  dan
perundang-undangan  di  Mesir  zaman  Firaun  sudah  pindah ke
Yunani dan Rumawi, dan dengan segala pengaruhnya  sudah  dapat
menguasai  cara  berpikir  bangsa-bangsa  itu  terutama  dalam
bidang filsafat dan peradaban Yunani. Kesadaran berpikir logis
sudah  mulai menggugah orang bahwa hal-hal yang tak masuk akal
dengan sendirinya secara logis tak dapat  dijadikan  pegangan.
Karena  pengaruh  itu  pula  filsafat  Yunani yang bertetangga
dengan agama Kristen di Mesir, Palestina dan Syam telah  dapat
menimbulkan bermacam-macam mazhab Kristen - seperti sudah kita
sebutkan dalam  buku  ini.  Dalam  undang-undang  Tuhan  sudah
menentukan  bahwa  akal  pikiran  adalah  mahkota  hidup  umat
manusia, dengan  syarat  bahwa  pikiran  demikian  itu  jangan
sampai  kering  tanpa  perasaan  dan jiwa. Bahkan hendaknya ia
dapat menjadi pikiran yang berimbang, dapat mengimbangi  akal,
perasaan  dan jiwa, sehingga dapat ia memahami rahasia-rahasia
alam ini sejauh mungkin. Demikian juga Tuhan telah  menentukan
pula  kedatangan seorang nabi yang akan membawa Islam ke dalam
alam ini dengan mengajarkan kebenaran  menurut  hukum  logika,
dilandasi  oleh  perasaan  dan  jiwa,  dan  yang  akan menjadi
mujizat  logika  ini  ialah  Kitab  Suci  Qur'an  yang   telah
diwahyukan oleh Allah kepada Nabi. Dengan demikian Tuhan telah
menyempurnakan agama  ini  dan  memberikan  nikmat  secukupnya
kepada  umat  manusia.  Ia  telah  menjadi mahkota dan penutup
semua ajaran Ilahi

Tetapi semua itu terjadi baru setelah adanya  perjuangan  yang
begitu  berat  terus-menerus,  yang juga pernah dilakukan oleh
para nabi dan para rasul, yang membawa  umat  manusia  kedalam
evolusi  rohani  sehingga akhirnya ajaran Islam dapat mencapai
kemurnian  tauhid  serta  keimanan  kepada  Tuhan  Yang   Maha
Tunggal.

Untuk  melengkapi  akidah ini maka keimanan itu harus meliputi
beberapa kewajiban  seperti  yang  sudah  kita  sebutkan  pada
pembahasan  pertama  dalam penutup buku ini. Supaya orang yang
beriman  dapat  mencapai  puncak  akidahnya  maka   ia   harus
sungguh-sungguh  dapat  memahami  hukum  Tuhan  dalam alam ini
dengan cara terus-menerus sampai pada waktu Tuhan  menciptakan
bumi  dengan  segala isinya ini. Dan inilah yang sudah dimulai
oleh orang-orang Islam  pada  permulaan  sejarahnya  dan  pada
zaman berikutnya, hingga tiba masanya zaman itu beredar lagi.

Alasan-alasan  yang saya kemukakan ini dengan sendirinya sudah
membantah  apa  yang  ditafsirkan  oleh  orientalis-orientalis
tentang  jabariah  Islam serta tafsiran mereka tentang takdir,
nasib dan umur seperti  yang  terdapat  dalam  Qur'an.  Dengan
tidak  usah diragukan lagi argumen ini sudah dapat memperkuat,
bahwa Islam  agama  usaha,  agama  perjuangan  dalam  pelbagai
lapangan  hidup, rohani dan ilmu, agama dan dunia. Dalam hukum
alam  ini  Tuhan  sudah  menentukan  bahwa  manusia   mendapat
ganjaran  sesuai  dengan  perbuatannya, dan bahwa Tuhan takkan
merugikan  siapa  pun,  tapi  manusia  itu   sendirilah   yang
merugikan  dirinya.  Mereka  merugikan  diri  sendiri bilamana
mereka menduga bahwa mereka sudah mendapat kasih  Tuhan  hanya
dengan  berpeluk  lutut  dan  menyerah  begitu  saja atas nama
tawakal kepada Allah.

Kendatipun argumen-argumen ini sudah cukup kuat sesuai  dengan
maksud   yang   saya  kemukakan  itu,  namun  saya  tak  dapat
mengabaikan argumen terakhir yang saya  pandang  sangat  tepat
dan  kuat sekali, yakni argumen yang dapat diambil dari firman
Tuhan:

"Harta dan anak-anak keturunan adalah hiasan kehidupan  dunia,
tetapi  perbuatan  baik  yang kekal lebih baik pahalanya dalam
pandangan Tuhan serta harapan yang lebih baik pula."  (Qur'an,
18: 46)

                                    (bersambung ke bagian 5/6)
2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM                       (5/6)
Muhammad Husain Haekal

Dalam  hidup  ini  rasanya  tak ada yang lebih baik merangsang
kita dalam bekerja dan berusaha seperti dalam  mencari  nafkah
dan  harta.  Demi  harta  sebagian  besar  orang  berusaha dan
berjuang, yang kadang sampai diluar kemampuannya. Dalam  dunia
kita  sekarang  ini,  sekali  lihat  saja  orang  sudah  dapat
memperoleh kesan apa yang sedang bergolak dalam  dunia  ini  -
perjuangan  dan kesulitan, perang dan damai, pemberontakan dan
kekacauan - demi harta. Demi  harta  inilah  kerajaan-kerajaan
terbalik  menjadi  republik, untuk harta ini pertumpahan darah
terjadi, nyawa manusia  melayang.  Juga  anak-anak  keturunan!
Kesulitan  yang  bagaimanakah  yang tidak akan kita pikul demi
anak-anak buah hati kita! Kepahitan yang bagaimana  pula  yang
takkan  terasa  manis  kalau  memang  untuk kesenangan mereka,
untuk menjamin kemakmuran hidup dan kemuliaan  mereka!  Segala
kesulitan  untuk  mencapai  kebahagiaan mereka itu jadi mudah.
Bahkan, demi harta dan anak-anak keturunannya itu,  ada  orang
yang  menganggap  segala  yang mustahil itu tiada berarti. Ada
yang sampai berlebih-lebihan sekali  dalam  hal  ini  sehingga
untuk   itu   ia  mengorbankan  segala  kesenangannya,  bahkan
hidupnya.

Memang demikianlah, harta dan anak-anak keturunan  itu  memang
hiasan  (bentuk  luar)  kehidupan dunia. Tetapi disamping inti
kehidupan yang sebenarnya bentuk luar itu bukan apa-apa. Orang
yang  mengorbankan  inti  demi hiasan lahir, sama dengan orang
yang berpikir sempit dan bodoh  saja:  sama  dengan  perempuan
yang  tidak  memandang  penting  kesehatannya sendiri asal dia
tampak cantik untuk sementara waktu; sama dengan  pemuda  yang
sudah  lupa  daratan,  yang mau mengorbankan pikiran dan harga
dirinya ditengah-tengah ejekan kawan-kawannya bila ia  mengira
bahwa   dirinya   adalah   pemimpin  mereka  sebab  dia  sudah
menghambur-hamburkan harta untuk mereka itu; atau sama seperti
mereka,  orang-orang  yang  begitu  bodoh,  yang  tertipu oleh
kenyataan dibalik kebenaran, oleh hari ini dibalik hari  esok.
Mereka  yang  mengejar  harta  dan anak-anak keturunan sebagai
hiasan kehidupan dunia dan melupakan  yang  lain,  mereka  ini
tidak  kurang  pula  bodohnya.  Harta  dan anak-anak keturunan
suatu hiasan. Sedang inti kehidupan ialah segala pekerjaan dan
perbuatan  baik yang kekal. Dan untuk perbuatan-perbuatan baik
inilah orang harus mencurahkan tenaga dan perjuangannya  lebih
dari  pada  untuk  hiasan (bentuk luar) kehidupan dunia, harta
dan anak-anak keturunannya.

Kita sudah melihat betapa  luhurnya  tujuan  yang  digambarkan
ayat  Qur'an  Suci  ini.  Kalau  kita sudah mencurahkan segala
tenaga dan darah kita demi hiasan kehidupan  dunia  ini,  maka
kita  juga  harus  mencurahkan  jiwa  dan hati kita untuk inti
daripada kehidupan itu, bentuk harus tunduk kepada inti.  Oleh
karena  itu  segala  hidup  kita,  harta  kita  dan  anak-anak
keturunan kita harus ditujukan kepada tujuan ini, kepada  inti
daripada  perbuatan-perbuatan  baik  yang kekal itu yang lebih
besar pahalanya dalam pandangan Tuhan serta harapan yang lebih
baik pula.

Mengenai  logika  yang  begitu  sehat  dan jelas ini bagaimana
dalam pemikiran Muslimin dapat berubah menjadi  bermacam-macam
kepercayaan  yang  sama  sekali  tidak sesuai? Pada pembahasan
yang pertama buku ini sepintas lalu  ada  juga  kita  singgung
tatkala  kita sebutkan tentang keadaan yang sudah berubah pada
umat Islam itu.

Karena  adanya  penaklukan-penaklukan  yang  pernah  menguasai
imperium  Islam  secara berturut-turut sejak berakhirnya zaman
dinasti Abbasiah - seperti yang sudah kita  singgung  sepintas
lalu  dalam  pengantar  cetakan  kedua  - cara musyawarah yang
berlaku pada permulaan sejarah  Islam  telah  berubah  menjadi
kerajaan yang sewenang-wenang pada zaman dinasti Umayyah, lalu
menjadi hak suci pada masa Abbasiah kedua.

Baiklah  sekarang  kita  ikuti  keterangan   almarhum   Syaikh
Muhammad   Abduh   dengan   agak   terperinci  dalam  Al-Islam
wan-Nashrania sebagai berikut:

"Islam pada mulanya agama yang  dianut  orang  Arab.  Kemudian
setelah  berhubungan  dengan  ilmu  pengetahuan  yang  tadinya
bercorak Yunani ilmu itu pun lalu bercorak Arab pula. Kemudian
ada  seorang  khalifah  yang  salah dalam menjalankan politik.
Keluasan Islam digunakannya  untuk  apa  yang  dikiranya  akan
membawa  keuntungan  untuk  kepentingannya  -  dikiranya bahwa
tentara yang terdiri dari orang-orang Arab  itu  mungkin  saja
akan  jadi  pendukung  seorang  khalifah  golongan  Ali, sebab
golongan ini dekat sekali pertaliannya  dengan  keluarga  Nabi
s.a.w. Oleh karena itu ia mau mempergunakan tentara dari luar,
yang terdiri dari orang-orang Turki, Dailam dan lain-lain yang
dikiranya  pula  bahwa dengan kekuasaannya itu mereka ini akan
dapat diperhamba,  dapat  dipergunakan  untuk  kepentingannya.
Suasana tidak akan membantu adanya pihak yang akan memberontak
kepadanya  atau  menuntut   kedudukannya   sebagai   penguasa,
meskipun  keluasan  hukum  Islam akan membenarkan ia melakukan
itu. Sejak itulah Islam jadi bercorak asing.

"Ada seorang khalifah  Banu  Abbas  -  yang  karena  mengingat
kepentingannya  sendiri serta anak cucunya - ia ingin sebagian
besar tentaranya itu diangkat dari orang-orang asing, demikian
juga  pembesar-pembesarnya.  Suatu tindakan yang buruk sekali,
baik terhadap bangsanya atau pun terhadap agama. Tetapi  tidak
lama  kemudian  pembesar-pembesar  militer  ini pun telah pula
dapat mengalahkan para khalifah itu. Dengan kekuasaan yang ada
itu  mereka  telah  dapat  bertindak sewenang-wenang. Sekarang
kekuasaan  negara  berada  ditangan   mereka,   dengan   tiada
persiapan pikiran seperti yang diajarkan Islam dan dengan hati
yang sudah diisi oleh  pendidikan  agama.  Bahkan  sebaliknya,
mereka  datang  menerima Islam dalam keadaan biadab dan bodoh,
dengan membawa segala macam kekejaman. Tubuh mereka mengenakan
pakaian  Islam,  tapi  ajarannya  belum  sampai menembusi hati
mereka. Masih banyak diantara mereka itu yang membawa  berhala
untuk   disembah   dengan   diam-diam.   Kalau  pun  ada  yang
menjalankan salat bersama-sama,  itu  hanya  untuk  memperkuat
kekuasaannya.

"Kemudian  datang lagi yang lain melanda Islam, seperti bangsa
Tatar dan yang  lain  misalnya,  malah  persoalan  agama  juga
dibawah  kekuasaannya.  Buat  mereka  musuh  yang paling besar
ialah ilmu pengetahuan. Orang pun sudah mengenal siapa mereka,
sudah  mengetahui sejarah mereka yang buruk itu. Mereka sangat
memusuhi ilmu, juga  memusuhi  yang  menjadi  pelindung  ilmu,
yakni  Islam.  Segala yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
tidak pernah mendapat perhatian mereka, bantuan untuk itu  pun
dihentikan.  Tidak  sedikit  dari  kaki tangan mereka itu yang
turut menyusup  kedalam  jiwa  orang  yang  masih  awam  dalam
agamanya.  Mereka menempatkan diri ke tengah-tengah orang yang
masih hijau dalam agama  itu,  sebagai  orang  yang  taat  dan
pelindung agama. Mereka menganggap agama masih belum sempurna,
perlu disempurnakan, atau sedang sakit,  perlu  diobati,  atau
juga  sedang  miring, perlu ditopang, sudah hampir roboh, jadi
perlu dibangun kembali.

"Dengan  mengingat  masa  lampau  mereka  yang   masih   dalam
kemegahan  paganisma,  adat-istiadat golongan-golongan Nasrani
yang terdapat di  sekitarnya,  mereka  pun  hendak  menerapkan
semua itu ke dalam Islam - suatu hal yang diluar tanggungjawab
Islam. Tetapi dalam meyakinkan  orang-orang  awam  bahwa  yang
demikian  ini  demi  kebesaran  syiar  agama, mereka berhasil.
Rakyat jelata memang alat penguasa  dan  senjata  kaum  tiran.
Mereka    telah    menciptakan    bermacam-macam   pesta   dan
upacara-upacara keagamaan. Merekalah  yang  membuat  peraturan
kepada  kita  tentang adanya pemujaan kepada para wali, kepada
ulama dan yang sebangsanya. Mereka telah  memecah  belah  umat
Islam,  dan menjerumuskan orang kedalam kesesatan. Mereka juga
yang  menentukan,  bahwa  kita  yang  datang  kemudian   harus
mengikuti  apa  yang dikatakan oleh orang dahulu. Hal ini oleh
mereka telah dijadikannya  pula  suatu  akidah,  yang  membuat
orang jadi berhenti berpikir, membuat pikiran jadi beku.

"Lalu    kaki   tangan   mereka   menyebarkan   cerita-cerita,
berita-berita dan bermacam-macam pandangan ke seluruh  pelosok
kawasan  Islam  -  yang  akan membuat orang awam jadi puas dan
yakin - bahwa mereka tidak berhak mencampuri  soal-soal  umum.
Segala yang berhubungan dengan soal-soal masyarakat dan negara
adalah  menjadi  wewenang  para  penguasa.   Barangsiapa   mau
mencampuri  soal  semacam  ini  di  luar  mereka,  berarti  ia
memasuki persoalan yang bukan bidangnya. Apabila sampai timbul
kerusakan-kerusakan dan suasana yang tidak menyenangkan, semua
itu bukan karena  perbuatan  para  penguasa,  melainkan  suatu
kenyataan  seperti  yang  disebutkan dalam hadis-hadis sebagai
ciri-ciri akhir zaman. Orang tidak  perlu  menghindarkan  diri
baik  untuk masa sekarang mau pun untuk masa yang akan datang.
Maka lebih aman apabila hal  ini  kita  serahkan  saja  kepada
Tuhan.   Kewajiban   seorang  Muslim  hanyalah  mengurus  diri
sendiri.

"Dalam hal ini  mereka  menemukan  pula  beberapa  hadis  yang
secara  harfiah  membantu  sekali maksud mereka. Demikian juga
adanya hadis-hadis palsu dan  lemah  dapat  memperkuat  tujuan
mereka  menyebarkan  pelbagai  ilusi semacam itu. Barisan yang
menyesatkan  semacam  itu  sudah  tersebar  luas  di  kalangan
Muslimin  sendiri,  dengan  mendapat bantuan di mana-mana dari
pembesar-pembesar  yang  memang  berbahaya  itu.   Kepercayaan
tentang   takdir   mereka   pergunakan  sebagai  alat  pemadam
semangat, sebagai belenggu yang akan dipasang di tangan  orang
yang  mau  berusaha.  Faktor  yang  paling kuat mendorong hati
orang menerima dongengan-dongengan semacam ini  ialah  tingkat
pengetahuan  yang  masih  bersahaja,  kesadaran  beragama yang
lemah dan mudah terbawa nafsu. Ketiga faktor ini bila  bertemu
berarti  suatu  kehancuran.  Kebenaran  sudah  tertimbun  oleh
kepalsuan  yang  begitu  tebal.  Kepercayaan-kepercayaan  yang
bertentangan  dengan  ajaran  pokok  agama, dan mengaburkannya
sekaligus - seperti kata orang - sudah sangat melekat ke dalam
hati.

"Politik  demikian  ini  adalah  politik  tirani  dan egoistis
sifatnya. Politik inilah yang menyebarkan hal-hal  yang  bukan
dan  agama dimasukkan kedalam agama. Politik inilah yang telah
merampas harapan dari si Muslim yang tadinya hendak  menembusi
lapisan langit; terpaku ia dalam hidup putus asa, hidup dengan
makhluk-makhluk hewan yang membisu  ...  Sebagian  besar  yang
kita saksikan sekarang, yang dinamakan Islam, sebenarnya bukan
Islam. Hanya bentuknya  saja  yang  masih  dipelihara  sebagai
amalan-amalan  Islam  - sembahyang, puasa, naik haji, ditambah
sedikit hafalan kata-kata-yang artinya sudah dibelokkan  pula.
Ajaran-ajaran  bid'ah  dan dongengan-dongengan yang dimasukkan
kedalam agama dan dianggap sebagai agama, telah membuat  orang
jadi beku dalam berpikir, seperti sudah saya sebutkan tadi.

Semoga  Tuhan  menjauhkan  semua  kita  dari  mereka  dan dari
kebohongan yang mereka buat-buat atas  nama  Tuhan  dan  agama
itu!  Segala  cacat  yang  sekarang  dialamatkan  kepada  kaum
Muslimin sebenarnya bukan dari Islam, tetapi sesuatu yang lain
yang mereka namakan Islam."7

Keadaan yang digambarkan oleh Syaikh Muhammad Abduh ini memang
merupakan beberapa pendirian yang  bertentangan  sekali,  yang
oleh  mereka  disiar-siarkan dan disebarkan begitu luas dengan
mengatakan bahwa itu ajaran  Islam,  itu  perintah  Tuhan  dan
Rasul.  Dan  pelbagai  macam  pendirian inilah lahirnya mazhab
jabariah,  yang  oleh  mereka  yang  datang   kemudian   telah
digambarkan  begitu rupa, berlainan sekali dengan apa yang ada
dalam Qur'an. Lukisan Qur'an mengenai hal ini sudah kita lihat
di   atas.  Sebaliknya  yang  datang  kemudian,  mereka  hanya
menyuruh  orang  duduk-duduk   dan   menyerah   saja.   dengan
mengatakan  bahwa  lapangan  hidup  ini  bukan harus dilakukan
dengan usaha  dan  rencana,  tetapi  memang  sudah  tergantung
kepada  rejeki  dan  takdir  juga, bukan kepada jasa pekerjaan
seseorang. Ini adalah jabariah yang salah  sama  sekali,  yang
telah  memberi  peluang  kepada  beberapa orang di Barat untuk
menuduh  Islam  dengan  tidak  pada   tempatnya.   Berdasarkan
pendirian  inilah  timbul  mazhab  merendamkan arti materi dan
tidak mau campur  tangan  dalam  persoalan  semacam  ini.  Ini
adalah  mazhab  kaum  Stoa8  di Yunani, juga pada suatu ketika
pernah  tersebar  di  kalangan   segolongan   kaum   Muslimin,
kendatipun ini memang bertentangan dengan firman Tuhan:

"Dan  jangan  kau  lupakan nasibmu dalam kehidupan dunia ini."
(Qur'an 28 - 77)

Sungguhpun demikian aliran ini mempunyai literatur yang  cukup
luas  pada  masa  Banu  Abbas dan sesudahnya. Yang dikehendaki
oleh Qur'an ialah jalan tengah.  Ia  tidak  membenarkan  orang
hidup serba menahan diri, juga tidak membenarkan ibahiyah atau
hidup serba boleh seperti diduga oleh Irving, bahwa cara hidup
demikian   itu   telah  menghanyutkan  kaum  Muslimin  kedalam
kemewahan dan  melupakan  perjuangannya,  serta  menjerumuskan
umat Islam ke dalam keadaan mereka seperti sekarang ini.

Penulis   Amerika   ini   mengatakan,   bahwa  ajaran  Kristen
mengajarkan kesucian  dan  kasih  sayang  sebaliknya  daripada
lslam,  seperti  yang  dituduhkannya.  Bukan  maksud saya akan
membanding-bandingkan Islam  dengan  Kristen  dalam  hal  ini,
sebab  keduanya  memang  sejalan,  dan tidak berbeda. Biasanya
membanding-bandingkan demikian itu hanya  akan  berakhir  pada
perdebatan  dan  pertentangan  yang  tidak  akan menguntungkan
Kristen ataupun Islam. Akan tetapi apa yang saya perhatikan  -
dan  inilah  yang  ingin  saya  tekankan  - ialah bahwa antara
sejarah hidup Isa  'a.s.  dengan  ajaran  Stoaisma  dan  hidup
menahan  diri  secara berlebih-lebihan yang dihubungkan kepada
ajaran Kristen, terdapat perbedaan yang jelas sekali.  Almasih
bukan  seorang  penganut  ajaran  stoa. Bahkan mujizatnya yang
mula-mula dan  utama,  ialah  ketika  ia  mengubah  air  tawar
menjadi   minuman  anggur  dalam  pesta  perkawinan  di  Kana,
Galilea, yang juga dia diundang, dan dia  ingin  jangan  orang
kekurangan  minuman  keras  itu setelah habis dari persediaan.
Juga dia tidak menolak undangan kaum Parisi9  yang  mengadakan
pesta  makan yang mewah dan dia tidak keberatan orang mengecap
kenikmatan yang diberikan Tuhan.

Sedang sejarah hidup Muhammad dalam hal ini  lebih  menekankan
pada   keseimbangan  jalan  tengah.  Memang  benar  bahwa  Isa
menganjurkan  orang-orang  kaya  bermurah  hati  kepada  fakir
miskin  dan  mencintai  mereka.  Tetapi  sepanjang yang pernah
dikenal umat manusia dalam hal ini,  Qur'an  lebih-lebih  lagi
menekankan.  Pembaca  tentu  sudah melihat sendiri ketika kita
bicara tentang zakat dan sedekah, sehingga  tidak  perlu  lagi
kiranya  diulang.  Dan  cukup  kalau  terhadap Irving dan yang
semacamnya itu kita  jawab,  bahwa  Qur'an  mengajarkan  jalan
tengah dalam segala hal.

Tinggal  lagi  kata-kata  terakhir  yang diuraikan Irving itu,
yaitu  kata-kata  yang  oleh  pihak  Barat  dimaksudkan  untuk
mencemarkan kita tapi sebenarnya itu merupakan kecemaran Barat
sendiri,  merupakan  arang  di  kening  dan   aib   di   wajah
kebudayaannya sendiri. Irving berkata: "Adanya bulan sabit ini
sampai sekarang di  Eropa  -  yang  pada  suatu  waktu  pernah
mencapai  kekuatan  yang luarbiasa - hanyalah karena perbuatan
negara-negara Kristen yang besar-besar; atau lebih tepat lagi:
karena  persaingan mereka sendiri. Bertahannya bulan sabit itu
barangkali untuk menjadi bukti yang baru, bahwa:  "barangsiapa
menggunakan pedang akan binasa oleh pedang."

"Barangsiapa  menggunakan pedang akan binasa oleh pedang." Ini
sebuah ayat dalam Injil (Perjanjian  Baru)  yang  oleh  Irving
dialamatkan  kepada  Islam,  atas  nama Kristen. Sungguh aneh!
Barangkali Irving masih dapat  dimaafkan  mengingat  apa  yang
dikatakannya  itu  sudah  seabad  yang  lalu.  Pada  waktu itu
penjajahan Barat,  menurut  istilah  kita  -  atau  penjajahan
Kristen   menurut  istilahnya  -  keserakahan  dan  penggunaan
pedangnya  belum  separah  seperti  sekarang.  Tetapi  Marshal
Allenby, yang dalam tahun 1918 menaklukkan Yerusalem atas nama
Sekutu, ia berkata seperti kata-kata itu juga sambil berteriak
di Kuil Sulaiman: "Sekarang Perang Salib sudah selesai!"

Atau  seperti  dikatakan  oleh Dr. Peterson Smith dalam sebuah
bukunya tentang kehidupan Almasih, bahwa "Penaklukan Yerusalem
itu  adalah  merupakan Perang Salib kedelapan yang dilancarkan
pihak Kristen untuk mencapai maksudnya." Bisa jadi benar  juga
bahwa  penaklukan itu berhasil bukan atas usaha pihak Kristen,
tapi atas usaha orang-orang Yahudi  yang  telah  mempergunakan
mereka  untuk  menjadikan  impian  Israel  dahulu  kala  suatu
kenyataan, lalu menjadikan Tanah yang dijanjikan  itu  sebagai
daerah nasional bangsa Yahudi.

"Barangsiapa  menggunakan  pedang  akan  binasa  oleh pedang."
Kalau kata-kata Injil  ini  dapat  diterapkan  kepada  sesuatu
golongan  maka  golongan  yang paling tepat menerimanya dewasa
ini ialah Eropa yang  menganut  Kristen  itulah.  Islam  tidak
pernah  mempergunakan  pedang  dan  oleh  karenanya tidak akan
binasa oleh pedang. Sebaliknya Eropa  yang  menganut  Kristen,
pada  zaman  belakangan  ini  telah  menggunakan  pedang untuk
mengejar kebebasan hidup yang berlebih-lebihan  dan  kemewahan
yang  oleh  Irving  dipalsukan  alamatnya,  kepada  Islam  dan
Muslimin. Dewasa ini Eropa yang  menganut  Kristen  itu  telah
mengambil  alih  peranan  yang dulu dipegang oleh Mongolia dan
Tatar, tatkala mereka yang secara lahir menggunakan baju Islam
menaklukkan  beberapa  kerajaan  tanpa  membawa  ajaran-ajaran
Islam.  Merekapun  mengalami  kehancuran   bersama-sama   kaum
Muslimin.  Inilah  keruntuhan yang telah menimpa bangsa-bangsa
Islam. Tetapi Eropa yang menganut  Kristen  dewasa  ini  tidak
lebih  baik  dari bangsa-bangsa Tatar dan Mongolia itu. Begitu
menaklukkan bangsa-bangsa Islam, segera  pula  mereka  sendiri
menganut  Islam,  melihat kebesaran dan kesederhanaan yang ada
dalam ajaran Islam. Sebaliknya Eropa, ia menyerang  bukan  mau
menyiarkan  sesuatu  kepercayaan  atau  kebudayaan,  tapi  mau
menjajah,  mau   menjadikan   agama   Kristen   sebagai   alat
penjajahan.

Oleh  karena  itu  propaganda  misi Kristen Eropa tidak pernah
berhasil, sebab tujuannya memang sudah tidak ikhlas.  Terutama
di  kalangan bangsa-bangsa beragama Islam propaganda ini tidak
pernah  berhasil  dan  tidak  akan  berhasil.  Kebesaran   dan
kesederhanaan  Islam,  demikian  juga  ajarannya  yang memberi
tempat kepada pikiran logis dan ilmu,  tidak  memberi  harapan
kepada  propaganda  agama  apa pun untuk berhasil mempengaruhi
pemeluk-pemeluk Islam

"Barangsiapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang."  Ini
benar. Meskipun ini memang sesuai dengan keadaan Muslimin yang
datang kemudian, yang berperang  hendak  menaklukkan  beberapa
kerajaan  dan  untuk menjajahnya, bukan untuk membela diri dan
membela keyakinannya, tapi buat masa sekarang  hal  ini  lebih
sesuai  lagi dengan Barat yang berperang dan menaklukkan untuk
merendahkan dan menjajah bangsa-bangsa lain.

Kaum  Muslimin  yang  mula-mula  pada  zaman  Nabi  dan   para
penggantinya  dan  yang  datang  sesudah itu, mereka berperang
bukan  untuk  menaklukkan  atau  menjajah,   melainkan   untuk
mempertahankan  keyakinan  mereka  tatkala mereka diancam oleh
Quraisy dan oleh orang-orang Arab, kemudian diancam pula  oleh
Rumawi  dan  oleh  Persia.  Dalam  peperangan ini mereka tidak
memaksa orang harus menganut  Islam,  karena  memang  tak  ada
paksaan  dalam  agama. Juga dengan peperangan itu mereka tidak
bermaksud hendak menjajah bangsa lain. Beberapa  kerajaan  dan
amirat  oleh  Nabi  dibiarkan  dalam  kerajaan  dan  amiratnya
masing-masing  Tujuannya   hanyalah   supaya   ada   kebebasan
mempropagandakan agama. Oleh karena akidah Islam memang begitu
kuat dan jelas  mempertahankan  kebenaran  yang  diajarkannya,
jelas  sekali bahwa tidak ada keistimewaan orang Arab terhadap
bangsa lain yang non-Arab, kecuali  dengan  takwa,  dan  bahwa
kekuasaan  tertinggi  itu  hanya  ada  pada  Allah, maka cepat
sekalilah ajaran ini tersebar ke segenap penjuru bumi, seperti
halnya dengan setiap kebenaran yang sungguh-sungguh jujur akan
cepat pula tersebar.

Akan tetapi setelah kemudian ada pihak-pihak yang masuk  Islam
dan   mereka   ini   terjun   kedalam  kancah  peperangan  dan
menaklukkan dengan menggunakan  pedang,  mereka  pun  kemudian
dihancurkan  oleh  pedang pula. Tetapi Islam tidak sekali-kali
mempergunakan pedang dan tidak akan binasa oleh pedang.  Islam
tidak  pernah  mempergunakan  pedang.  Malah  ia dapat memikat
pikiran dan hati nurani manusia hanya dengan kekuatan yang ada
di dalam Islam itu sendiri.

                                    (bersambung ke bagian 6/6)
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D

oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah

Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1

2. Orientalis AND ISLAMIC CULTURE (sixth)
Muhammad Husain Haekal

Washington Irving as the author has become a leading
pride of the United States against other nations in
the 19th century. He has written a book about the history of the life of the Prophet.
In this book the history of the Prophet pitched it with
rhetorical ability large enough so that not a few
the parts that can captivate readers. Besides
ability is sometimes seen also his honesty, but
sometimes seem too intolerant and prejudiced. This book
quits with a cover that explains the main points
pillars of Islam teachings, and what he thinks sources
based on history that has been used as a basis for teaching
it, preceded by a matter of faith in God, to our
angels, the books, the apostles and the Last Day. Then
he said:

“Pillars of the sixth and final than the pillars of belief in Islam (pillars of
faith) is jabariah.1 Most of Muhammed victory
in a war based on these teachings. All events
happens in life is determined first by
acts of God, was written in the ‘Board Abadi’2 before
God created the universe, and that human destiny and doom
all been determined, it is no longer inevitable. With
any way by the ability of business and the human mind,
was not to be promoted again. With this belief the
Muslims go into battle without the same fear
once. If they died in battle so this is the same
martyrdom that will go straight to heaven, they know
This one definitely will they achieve or win-martyr.

“The doctrine that determines, that humans are powerless to
his will that free it to avoid sin or survivors
of punishment, some Muslims consider it contradictory
with justice and mercy of God. Some groups arise.
They try and continue to try going to lighten and
give an explanation of this puzzling doctrine.
But much is still not much doubt. They are not
belonged to the Sunnah (orthodoxy).

“Mohammed received the inspiration of this doctrine precisely in
time. It is incredible inspiration occurred at a time
very appropriate. This incident just after the Battle of Uhud
The poor, who do not eat little victims
his friends, including his uncle Hamza. It was then,
when sadness and anxiety are gripping heart
the friends who surrounded him, this rule
issued – that man can not escape from death,
when death sudahm arrived, same thing in bed or in the field
war …

“It seems people can not describe a doctrine that is more
appropriate than this to encourage a group of soldiers that stupid
not experienced it in a wild rush to war.
They are convinced that if life gets booty,
if the dead get to heaven! Because of this teaching is also army
Muslims are almost unable to be defeated again. But
It also contains a poison that will destroy
Islamic power. Once the Prophet’s successor-substitute
retired as conquerors, so they re-sheathed
sword in perpetuity, began teaching this jabariah
Also mengerumit (eroding) for damage. Vein-nerve
Muslims are sensitive to the peace, also was sensitive
to the wealth of material is allowed by the Koran, and which
is a sharp separation between these principles
with Christianity, the sacred religion and compassion. A
Muslims consider it a misfortune that struck fate
that God predestined and unavoidable, so
must submit to and accept, for all means and
human mind is not useful.

“The formula, which reads:” Please help yourself, God will
help “is seen by the followers of Muhammad do not
can be implemented, on the contrary they take. From
That’s where the cross managed to scrape a crescent moon. The existence of the moon
This crescent until now in Europe – which at one time
never reach the awesome power just because
actions of Christian countries were large; or more
right again: because of their own competition. Survival
The crescent is probably to be new evidence,
that: “he who uses the sword shall perish by
sword. ”

Thus the words of Washington Irving, who with
his study was not possible he could capture the soul of Islam
and the basic culture. One was his opinion in
interpret the question of al-qadza wal-qadar (grade or fate) and
doom about it. Maybe he still can be forgiven considering
some Islamic books used as reading material makes him
Such contention. But instead the Koran, not
can be measured with the phrase “Please help yourself, God will
help “in terms of the strong encouragement Quran so that people
believe in yourself, and that humans have
benefits in accordance with the deeds and intentions that gave birth
deed.

“Say: ‘O mankind! Truth of God has
come. Any person who according to the right path, then the truth
it is good for him, and anyone who becomes lost, he
misguided because he, too ‘. “(Qur’an, 10: 108.)

“Those who think the right way, the truth is
good for him, and he who becomes lost, he
astray because of him, too. One can not impose
expense of others, and we will not impose punishment
before we sent an apostle. “(Qur’an, 17: 15).

“Whoever wants profits will hereafter Us
added advantage that, and whoever wants
We gave the world will benefit as well. But in the Hereafter he
no part. “(Qur’an, 42: 20)

“God will not change their fate if something class
do not change their own fate. “(Qur’an, 13: 11.)

And a lot of similar examples in the Qur’an. Obviously
he shows that humans bring reward or get
punishment of the source at will and his own actions. God
encourage people to try and find good fortune to eat
in the face of this earth. They were told to fight in Allah’s way
with the verses is quite clear and strong as he had
we read some in this book. This in no way
in accordance with what is said Irving and several authors
West, the Islamic religious trust, completely indifferent and resigned,
teach adherents that they are no power over
their own for the good or bad,
so there’s no point in them trying and wills, for
efforts and his will depend on the will of God. If
we tried and were destined never to give the results of efforts
we will not succeed as well. Conversely if we do not
tried but had ditakdirkar; we will be rich,
strong person or a person of faith, we too will be
Thus without any effort or work. The verses which we have
pointed out that refuse and runs counter to opinion
this.

They trust-that connects the attitude of the Muslims in
recent times hold on to the last paragraph, as
God says this:

“Life should meet his death, only with the permission
God, for the time is determined. “(Qur’an, 3: 145).

“Every race has had a certain time. If already
time comes, they will not be able to step or
enhancing them a little too well. “(Qur’an, 7: 34).

“Every event that occurred on earth and to yourself
was determined first before we create it.
God created this sort of thing easy. “(Qur’an, 57: 22).

“Say: No one that hit us, if not already
determined by God to us. He is our Protector, and
people who believe in Him was entrust myself. ”
(Qur’an, 9: 51)

Even if it is to handle them, they actually
can not capture the meaning of these verses and such
and described a close relationship between the servant with
Lord. They are driven by the notion that Islam
teach the person resigned, but the real Islam
sent men to fight and willing to die as a hero,
maintain the dignity and honor, with
culture is built on the basis of brotherhood and
compassion.

Actually, these verses and in line with that already
depicts a scientific fact that has been recognized also by
most of the philosophers and scholars of the West with
sect named jabariah (fatalisma) and also connects
understanding Jabr (fate) is the law of nature and a number of
existing biological life, rather than going
connecting it to the will and power of God. Sect
which is recognized by most Western philosophers
no more satisfied, not more tolerant, more appropriate nor
for mankind than the school of philosophy that abstracted
of the Holy Qur’an, as we shall see later.

Jabariah scientific (scientific determinism) argues,
that ikhtiar3 exist in us in this life is
relative effort with very little value, being of opinion
about the relative effort is mostly dependent on
purposes of social life in terms of practicality rather than to
realms of science or philosophy. If the schools of this endeavor is not
made a decision, it will be difficult also because the
find a benchmark as the basis for its legal and
its limits, will compile a life and behavior patterns
behavior of every person who has been prescribed punishment, with
a criminal or civil penalties.

It is true that among the scholars and experts
law that some are not basing his sentence benchmark
to understanding Jabr and effort (luck and effort, or
intentionally and unintentionally), but the reaction
there already are people who want to handle
maintain their existence, and which also applies for individuals
who want to maintain their existence as well. Create community
hold on to this reaction is the same, whether the individual
acting on their own volition or not
own. But action efforts (knowingly)
This in most legal experts remains the basis
in sentencing. As reason is that people who
have lost the freedom or the will, like a madman,
small children or people dumb, he is not subject to punishment for
such actions against adults who are able to
differentiate between good and bad things.

If practical considerations in yurispruden
this legislation we set aside and we just want
poured to the realms of science and philosophy, then we
see this jabariah reality. Nobody can
vote in the days where he would be born, in what nation,
in which the environment, as well as father’s mother who, with all
wealth and poverty, with all its advantages and
shortcomings. Nor was it because he is male or female, not
because of the events happening around – in
many things – that would be a major factor in shaping the
and directs all the work and life. About
This school of Hippolyte Taine states: “Man is the product
their environment. ”

Not least among scholars and philosophers that support
this fact, to the extent that they say that if
world we can achieve knowledge of all legal
and the secret of human life is like the knowledge that already
learned in the law of the solar system, of course people will be able
determine the fate of every individual or society with definite
once, as practiced by astronomy experts yang
definitely been able to determine the times will
the eclipse of the sun or moon. However, no
there are good people in the West or East – which says that
This jabariah schools hinder people in their efforts to reach
success in life, or will impede nations
to plunge into the most good, nothing too
said that nations that embrace this school will
decline. It was so, but the school
fatalisma in the West does not give encouragement to those
in order to try and work as contained in
Qur’anic verses about human responsibility toward awab
job.

“And that man is only getting what they earned.
And results of operations that will be seen as well. “(Qur’an 53: 39 –
40)

Is not this one alone is quite appropriate as an argument
to prejudice the Orientalists who suspect that
jabariah Islam is bringing the nations that menganutnya
a retreat?

Even the larger Islamic jabariah encouraging people
trying to goodness and to get results rejekinya
from the fatalisma in the West. Both these schools are already
see that in nature there are no laws
can be modified or replaced, and everything in this natural
subject to those laws. Also, the human subject
like others that exist in nature. But fatalisma
This subjugate people to their environment and way
that have been passed down through generations can no longer be avoided and make
Iradat man must submit to the environment. In the case of
This is no longer the way he can change himself.
On the contrary the Qur’an invites Iradat every individual on the basis
ratio towards a better, and reminded that
good results when it has been determined for them,
then it is for their own business and they do not
will get good results with offhand without
business.

“God will not change their fate if something class
do not change their own fate. “(Qur’an, 13: 11)

After God gave instructions to mankind with
sacred books about what they should do,
after the prophets and messengers opened to the right path
and told to think about and reflect on all the contents and legal
nature and power of God, then with their ability
themselves, they will think about and reflect on all that.
People who already believe in it, and directs itself to
in that direction, sure he will get what is determined
God. If already determined he would die defending
truth or goodness as commanded by God, not
he need not worry. He and his countrymen will continue to live in
God’s side. Manalah suggestion is larger than that
the initiative, trying and willing?! And which also
indifferent attitude of all-round place as alleged by Irving and
Orientalis orientalis-other?

Completely indifferent attitude was not tawakal4 to God.
With trust in God is not likely people will only
chin do nothing and leave everything
God commanded. On the contrary, he had to work hard
for that, as in the word of God:

“If you had been resolved, tawakallah to
Of God. ”

So resolve and it must precede Iradat trust.
We have resolved, then we put their trust
God, we achieved our goal thanks to that too. What
we should go only Him alone, we should be afraid
only in Him alone – we will achieve all the results
be it under the laws of God in nature.
The law of God will not change and will not
flit. These good results must be objective
until we achieve our business success, or we will die
therefore. Good business results we have achieved is from God.
All the disasters that befall us because of our own deeds
and because we do not resort to the path of Allah. So
all the goodness of God and all error and evil
from the actions of Satan.

About the power of God to know everything that happens in
nature before God created nature, and that God Almighty
Great

“… Nothing is hidden Him any item weighing atoms in
heavens and on earth, no greater or smaller
than that, everything is in the book are real, “(Qur’an, 34:
3.)

means that God has set some of the laws of nature
This can not be changed and their effects must be born
Also from there.

When scholars argue as we have
have mentioned, that if science can find a positive
secrets and laws of human life,
find out what has been determined each individual and
community, as well as in determining the times will
the eclipse of the sun and moon, the belief in
God can not other faith applies also to
His power is to know everything before this nature
created. If an architect of buildings that make
a house or a building plan and look forward
implementation of the plan, to know how
old power building and its parts that may
will last for several more years, so too
economics scholars argue, that any economic law
provide certainty to them to know about the crisis
or wealth that will occur in the life of this world
economy, then debate the science of God about everything
small and large who became his creatures in this natural
God will be very humble nature, something that no
can be accepted by common sense.

(Continued on part 2 / 6)

2. Orientalis AND ISLAMIC CULTURE (2 / 6)
Muhammad Husain Haekal

Science is not supposed to be stopping people from
thinking about them days later and try my best
follow the right path and avoid the road
perverse. Science God is still magical for them. But
eventually they will come also to the truth though
rather slow. God has determined the nature of affection
in Himself. He always accepted his repentance of His servants who would
repent and have a lot of sin that diampuniNya. During
God’s grace that covers everything, man does not need
despair will obtain the right path, as long as he wants
ponder and think about the universe. One does not need
despair of the mercy of God that it finally musings
would drive her to the path of Allah. Human evil is
which does not recognize human nature, and felt himself already
too big to think about and reflect on the things
would deliver himself to the guidance of God. They are
people who are going against God, not expecting
might receive the grace of God. Their hearts have been closed by the Lord,
those who will be the Fire, who will receive
The most wretched places.

Do-orientalist Orientalist had seen sense jabariah
Islam is so high, so wide-reaching? Is
they see that their assumption was indeed very weak,
suspect that the Islamic jabariah sent hugs
knee without effort or willing to accept the abject living or willing to
give up so easily? Besides all that this doctrine always
give hope, that the door of grace and repentance always
open to anyone who would repent. What they
suspect that this doctrine asked every Muslim considers each
advantage and doom that befell him as destiny
already determined by God and therefore he must be silent
course, accept any disaster and humiliation that with patience,
then all that far from the actual reality of teaching
jabariah, which teach people to always fight and
seek to obtain compliance of God, for always taking
firm prior to trust in God. If people have not
managed to get success now, he should keep trying
if tomorrow he succeeded. The hope is always on
God for guidance step in the right direction,
in order to get pardon from all sin, is the driver
the most important to think and try to continually
in achieving its goals according to the will of God. Him he
and worship Him also he asked for help. Place
people expect the inner guidance, and there is also everything
will return.

Really great force generated by teaching
This high into the human soul! What a broad range
hope it opened. We are guided to goodness
for what we are doing it for God. If we
to be misled by Satan, our repentance will be accepted
as long as our mind can overcome our passions and bring
we return to the straight path. This is a straight road
the law of God in creation, the law would
into our educators with all our hearts and minds,
and by reflection we would all creation
God. And we started getting to know all the secrets of nature
it.

However, if after that there were still people astray
and ascribe the Lord, there are still those who would do
mischief on this earth, there are those who want to close my eyes
of all sense of brotherhood, then it is a great example
given by God to mankind in order to show the power
Such a God so that it would become a role model
for them. This is the justice and mercy of God to all
mankind. People will not prevent or restrict
do all that. But the punishment will be receiving
according to the deeds he had done.

However, why should people think, what works,
if death is always stalking them! When the end is
until the moment can not be postponed or brought forward. Create
what people think and why would also work if people
a happy already determined in advance will be happy,
and that passion will be miserable?

This is a deliberate repetition of questions we answer
pointed out that we can see problems provision of this death
Other terms: What have determined God first
is the natural laws of nature since before it was created and
before spoken to him ‘Be’! then he became. ”
In this describes nothing more appropriate than the word
God is “Lord you have defined the nature of affection
in Himself. “This means that the affection was
into the nature of God and become one of its laws
in the universe. There is an obligation which is required
towards Himself. The obligation was not supposed to exist on
The Almighty. In this regard Allah says:

“We’re not going to impose punishment before we sent
an apostle. ”

If there is a perverse group and to their God
did not send a messenger, then God’s law here
applies – no one of them will be put to torture.
Make every person of faith, the signs of God’s greatness
These are reasonable in nature at all, that God
created nature. If God had sent an apostle
to a class, then apply the law of nature and
God’s will on the group, that after being given
somebody clue from these groups still remain
kesesatannya maintain, then the people who have been persecuted
himself it would be an example for others.

It’s very naive to say that people who have
This misguided treated unfairly because of who was sentenced
punishment for kesesatannya, but such error was
already enshrined in advance (specified) against him. We
say naive not to say condescending God,
because the most appropriate way of thinking will tell
us, that those who go astray, he has been persecuted
himself, not God who abuse him.

To explain this simply may we take the example
a loving father who brought fire to
her son who was a baby. If sianak hold,
dijauhkannya fire as he gestured, that the fire was
heat. Then repeatedly fire didekatkannya
again to sibayi, never mind also that the baby’s finger until
burned a little so that his own experience in reality what
who had warned him that and so always
remembered for his life. But when an adult after he
still want to hold a fire or throw themselves into the fire,
then that’s what has happened to her reward, and do not
his father got the blame, do not anyone asked that the
mengalanginya father of the deed. So is for example
a father who was giving instructions about the dangers of gambling
or liquor to their children. So when it sianak
later were grown and she is also what has been violated
forbidden by his father and therefore he got a disaster, then
is not a cruel father molesting her, though he would
able to prevent from doing so. The father at all
not cruel if you let sianak to violate what
already a ban, and this is an example for family
and other relatives. So did family and
brothers and sisters who are up to hundreds or thousands of them
in a city that does a lot of temptation because of the influence
circumstances. It was pretty good and seems very fair if
the inevitable consequences happen to them as
rewards of their own deeds. It will be able to
improve the situation of other members of society, despite what
that has been inflicted on children is persecuting country
regrettable. This is the simplest example of justice and
balanced relation to our human society,
as we have described earlier. Moreover, when we
imagine and compare with the universe, with
creatures that are millions many in the area of space
and for an unlimited time! What has happened to individual
and communities – because of his own actions – in the form
which are no longer able to imagine our imagination, all
was just an example of fairness or balance in
its very simple.

If the atrocities that we addressed to the father,
because she let her son who lost it must accept
kesesatannya reward, in terms of error that had been
set out above him, then argued once cruelty
Thus we addressed it to ourselves because we have
kill a louse is very annoying, will concern
bring transmission to us, which will sometimes
cause disaster to the community if this until infectious
to others. Or because we are a stones throw away from the
gall bladder or kidneys for fear lead to a sense
pain or suffering, or we cut off one part
members of our bodies because it feared the damaged part
will spread throughout the body and the consequences will be fatal
once. If all that we do not do, because it
already set out for ourselves, then we suffer or
to die for it, then that should be blamed due to
disaster is just ourselves, because God has
opened the door for our suffering, as well as
the door of repentance is open for the sinner. Only
Just stupid people who willingly accept suffering
Thus it is with the assumption that it is already contained
on him. This is because of their ignorance and stupidity alone.

While we see the lice were killed, stone removed
and removal of diseased limbs really fair at all –
although it is rooted in natural law, that the flea
disturbing and will bring to human disease transmission,
stone and a member of the sick body will urge the body part
another so as to destroy – to view all
is how we will not consider it a folly
yang naive once, an unacceptable reason other than mind
narrow selfish, who see it only from justice
Our terms are subjective, and do not link
to all human society, or more than that,
connecting it to the universe!

What does it mean ticks, rocks and man than nature
this? In fact, what it means to all mankind than
with nature? With a narrow our imagination, we try
want to imagine the limits of a broad nature, with space
and time, with the beginning and end, and with all the words
of the kind. There was no other way for us to
can imagine this natural form other than that, because it
very limited, in accordance with existing knowledge
to us, which is also limited, and still very little. And
a little is enough to show us that
the law of God in nature is a law
orderly and balanced, that is not volatile and
exchange-rates. We came to know of this law
because God bestows on us hearing,
vision and heart, that we see all the beauty
This creation, to understand nature in accordance with
laws that. So we glorify glory
Lord, we do good according to commands. And
do good on the basis of faith, for those who understand is
a manifestation of the highest worship to God.

Death is the end of life and the beginning of life. Therefore
who feels afraid to die only those who reject the existence of life
hereafter, and be afraid of life hereafter because
their actions are bad for the world. They do not
want to die in light of their own works of their hands.
But those who are already willing to die, is
people who truly believe and those who do
kindness during the life of the world. As in the word of God:

“He Who created Death and Life to test you
Who among you a better deeds. He is
Almighty, the Forgiving. “(Qur’an, 67: 2)

And His word is again addressed to the Prophet:

“We never made man before you is eternal
forever. If you die, whether they will live eternally?
Every soul will experience death and you will We test with
bad and good as an ordeal, and you later
will return to Us. “(Qur’an, 21: 34-35)

“The parable of those who are burdened with carrying the Torah,
then they do not take it, just like a donkey that carries
big books. Parable terrible people
belie the verses of God, and God does not give
instructions to people who do wrong. Say: ‘O
those who embraced the Jewish religion, if you accuse
that ye friends of God beyond the others,
let it be known that your wishes would die-if you really
honest. But you would never express your wishes
that, because of what their own hands they have
do. God is Aware of those who do wrong
It. “(Qur’an, 62: 5-7)

“He who has taken your soul at night and He
know what you do in the afternoon. Then
you have been raised again so that a time may
met. After that Him is also where you return.
Then unto you what ye diberitahukanNya
doing. “(Qur’an, 6: 60)

Here are some verses that have been clearly rejected what
people say that Islam is teaching people jabariah
chin and reluctant to try. God created death and
to examine human life, than those who
doing good deeds. Act in the world and return
after death. Those who do not try, do not fight on
this earth, not making a living as a gift of God;
if they do not want to spend their wealth, if they
do not want to put his best friend even though their own
in short, they have violated God’s command.

Conversely, when all that they do well,
their deeds will be accepted both by God and on day
then get a reward and reward the good. God will
we examine this in our lives with good and
bad as an ordeal. With our brains, we also
can differentiate between good and bad things.
Whoever did better as heavy atom will see,
whoever is doing bad as heavy atoms will also
seen. If what has happened to us was not because
already determined by God about ourselves, it will undoubtedly
making us more diligent to do good to see
yielding good results. After that is the same for us: is there any
God will make us a strong man, who is still active
work, or will be returned to the senile age, which
already we can not know anymore what had formerly
we never know. Criterion or the size of someone’s life
not from the number of years that have gone through, but
of what good deeds he had done
during it, and that will be the legacy. Those who
God is dead in the street (in doing good), in
God views their lives, in our midst also
their memories alive. How many names
remains eternal for centuries because it has those osrang
devote ourselves and all the efforts for the good,
they are in our midst who are still alive,
really anything they have passed away since hundreds of years
ago.

“When it was time, they are not going to resign
or enhancing them a little too well. ”

This is true. Only this is in accordance with the laws of nature.
Man already has a time limit which can not
dilampauinya. Similar to the sun and moon, already
have the eclipse times are not changing, not
can be brought forward or delayed. Defined time
This further encourages people to try and do
good deeds. He will try my best.

He does not know when he would meet his death. Where’s death
until then return what has been done. In
before us every day have no proof that the death was
inevitable destiny. There are people who die with
sudden and people do not know what his illness. There are people who
pain, which is a few tens of years of suffering and groaning
against the disease until he was old and had no
powered again. From the medical community these days there is
believes that man is born in the process
formation already exists seed that determines his life. Distance
time will be taken by the seed was to achieve
The last goal may well be unknown origin
alone we can know his seed. But to find out
seed is not a matter so easily. Sometimes he was in
physical form, hidden in one part of the body

  • The part that is important or not important – sometimes in

psychis form in our minds, concerned with
layers of the brain that will encourage the parties
concerned life adventure and willing to face danger,
or as courageous. God alone knows it all. He
who knows the time of death of every human being it will arrive,
according to natural laws, without being able to be changed and be exchanged repeatedly.

As a sign of God’s love, He will not drop
torments before sending a messenger who will provide
guidance to mankind in achieving the Truth and
also explain the good road that must be gone through.
If only God would punish people for their deeds
is wrong, surely there would be no living creatures on this earth
yang will be missed. Lord postpone them until the time
certain until they can listen and willing to accept
invitation of the apostles and not to correct them spellbound
by the temptations of the flesh. God did not send the apostles were
from among the kings, rich people, people
rank or from among the egghead. They
sent out from the commoners. Abraham carpenter,
his father was a carpenter. Prophet Jesus was also a carpenter in
Nazareth. Also not a few of the prophets who had been
goat herders, including the closing of the Prophet Muhammad
‘Upon whom be peace. God sent the apostles of the rabble
was to show that the Truth is not a
belong to the rich or powerful people but belongs
people who seek the Truth for the sake of truth alone. Truth
yang eternal, immortal, is one who just perfect faith
if he has to love his brother like love
himself.
(Continued on part 3 / 6)
2. Orientalis AND ISLAMIC CULTURE (3 / 6)
Muhammad Husain Haekal

“The most honorable among you in God’s sight
is the most devout – who can keep themselves from
crimes. ”

“And work, then God will see the results of work
you, and replies are given only in accordance with what you
doing. ”

And the biggest truth is that God is true, no
God save Him.

Death, end and beginning of life. End of worldly life and
beginning of the life hereafter. Problem worldly life that we know
very little. What we know about living simply
related to our senses, with our sense
guide us, then with our heart that open
the secret of life is to us. Who’s on life hereafter
there’s nothing we can know other than what is already
God explained to us. The laws of nature for us
still dark. Knowledge is in God. What have
God described in Scripture about this already
seems reasonable, that it is a place of vengeance. We
prepare ourselves in this world with our deeds,
with the will and our intention and our attitude after that;
we put their trust in God that there is a fair reward
it. Who’s behind it because what is in God
solely.

Have they seem to agree with Washington Irving
from among the Orientalists and beyond Orientalist in view
to how far their mistake in describing
jabariah Islam? What we note here only the existing
in the Qur’an. We do not want to put this issue in
a debate like the opinion of experts in the science of kalam
among the Sufis and others, including the philosophers and
certain groups within Muslim circles. What is clear
Irving is very wrong assumption that the problem qadza
and qadar (destiny or fate) and lowered the age requirements
and mentioned in the Quran after the battle of Uhud, and after
killing of Hamza as a major martyr. In terms of the verses
we have already quoted it is the verses that fall in
Mecca before the hijra and prior wars
begins. Irving and the like have fallen into
Such mistakes because they do not want to complicate yourself
in discussing such an important issue in a way that
scientific and accurate. Even they portray Islam according to
conception which is in line with their own tendencies
as Christians, then they fabricate
arguments according to their own lusts, with allegations that the argument
they will have to convince the reader that no other person
that will prove them wrong.

If the Orientalist to understand the meaning of Islam jabariah
as we have described, surely they can also
appreciate the conception of his philosophy is so high, so
in describing this life so it can display
theories of science and philosophy. And this has been achieved by
human mind in various times with all
development and progress. Understanding Islamic philosophy
understanding is balanced, that does not narrow the
determinisma understanding, the world as will and mind
(Die Welt als Wille und Vorstellung) and evolution kreatif.5
Even all the schools that, in the order following the course of
laws of nature and life. If it is not the place here
adequate to explain this picture, but I will
try to summarize with seteliti and accurately as possible. I
think people who have read what I write will
agree, that from all we ever know about
theories, this notion is very high indeed, widespread and
in all. This understanding will be opened later
way of thinking mankind more grand.

Before I explain this in brief, there are two problems
I want to note in this regard, it should not be forgotten
first with this I do not mean going against the theory
Christian. What ever taught him, by Islam also recognized
as I mentioned already several times in this book.
It’s just what Islam teaches is more comprehensive and
prophetic and apostolic crown all before.
The Gospels have also confirmed the words of Jesus.
“Do not think that I have come to abolish the
Law or the Prophets. I came not to
abolish but to fulfill. “So also
The Muslim faith to Abraham, to Moses, to Jesus and
the other prophets before it, all the same. It’s just
arrival of Islam complement what has been sent by God to
they were, mengoreksl words that have been deflected by
their followers, from the literal sense. Second
about Islamic philosophy has been taken from the Quran
presented before me, although not the same
I pointed this sekerang. It’s just that I travel
in this case in accordance with the guidance of the Qur’an and with
manner consistent with current scientific method. If this
successfully achieve its goals, is certainly due to the grace and
God’s gift, too. If my results have not yet been obtained,
then the greatest prayer I prayed to the Lord is
hopefully those who are knowledgeable can provide clues
to me to achieve that goal.

Originally determined by the Qur’an is that God has
determine the specific law in this universe, which does not
change and exchange-rates. Surely it is not natural
our planet is only just with everything in it, is also not
limited only to what is captured by our senses
consisting only of the planets and the solar system, but
nature it is all created by God, that can and
that can not be perceived – and insensibilia sensibilia, which
real and the supernatural. To know this is really,
enough if we imagine that the existing knowledge on
we did very little: ether around us and
around another solar system, electricity that meets the ether and
meet our earth, the distance that separates us so far
from the sun and other planets more distant from
sun, and planets beyond it a distance of up to
thousands of light years farther than matahari.6

Then, behind all that is not limited, which would
can be reached by our imagination, and which does exist on
God’s knowledge of all that walk according to existing law
would not change. What we already know all this
based on scientific data according to our current term – which
do not confuse fantasy mixed with fact. Then the fact
besides that fantasy becomes increasingly smaller until such
way, then that fact still live as far as we can
know, we can measure according to our size, and what
we get with that basis, that is what we call
laws of nature and life. If we want to let go of fantasy
Our freely to describe how small what
we know that, for example, will certainly a lot in
before us, so the room in this book would be too
therefore narrow. Let’s take the example of the planet Mars.
They build a transmitter with a power of 100 million
kilowatts so therefore what is happening in places
they played and shown through the plane
Television tells us the inhabitants of this earth. After that, can
we keep our minds? Medium is not the planet Mars
furthest away from us, nor the most difficult will
can we call.

Our knowledge of this nature only very slight,
everything in nature is also influence the
life of our earth with all its contents. If one only
of the planets with the provisions of God is different
edarannya, of natural law would be changed, and changed
Also our lives are short and this slightly, affected by
circumstances around us, by the things that no important
though. Life is affected and subject to the nature of nature
because of natural events big. In
accept the influence that he sometimes lead to good,
sometimes even distorted. Both the goals that lead to
a good direction or a deviant, in either case above
basic influencing not driven by factors
life but also by his willingness to accept
influence the life and strength of reciprocal mutual
influence. There are several specific factors that can give
great influence and beranekarupa into the soul of people. Then
influences that would push each other into a corner. One
one of them will be the interpreter of separation, will be a limit
between the good with the bad. The remainder, one
will lead to the good, the other to evil.

The existence of good and evil in this life is none other
it is a result of the interplay between
life factors with the human soul. Therefore
That’s both good and evil was already a part
of the law they have certain symptoms of this nature. Presence
both the nature of good and evil is also a
necessity, as well as negative and positive
is a necessity of electricity. Similarly, the existence
some kind of germ is already a necessity of life in
the human body.

There is not a crime only for the crime alone or
good only for the good alone, but it depends
to the purpose for which the objectives and consequences that occur
therefore. Sometimes the crime and the goodness that
because of very urgent necessity. Destructive tools
used in warfare to destroy millions of human beings,
destroy the works of human creation is really great and
beautiful, peaceful time when immense meaning. If not for
human dynamite would not be able to divide the tunnel and install
railroad therein, will not be able to find
mines containing treasure consists of
stones and precious metals. So is gas
released toxic people who are fighting to
civilian population of a nation that fought and are considered
as a major impurity and defect to the humanitarian and
as a manifestation of savagery and cowardice yang
no unmatched that during this gas peaceful immense usefulness; he
to serve humanity, helping mankind
of various infectious diseases is quite horrible. This gas
also that can purify water from harmful germs,
such as chlorine gas, for example. In the world of shipping it
very useful because some can be used decontaminate
rats and partly to endanger the lives of
fishermen. In ancient times people imagine, that there are species
insects, birds and animals that did not
no good. But then after investigation and study
how large the benefits of the insects, birds and
these animals for humans. Any country has also
enact laws giving asylum and prohibits persons
killing or hunting, given how profitable
the creatures to mankind. Those who have
studying these creatures saw that the creatures
It wants peace, eager to adapt to the world
around within the limits it can sustain
existence, so that he could also offset the
goodness that must be maintained. The animals are not
interfere, except if you want to defend themselves, if any party
who attacked or disturbed.

Also our actions as humans do not exist
good only for good or evil it is only for
crime alone, but that is, it all depends on
purpose of the purpose and the consequences that occur
therefore. Is not the killing an act of sin
banned? Even though so in God forbids murder
said:

“And do not kill that by God has forbidden,
except if on the basis of truth. “Killing on the basis
truth is not sinful. “By law it means qishash
a survival of thee, O people who understand
… ”

Executioner who killed a criminal who had been sentenced
death penalty, the person who killed for defending themselves,
soldiers who were killed for defending the homeland, the faithful
who killed him not being seduced people and beliefs
religion – they all do not do a sin, not
violation. No more they just convey
task that has required the Lord to them, and replies
for they were as people who have done
goodness.

What applies to the murder, also applies
against others, against successive acts
switch between the good with the bad. Scholar
have discovered the tools of destruction for defense
ground water, or the means of destruction that can benefit
to the world in times of peace, the people who make weapons, each
worker, every person on this earth, if it works
for good works or in violation,
depending on the goals that became the goal and result
that occur because of the offense.

This is Iradat and the law of God in nature. By
because of the legal catch this man created God
is its ability terraced with each other,
then there are people who just focus all activities on
“Point” where he was born, and working to develop and
maintain it, there is also a talent in the craft, being
the others have talent in other businesses – in the field
arts, engineering, science for example, are not so
easy for them will be able to capture the meaning of that law. By
knowing the natural laws that are basic to human
so that he can achieve his life goal, there is also
among those who have been given the gift of prophecy. Others
given the ability to explain it to our teachings,
where good and evil too. And another
got the gift of knowledge and mind that will make
they become inheritors of the prophets, then He led us to
what should we do and what we should-also
avoid. Also we are equipped with the power of mind and
feelings, so that we can capture a given teaching
to us. With it we can train ourselves so that we
can achieve our goals in this life as well as possible,
so that we can invite people to do good and prevent
commit a crime.

Even though so, if there are people who fall
in this case until they were in violation – past
to maintain the existence of society sentencing
to them with the intention that they do not breach
to the detriment of society – then the punishment is not
means a dead end for them to repent and return
to the truth. Whoever committed the sin of
did not know then he realized and, want to change things
himself, going back to God as being obedient,
God will forgive sins in the distant past. With
Thus people who have done wrong and sinned will
take lessons from historical events and would
clean heart. He will return to the right path
with full repentance, and God will accept taubatnya,
because He is merciful and forgiving.

Picture of life so it can bring some
schools of philosophy in variety, which was allegedly not
will be reunited. It was clear that this existence
a willingness. “Verily, We command of something
If We willed We just told him
‘Be! ” then he became. “Nature may reflect what
can be captured by the power of taste and what is not. Nature has
have certain laws, which within the limits of science
we are real we can know what will
achieved by our thoughts. Increasingly we seek will
also increased our discoveries about nature. The
basic law of nature is good. But evil always
want to fight and sometimes until nearly defeating.
Good resistance against evil, it is called
creative evolution that has brought enormous progress
to nature and mankind, so with that step he
has reached perfection it is today.

We have already seen, that this picture contains a
conception with the aim of a more perfect life with
painting is so well known by the thought ever
philosophy. Besides what we have mentioned, this
show depiction Qur’an about the spiritual evolution
life since God created the earth with all its contents.
“God has created heaven and earth in six days,
then he was ruling over the Throne. “Are there six days
This is the same with our days on earth, or whether the days
as in the word of God:

“One day according to your Lord as a thousand years according to
your calculations. “(Qur’an, 22: 47)

(Continued on part 4 / 6)

2. Orientalis AND ISLAMIC CULTURE (4 / 6)
Muhammad Husain Haekal

But not here where we held a discussion.
Even if we find the theory of evolution, and that has been
become one of God’s law also in nature, but
talks in this regard will still be broad. God
created Adam and Eve and said to the angels
to prostrate to Adam. In addition to the devil they were prostrate,
Satan still refused even though the Lord has taught
all the names to Adam, as in the word of God:

“O Adam! Stay you with your wife in heaven!
And eat what you like, but these trees do not
you approach, because later you will be the wrong person
therefore. Then came Satan whispered evil to
them, that opened closed their aurat. And Satan
said: ‘God forbid approach this tree just so
you two do not become angels or become of people
eternal. ” And he swore to them: ‘Indeed I am
your adviser. ” Then the deception that the devil can
dropped them both, after both of them feel fruit
tree, was seen for both of them had their private parts, then
they also cover themselves with leaves of the tree of heaven. By God
The second they called: ‘Did I not forbid you
both from the tree and I tell you that the devils
It is clear enemy for you. ” Both said:
‘O our Lord. We have wronged our own.
If not for forgiveness and mercy will you
limpahkan to us, we undoubtedly will be people who
loss. ” God says: ‘Get thee down. You will be mutually
hostile. You will stay and live in the world until the
certain time! ” God says: ‘In the place you live, in
There you will die and from there also you will be resurrected
again. O son of Adam! Thee have We
auratmu cover clothing, jewelry and clothing. But
pious clothing that’s better. That’s the sign of greatness
God, that ye may remember. O son of Adam! Never
you can be deceived by Satan as he did in
your father and mother out of heaven. He undressed
them both to show each other private parts, he and
his followers can see you from a direction
can not you see them. We have made the demon
their leaders are not believers. “(Qur’an, 7: 19-27)

Adam and Eve fell from heaven, one offspring sebahagian
another would be mutually hostile. They go down with the power
given God to fight for life, and thus
so generation after generation.

The first symptoms of human life in this world is violent
and fanatisma, as in the word of God:

“Tell them the real story of these two
son Adam was when they offered sacrifices. From
is an accepted, the others are not. One man
said: ‘I’ll kill you. ” The other replied: ‘God
only accepted from those who fear Allah. If you
gesticulate about to kill me, I will not
move my hand to kill you. Really I’m afraid
to God, the Lord of hosts. I’ll let you
bear my sin and your sin yourself, that you may be content
hell. And that reward those who do
crimes. ” Then the will of his lust to kill
diturutinya brother, then he dibunuhnyalah. He’s already
be the losers. Then God was sending a
crow digging the soil with showed him
how can he bury his brother.
He said: ‘Ah! Why I do not like this crow,
I bury my brother. ” That’s why, he became
sorry man. Hence, we have
set to the children of Israel that whoever kills
a man not because of a murder or because
make trouble on this earth, that person as if
kill all humans. And whoever can maintain life
a human being, then as if he had turned all
human. Our Messengers came to them too,
already provide clear descriptions. But
after that there are many among them also those
beyond the limit of a crime on this earth. ”
(Qur’an, 5: 27-32)

The murder of a brother of his brother because it was obvious
resentment, envy, mannerism that rough and tough-minded but
his brother who are righteous, who fear God
when told by his brother: I will kill you – he,
do not want to ask forgiveness of God, even he says: It would be
I let my sins and your sins engkau own shoulder in order
Can you be content to hell. This is a domination of nature
human and legal logic of the greatness of soul and forgiveness
was beautiful. The son of Adam even breed in the earth
this. Then God sent His prophets to them with
give good tidings in addition to the warning. But they
continued to insist, is still in error. Spiritual life
they become frozen, rigid closed their hearts. God sent
Noah took his own faction, so that only God
That is worshiped because “I’m afraid you will get a punishment
The Lord. “He also didustakan by the community and only
few are willing to believe. Thereafter successive
Also coming the other prophets after Noah, came too
doctrines that called for no man
divinities God. But human behavior is more
power, they remain frozen mind can not understand.
Several kinds of manifestations of this nature maketh the Lord. Each
there is a messenger sent from God, some were denied,
some are killed. But their stiffness
gradually loose. With the coming of God’s teachings
in a row it was a good seed well
although very slow growth. Even though so, but there
also leave a mark. Have the teachings of truth in
a time to be lost! If any person has been compelled
by a sense of arrogant and haughty towards the teaching and